webnovel

Masa lalu indah dan memilukan

"Selamat ulang tahun Arthur, maafkan aku tidak membawa hadiah yang layak untukmu" "jangan sungkan, apakah ini anakmu?" "Oh iya kenalkan ini putriku Nila" "Selamat ulang tahun om, om seumuran papa tapi koq keliatan muadaan om ya" "ha.. ha.. ha.., Nolan anakmu ini, bisa saja" "Iya om, abis papa cerewat suka marah-marah, aduuhh" tiba-tiba Nila meringis karena papanya mencubit pipinya. "Papa..!! ntar Nila tambah tembem" "Sorry sayang, ya udah pergi sana sama mama, papa masih mau ngobrol sama om Arthur" "Key" sahut Nila pada ayahnya. Nah mama pada ngobrol sama Ibu-ibu, mending Nila cari udara segar.

Hikss.. hiks.. samar terdengar suara bocah menangis. "Napa lu nangis?" dengan tatapan tajam bocah itu menatap Nila. "Gue duduk disini yah" tidak mempedulikan tatapan tajam bocah itu. "Kalo gue lagi nangis, mama selalu menemani, sambil meluk lagi, tapi tenang aja gue gak akan meluk loe". Itu adalah kejadian 15 tahun yang lalu ketika pertama kali Nila bertemu Ai, sejak saat itu Nila sering main kerumah Ai bersama papanya. Sejak saat itu Ai selalu menantikan kehadiran Nila, jika Nila tidak datang maka Ai yang ke rumah Nila, sampai SMP pun mereka bersekolah disekolah yang sama. Namun ketika SMA Nila ikut opanya ke Jerman dan sekolah disana. Ai yang baru mengetahui kalau Nila, ke Jerman, merasa ada sesuatu yang hilang, seolah sebagian dirinya telah pergi. "Nila.... kenapa tidak bilang kalau kau akan pergi....." rintih hatinya.

Setiap hari Ai selalu menantikan kabar Nila yang tak kunjung datang.

Ai berusaha supaya mengakhiri masa SMA dengan nilai yang bagus supaya dia bisa kuliah ke Jerman dengan satu harapan bisa bertemu lagi dengan Nila, gadis yang selama ini mengisi pikirannya setiap hari.

"Bro, santaiii disini kita bakal ketemu banyak cewek cantik, udah loe lupain tuh Nila, dia udah gak ingat ama loe, 3 tahun bro dia gak pernah kasih kabar, tapi loe masih aja berharap, sadar donk bro" celutuk Rio sahabat Ai yang kini sama-sama mengambil manajeman bisnis di Ludwig Maximilian University of Munchen.

Setiap malam, setiap akhir pekan Ai menelusuri hampir setiap sudut kota Munchen tempat tinggal kakeknya Nila, tapi tidak pernah bertemu.

"Kamu yakin informasi ini benar?"

"Ya pak, jawab si penelepon" tut.. tut.. tut.. tut, Ai langsung bergegas ke alamat yang dituju tanpa mempedulikan kalo hari itu dia masih ada kuliah.

"Kemana loe tadi, kenapa muka loe kusut banget?" tanya Rio. "Jangan bilang klo elo nyariin Nila lagi dan loe gak berhasil. Basi"

"Nila, kakek dan neneknya sudah pindah ke Amerika setahun yang lalu. Itu kata orang yang menjaga rumahnya"

"Sabar ya bro, udah malam ini kita ke bar dekat kampus, party, biar loe gak kusut kayak gini" usul Rio.

Sejak saat itu Arthur Lawrence benar-benar patah hati, segala usahanya untuk bertemu Nila tidak berhasil, dewi fortuna seolah tidak berpihak padanya.