1 Mentari di Musim Gugur

Suasana pasar di hari itu benar-benar sibuk. Orang-orang mondar-mandir dari tiap penjuru pasar. Teriakan para penjual yang berusaha menarik perhatian para calon pembeli terdengar saling bersahutan satu dengan yang lain. Anak-anak jalanan berlarian dari satu kios ke kios yang lain, memasang tampang mereka yang paling memelas—berharap satu atau dua potong roti dapat mereka bawa pulang, kalau tidak yang terpaksa mereka harus mengambil tanpa izin, dan kejar-kejaran panjangpun terjadi.

Di tengah riuh dan ramainya pasar pada siang yang terik itu, terdapat seorang pemuda berdiri dengan canggung dengan tubuh yang tak terlalu tinggi dan sedikit bungkuk. Sebuah kacamata menggantung malas dikedua hidungnya yang mancung. Kacamata itu hanyalah sebuah pengalihan agar orang-orang tidak melihat kantung matanya yang cukup tebal. tubuhnya yang kurus tertupi dengan pakaiannya yang kebesaran.

Namanya Bram, tidak ada nama belakang hanya Bram. Dia besar di sebuah panti asuhan yang berjarak dua jam jalan kaki dari pusat kerajaan. Dia melakukan segala hal untuk mendapatkan uang, dari pekerjaan paling hingga yang paling kotor. Seperti sore ini, dia mendapatkan pekerjaan untuk menemani seorang wanita untuk mendatangi sebuah pesta. Sudah dua jam dia menunggu di tempat yang dijanjikan, namun wanita itu tidak juga muncul.

Lalu sebuah suara riang terdengar "Kamu Bram ya kan?"

Bram memalingkan wajahnya dan menatap langsung si empunya suara. Bram mendapati seorang wanita...bukan seorang gadis kecil yang tersenyum dengan lebarnya.

"Maaf sudah membuat lama menunggu, aku ada urusan sebentar" ujar gadis kecil itu masih dengan nada riang yang sama.

Bram masih menatap gadis itu dengan heran, masih tidak menyangkan orang yang menyewanya saat ini adalah seorang gadis yang berumur sangat jauh dibawahnya.

Seyum gadis itu perlahan menghilanga "Kau masih belum memaafkan keterlambatanku?" tanya gadis itu yang mulai menyadari tingkah aneh Bram.

Bram menggelengkan kepala membuang jauh-jauh pikiran-pikiran aneh yang ada di benak "Tidak, aku maafkan kok, lagipula kau kan klien ku mana bisa aku marah"

Mendegar itu senyum gadis itu kembali merekah kembali seperti semula "Kalo begitu, ayo, kita sudah sangat terlambat" Gadis itu meraih tangan Bram, dan menariknya beserta tubuh kearah sebuah kereta kuda mewah. Kemudian dia menyuruh Bram untuk menaiki kereta kuda, Bram menuruti perintah gadis itu. Setelah Bram naik ke kerata itu, tak lama dengan sebuah lompatan gadis itu naik ke kereta itu, benar-benar gadis yang penuh semangat.

Lalu kereta kuda itupun mulai berjalan, menyusuri hirup pikuk pusat kerajaan musim gugur. Sepanjang perjalanan gadis itu tak hentinya berbicara dengan Bram. Dari ocehannya itu, Bram mengatuhi kalau nama gadis itu adalah Lada, baru berusia 17 tahun, hobi memanah, punya seorang kakak yang sayang padanya tapi belakangan ini sibuk sehingga Lada merasa kesepian. Alasan itulah yang membuatnya memakai jasa Bram.

Setelah beberapa menit, akhirnya kereta kuda itu benrhenti "Sepertinya kita sudah sampai" Lalu Lada keluar dari kereta kuda itu dengan cara yang sama dengan cara dia naik tadi "Ayo Bram, kita sudah ditunggu orang-orang" Teriak Lada yang sudah berada diluar kereta.

Bram perlahan dan hati-hati keluar dari kereta kuda itu, dan begitu dia keluar dia langsung dihadapkan pemandangan yang tidak akan pernah dia bayangkan—Kastil utama Kerajaan Musim Gugur dengan agungnya berdiri dihadapannya.

"Apa yang sedang kita lakukan disini Lada?" tanya Bram tanpa memalingkan pandanganya dari kastil itu.

Lada mengerutkan keningnya, menatap Bram heran "Tentu saja untuk berpesta, bukannya sudah kutulis di surat yang kukirim?!"

"Iya kau menuliskan hal itu, tapi kau tidak menuliskan kalau kita akan berpesta di Kastil Utama"

Lada berjalan pelan kedepan—ke arah pintu gerbang yang perlahan diikuti Bram di belakang "Emang ada pengaruhnya? kan tetap pesta" tanya Lada sambil mengangkat bahunya.

Bram menghela napasnya, tanpa sadar dia mengelapkan sapu tangan ungunya kekeningnya "Tentu saja ada, jika aku tau kalau kita akan berpesta di kastil utama, aku akan lebih bersiap-siap lebih dari ini" ucap Bram, sambil menunjuk pakaiannya—yang dianggapnya tidak sesuai.

Lada menghampiri Bram dan mengaitkan lengannya ke lengan Bram "Tenang saja, kau tetap tampan kok dengan pakaian ku—" Lada terdiam sebentar "Yang biasa seperti itu"

"terserah kalau menurutmu begitu aku akan menuruti saja"

Sebuah senyuman mengembang di wajah Lada "Bagus, ayo kita sudah terlambat" Lada menarik kaitan tangannya dan berjalan setengah berlari kedalam kastil.

Begitu masuk ke aula tempat berlangsungnya pesta, sekali lagi Bram merasa terpukau dengan apa yang dia lihat. Tidak pernah sekalipun dalam hidupnya dia melihat banyak orang-orang menawan yang berkumpul di satu tempat seperti ini. Mereka semua benar-benar terlihat menggangumkan, tidak ada satupun yang terlihat buruk. Cara mereka berbicara sangat sopan dan sungguh terlatih, cara mereka tertawa, cara mereka minum, bahkan cara mereka menghinapun terlihat sangat indah.

Suara nyaring Lada membuyarkan lamunan Bram "Akum au berkeliling dulu bentar ya, kau makan atau minum aja dulu" Lalu dengan berlari dan melompat dia meninggalkan Bram sendirian.

Bram menggelengkan kepala, merasa tidak percaya kalau orang seperti Lada merupakan bagian dari orang-orang yang menakjubkan yang berada didepannya.

Bram memutar tubuhnya mengarahkan langkahnya kearah buffet, namun seorang pria yang berusia tak jauh darinya menghadang jalannya. Tubuhnya yang tinggi, membuat Bram merasa terintimidasi. Wajah tampannya tidak sebanding dengan orang-orang yang tadi, yang ini lebih ke tampan yang menyeramkan. Manik mata birunya menatap Bram tajam, seakan-akan menilai kelayakan Bram untuk berada di pesta itu. Jantung Bram berdebar-debar, takut pria ini akan melakukan sesuatu yang tidak diinginkan padanya.

Namun, sedetik kemudian, pria itu tertawa renyah "hahaha... maafkan aku, aku sudah lama tidak melakukan hal itu pada orang lain" pria itu mengulrkan tangganya pada Bram "Ervin, Ervin Jeseni, senang berkenalan dengamu"

Dengan ragu, Bram menerima uluran tangan itu "Bram, hanya Bram tidak ada nama keluarga, senang berkenalan denganmu" Ucap Bram berusaha meniru semirip mungkin apa yang baru saja disebutkan Ervin.

Kening Bram berkerut, dia mulai menyadari sesuatu "Ervin Jeseni?" Ervin mengangguk mendengar namanya disebutkan "Maksudmu Pangeran Mahkota Ervin Jeseni?"

Ervin mengangguk lagi "yap, tepat sekali"

Bram mulai merasa canggung, seketika itu juga dia membungkuk hormat pada Ervin "Yang mulia, maafkan hamba tidak mengenali anda"

"tidak, jangan melakukan itu, aku tidak biasa diperlakukan begitu" ucap Ervin sambil mengangkat tubuh Bram untuk berdiri tegak kembali "tidak apa-apa aku sudah biasa tidak dikenal seperti tadi" Lalu dia meminum air dari gelas yang sejak tadi dipeganggnya "lagipun kau temannya Lada kan?"

"Ya seperti itulah, kami baru saja berteman belum terlalu lama dan tapi kami sudah sangatlah dekat" ucap Bram berusaha semeyakinkan mungkin.

Ervin meletakkan gelasnya kesebuah meja yang berada didekatnya "Oh ya? aku tidak menyangka anak itu bisa memiliki seoranga teman" Ervin menatap kearah Lada yang sibuk berceloteh dengan seorang "Apalagi dengan orang sepertimu Bram" tambah Ervin lagi.

Lalu senyap, Bram tidak tau mau bagaimana menanggapi kalimat yang terakhir tadi "Maaf, yang muli—"

"Ervinnnnn!!!" suara nyaring itu memotong kalimat Bram.

Dengan sepenuh tenaganya Lada berlari kea rah mereka yang hampir saja menabrak Ervin. Lada langsung memeluk Ervin dengan eratnya, begitupun dengan Ervin yang walaupun awalnya terkejut namun beberapa detik kemudian dia membalikkan pelukan erat Lada.

Begitu pelukan itu lepas, sebuah pukulan melayang mulus ke kepala Lada "Kau dari mana saja sih? jam segini baru muncul" Lalu tak lama Ervin mengelus bekas lokasi pukulannya tadi.

"aku ada urusan bentar tadi, emangnya Cuma kamu saja yang punya urusan" sungut Lada kesal. Tak lama dia baru menyadari kehadiran Bram yang juga berada disitu "Oh, kenalin ini temanku Bram" kata Lada sambil mendorong maju Bram kea rah Ervin.

Bram menatap Lada sambil tersenyum canggung "kami sudah saling berkenalana, tadi"

"Oh ya? baguslah kalau begitu, nasihat untukmu Bram jangan terlalu dekat Kakak ku ini, dia orangnya sedikit aneh" Ervin hanya tersenyum mendengar kalimat yang dilontarkan Lada itu.

"Tidak kok dia orangnya—" Ervin terdiam, mulai menyadari sesuatu yang sejak tadi tidak membuatnya risih "tunggu dulu, dia kakakmu?" Lada mengangguk dengan senyuman khasnya "kalau begitu kau adalah seorang putri?" Sebuah anggukan kembali dibuat Lada "Kenapa kau tidak memberitahuku terlebih dahulu!!!" Bentak Bram yang merasa dipermainkan oleh para bangsawan ini.

"Aku piker kau sudah tau Bram" jelas Lada yang mulai takut dengan bentakan Bram "aku kan terkenal, semua orang mengenal Putri Lada Jeseni"

"Terserah kau saja, aku muak di permainkan seperti ini"

Ervin hanya tertawa melihat pertengkaran kecil yang sedaang terjadi didepannya itu.

"ini penyerangan jangan ada yang bergerak!!!" tiba-tiba suara teriakan keras terdengar dari sudut ruangan dan langsung mensenyapkan segala suara dan kegiatan di ruangan itu.

Dari asal suara tadi terlihat seorang pria berumur empatpuluhanan berdiri dengan sebuah pedang panjang. Dari sudut-sudut ruang keluar beberapa orang yang menggunakan topeng dan menggenggam sebuah belati yang diarahkan keseluruh orang yang sedang berada dipesta itu. Sebuah bisikan-bisikan ketakutan dari seluruh sudut ruangan, bahkan sampai ada suara tangisan pilu anak kecil yang terdengar nyaring di ruangan itu.

Perlahan Lada menggengam tangan Ervin dengan erat "apa yang sedang terjadi kak?" bisik Lada.

"Aku tidak tau, yang terpenting sekarang adalah kita harus terus bersama jangan sampai berpisah" Lada hanya mengangguk kecil mendengar itu "Begitu juga dengan kau Bram" Bram terperangah mendengar itu, dia tidak menyangka akan langsung diperlakukan demikian oleh orang yang baru beberapa jam dia kenal.

"Bram! kau mendengar aku kan?" tanya Ervin lagi.

Bram mengangguk pelan. Melihat itu Ervin menggulurkan tanggannya yang tidak dipegang Lada pada Bram. Bram dengan ragu mengambil uluran tanggan itu dan menggenggamnya erat.

Pria yang memegang pedang tadi berjalan dari tempat dia berdiri menuju ke meja tempat para orang-orang penting berada "Amr? Apa yang kau lakukan disini" Kata seorang Pria yang duduk di tengah meja—yang Bram yakini sebagai Raja Erik sekaligus ayah dari Ervin dan Lada.

"Tidak ada, aku hanya sedang menyapa teman lama ku" kata Amr sambil mengarahkan pedangnya kea rah tenggoroka Raja Erik "Teman lamaku yang meninggalkanku di saat-saat paling kelamku" Lanjut Amr yang kemudian diikuti sebuah senyuman menyiringai yang membuat semua orang yang melihatnya bergdik ngeri.

Tanpa kehilangan rasa keberanian Raja Erik menatap Amr dengan tajam "Apa yang sedang kau rencanakan Amr?"

Tampang jengkel terlihat jelas di wajah Amr "Kenapa segala sesuatu yang ku perbuat harus kau ketahui Erik? Hah Kenapa?!" Amr mendekatkan pedangnya kea rah tenggorokan Raja Erik. Ekspresi Amr berubah lagi, sebuah senyuman jail terbentuk jelas disitu"Baiklah aku beri tau. Aku menyebarkan seluruh pasukanku ke seluruh kerajaan musim—kecuali kerajaanku sendiri tentunya dengan tujuan yang tidak lain dan tidak buka untuk merebut kembali apa yang sudah seharusnya menjadi milikku!!!" sebuah bentakan di ujung kalimat itu mengejutkan semua orang di ruangan itu.

"Tolong Amr, pikirkan kembali konsekuinsi yang akan timbul jika kau melakukan ini" Raja Erik menggeser pedang ditenggorakannya dengan pelan "Pikirkan orang-orang yang akan menderita jika kau melakukan hal ini, pikirkan anak-anak kecil yang akan menderita, aku mohon Amr"

Amr menurunkan pedangnya, wajahnya berubah membentuk ekspresi penyesalan "Kau benar Erik apa yang ku lakukan ini benar-benar salah" kemudian Amr tersenyum lebar yang langsung dibalas senyum lebar dari Raja Erik. "Anak-anak turunkan belati kalian" dengan begitu semua orang yang memakai topeng tadi menurunkan belati mereka. Semua orang di ruangan itu mulai menarik napasnya lega.

"Bagus Amr, kita bisa menyelesaikan masalah ini bersam—"

Kalimat Raja Erik langsung terpotong oleh sebuah kilatan cahaya biru menyilaukan yang berasala dari tangan Amr. Sekejap setelah cahaya biru itu mengenai Raja Erik, Raja Erik langsung terduduk dan tak bergerak, matanya menatap kosong.

"Papa!!!" teriak Lada melihat Raja Erik yang sudah tak bergerak lagi itu.

"Anak-anak, lakukan keahlian kalian!!!" Teriak Amr dengan senyum menyeringainya.

Begitu kalimat Amr selesai, seluruh ruangan itu langsung dipenuhi kilatan-kilatan biru yang menyambar kesana dan kemari. Seluruh ruangan langsung dipenuhi dengan keributan dan orang-oranng panic yang berlarian tanpa tahu arah.

"Kita harus pergi dari sini" ucap Ervin pada kedua orang yang masih menggenggam kedua tanggannya.

"Tapi Papa Kak?" tanya Lada pilu, senyuman lebarnya yang biasa tidak terlihat terlihat digantikan wajah ketakutan dan juga bingung.

"tidak ada waktu lagi Lada, kita harus pergi dari sini"

"tapi kak—"

Ervin menyundul kepala adiknya itu dengan sangat keras, Lada langsung tak sadarkan diri. Ervin langsung mengangkat adiknya itu dan menaruhnya di bahunya "Ayo Bram, kita harus pergi dari sini sekarang juga" Bram hanya mengangguk mendengar itu.

Mereka berjalan pelan, sebisa mungkin agar tidak disadari orang-orang bertopeng itu. Setengah jalan berjalan mulus, semua orang-orang itu masih sibuk melemparkan kilatan-kilatan cahaya pada siapa pun yang mereka lihat. Hingga ketika mereka sampai didepan pintu salah seorang dari orang-orang bertopeng mulai menyadari mereka

"Mau pergi kemana kalian?" Kata orang bertopeng yang kemudian dikuti sebuah kilatan biru dari ujung jarinya yang langsung mengarah langsung ke arah Ervin dan Bram.

Dengan cepat Bram membuka pintu itu dan menarik Ervin keluar dari ruangan itu. Kemudian mereka berlari lagi kea rah halaman kastil. Disitu sudah menunggu kereta kuda yang dinaiki Bram dan Lada sebelumnya "ayo naik Bram" Bram langsung naik ke kereta kuda itu, lalu kemudian dia membantu Ervin menaikan Lada yang masih tak sadarkan diri. Lalu Ervin duduk di tempat kusir dan melajukan Kereta Kuda itu.

"Kita mau pegi kemana?" tanya Bram yang berpeganngan pada kursi nya dengan erat.

"Aku tidak tahu Bram, yang pasti sejauh mungkin dari tempat ini" Ucap Ervin dengan pandangan yang lurus kedepan.

avataravatar
Next chapter