6 Run, Run like a bit**

Setelah istirahat cukup lama, aku bangun, memasukkan carving pisauku ke tas kecil dipinggangku dan memutuskan untuk mencari senjata yang lebih panjang, lalu aku memutuskan untuk mengambil meja dan mematahkan kaki meja dan melepaskannya.

Aku berjalan menuju pintu dan membukanya dengan perlahan. Melihat keluar, aku melihat beberapa mayat yang bergerak, namun masih bisa untuk kuhindari. Jadi dengan tongkat darurat yang terbuat dari kaki meja, aku berjalan ke arah tangga menuju lantai dua.

"Aku harus memeriksa kelas tempat mereka bersembunyi, meski ragu mereka masih disana, namun aku harus tetap memastikan.

Menetapkan tujuanku, aku berjalan menuju tangga dekat loker yang roboh, aku mulai menyusuri lorong. Pergi ke jalur yang sama dengan yang saya gunakan saat mencari kelas kosong, aku perhatikan mayat disekitar sini meningkat jumlahnya.

'Aku benar tentang satu hal, sepertinya seiring berjalannya waktu, semakin banyak mayat yang berada dilorong. Aku ingin keluar dari sekolah sialan ini…secepatnya.'

Untungnya aku berhasil mencapai loker yang roboh tanpa menemukan lorong yang tersumbat oleh mayat pengunyah otak. Tempat itu kosong, dengan hanya beberapa mayat yang berkeliaran yang sepertinya pergi kearah manapun mereka mau. Dan ada juga mayat-mayat yang berakhir dibawah loker dari yang bisa kulihat kaki bergerak menjulur dari bawahnya.

Aku perlahan berjalan melewati loker tanpa menyentuhnya, tidak ingin menarik perhatian mereka dan bergerak menuju pintu kelas tempat yang lainnya bersembunyi tadi. Namun aku melihatnya terbuka.

"Terbuka, namun tidak rusak, itu pertanda baik." Gumamku.

Berjalan ke dalam, aku melihat kelas itu sudah kosong

"Tidak ada mayat, setidaknya mereka tidak terbunuh disini, yang berarti pengalihanku berhasil."

Saya melihat kejendela dan melihat bahwa langit sudah berwarna kuning pekat

"Baik waktunya pergi ke fakultas."

Aku berjalan keluar kelas dan menuruni tangga ke lantai dua, menuju ruang fakultas.

Lorong di lantai dua berada dalam kondisi yang lebih buruk daripada lantai 3, lebih banyak isi perut,darah dan mayat.

Aku menjauh dari tangga dan melihat ke kedua arah lorong.

'Tidak bagus terlalu banyak, aku harus naik dan..'

Aku hendak bergerak, ketika aku mendengar suara jeritan perempuan dari arah lorong kiri.

'Suara Saya.?'

Bereaksi terhadap suara tersebut, kelompok mayat yang berada disebelah kanan mulai menuju ke kiri. Dengan kata lain menuju diriku.

'Sial aku dikepung, sebanyak keinginanku untuk membantu, aku harus kembali naik.'

Aku berbalik dan mulai berlari menaiki tangga. Dan hampir saja bertabrakan dengan siswa lain yang sedang berlari menuruni tangga.

"WHOA! Terlalu banyak!" Siswa itu berseru dengan nada nyaring

"Ya dan sekarang kamu baru saja menarik perhatian mereka, kembali ke atas tangga, sekarang." Kataku, saat aku berlari melewati siswa itu sepasang langkah kaki berlari mengikuti dibelakangku.

Aku bertanya-tanya siapa anak itu ketika aku berlari menaiki tangga, sepertinya aku tidak melihatnya di manga ataupun anime. Dan..aku menemukan alasanya saat mencapai lantai tiga sekali lagi.

Seorang pria berdiri disana. Jas bergaris, kacamata dan wajah yang langsung ingin kupukul

'Shido'

Dorongan tiba-tiba untuk menyerang pria itu sekarang cukup tinggi. Mengetahui bahwa dia akan bertanggung jawab atas banyak kematian yang bisa dihindari, mungkin termasuk kematian orang tua Saya…. Sejujurnya itu membuat pilihan menghancurkan lututnya, benar-benar sangat menggoda.

"Tuan, mereka terlalu banyak di bawah, kita tidak bisa pergi ke sana." Siswa yang berlari dibelakangku akhirnya menaiki tangga dan berbicara.

"Begitu. Dan kau, bukankah kau murid asing." Shido mengalihkan tatapan berminyaknya kepadaku

"Ya Nero Marcial." Kataku sambil memberikan wajah datar agar tidak mengungkapkan apa yang sebenarnya ingin saya lakukan sekarang. Bahkan jika Shido adalah seorang bajingan, yang mana memang dia. Jika menyerangnya sekarang, akan ada banyak masalah untukku.

Pertama, semua siswa disini mungkin akan mengejarku. Bagi mereka Shido membantu mereka selamat.

Kedua dan yang paling penting, adalah jika Shido tidak berhasil mencapai bus, kelompok Takashi tidak akan meninggalkan bus nanti. Artinya mereka tidak akan ke rumah Rika, jadi mereka tidak akan mendapatkan senjata dan Humvee. Dan izinkan aku memberitahumu, menemukan senjata dengan kekuatan menghentak yang sebenarnya di jepang, sama seperti mencari Mew di Pokemon Yellow. Selain itu yang terburuk adalah mungkin mereka akan terjebak dalam kemacetan yang akan menarik seluruh batalion mayat pada malam hari.

"Begitu. Aku Koichi Shido wali kelas 3-4. Kamu cukup beruntung bertemu dengan kami, mengingat kamu sendirian." Shido tersenyum padaku dengan seringai pemakan kotorannya yang biasa terpampang di wajahnya.

'Beruntung pantatku.'

"Ya bertahan sendirian dalam situasi ini tidaklah mudah. Juga kita harus segera pergi, orang-orang dilantai bawah kita juga sedang menaiki tangga." Aku menjawab, saat aku berjalan menjauhi guru memeriksa dua lorong di kiri dan kanan kami.

Yang kanan adalah pilihan buruk, maka satu-satunya pilihan adalah menuju lorong kiri.

"Dengan lantai bawah diblokir kita harus mencari cara lain. Ayo semuanya kita mencari jalan keluar lain dari sekolah." Semua siswa memberikan 'Ya Pak' dan mengikuti Shido.

Tidak ada pilihan lain, aku mengikuti dari belakang.

'Ya tuhan aku tak percaya akan terjebak dengan orang-orang gila ini, sementara Takashi berada dibawah dengan semua gadis-gadis cantik itu.' Batinku kesal

"Hei apakah kamu benar-benar bertahan selama ini sendirian.?" Aku menoleh ke suara itu dan melihat siswa yang aku temui pertama itu berbicara kepadaku.

"Ya, dan tidak. Aku bersama yang lainnya, Hirano,Takagi,Miku dan Kyoko-sensei, tapi kami terpisah." Aku menjawab kembali kepadanya

Dan kemudian aku mendengar tawa terkikik dari bagian depan kelompok

"Pantat gendut itu? Ha, aku terkejut dia tidak menjadi pertama yang berubah menjadi makhluk itu, dia seperti patty berkaki. Tapi hei mungkin dia bisa menjadi umpan berharga bagi makhluk-makhluk itu. Dan pelacur Yuuki itu, pasti dia menawarkan 'pelayanannya' untuk bersamamu. Man kau sangat beruntung, aku berharap aku yang mendapatkan 'pelayanannya'." Tak lain dan tak bukan adalah Tsunoda yang telah membuka mulutnya. Beberapa siswa laki-laki disebelahnya mulai mencibir setuju dengan pernyataanya, 'bro'nya jika aku harus menebak.

Shido tidak melakukan apapun untuk menghentikannya. Jelas.

"Mungkin kalian harus tutup mulut sebentar. Kebisingan menarik perhatian mereka dan kalian semua terdengar seperti keledai berteriak." Ucapku dingin

Komentarku diikuti dengan keheningan, Tsunoda menoleh kearahku dengan urat muncul didahinya.

"Kau bilang apa." Dia berteriak, membanting kakinya ke tanah saat dia berjalan kearahku. Tsunoda cukup dekat untuk berada dalam jangkauan serangan dan tampaknya bersiap melayangkan pukulan ke arahku.

'Hm kalau kupikir lebih mirip gorilla.' Batinku sambil mengambil posisi sehingga aku bisa membenturkan wajahnya ke dinding terdekat saat dia mencoba memukulku. Namun alih-alih meninjuku, dia malah meninju pria yang berjalan disebelahku.

"Anggap ini sebagai peringatan, bajingan. Lain kali itu kamu." Tsunoda melirikku, cemberutnya berubah menjadi seringai sialan saat dia berbalik.

"Kau hanya pengecut yang tak berani memukul orang yang lebih kuat darimu." Ucapku masih dengan nada dingin.

"APA." Teriaknya kembali berbalik.

"Cukup Tsunoda-kun, kita harus tetap bergerak bersama." Ucap Shido yang akhirnya bicara masih dengan senyuman pemakan kotoran diwajahnya itu.

"Cih." Tsunoda pun berbalik kearah kelompoknya.

Aku menoleh kearah pria disebelahku yang ditinju Tsunoda, tangannya sekarang menutupi hidungnya yang berdarah.

"Oi kau baik-baik saja." Ucapku padanya sambil mengulurkan tanganku.

"Tidak." Gonggong siswa itu sambil menampar tanganku dan berjalan pergi.

'Shitface itu ingin membuatku dikucilkan.? Oh bagus Tsunoda, anda baru saja mendapatkan tempat VIP di daftar kotoranku, tepat di sebelah guru sialanmu itu.' Batinku

Dan setelah 'pertunjukan' kecil, saya dibiarkan berjalan sendiri.

"Harus ada tangga kedua disini." Kata Shido

Sesampainya ditangga yang dia sebutkan, dia berbalik untuk bicara ke Tsunoda

"Aku akan memeriksa tangga, tidak bisa membiarkan pengecut mengerjakan pekerjaan pria." Tsunoda berkata dengan anggukan, dan bergerak menuju tangga. Wajahnya berubah menjadi seringai saat dia menatapku sekilas.

Mengabaikan provokasi kekanak-kanakannya, aku melihat kebelakang kami untuk melihat mayat-mayat yang perlahan mendekati kami karena tertarik dengan obrolan kosong kelompok itu.

Tsunoda kembali setelah beberapa saat, memberikan tanda untuk menuruni tangga tersebut, para siswa pun mulai menuruni tangga satu persatu.

Saat itu terjadi, aku menoleh ke arah pria yang dipukul Tsunoda tadi.

'Aku pikir dia tak bisa berpikir jernih setelah ditinju tiba-tiba, namun apakah dia gila bersandar di pintu tertutup seperti itu.?' Batinku

"Hei bung, sebaiknya kau pergi dari pintu itu, kau tidak tahu ada apa dibaliknya." Kataku memperingatkan.

"Piss off." Geramnya

"Dengar, menjauhlah dari pintu." Aku menanggapi pria yang sekarang memelototiku

"Kubilang. Piss.Off!." pria itu mulai berteriak

" Aku dipukul di wajah karenamu, kenapa kau tak mengacaukan hidup orang lain." Dan dia terus berteriak.

"Pergi saja dari pintu itu, kurasa aku melihat bayangan menjulang dari balik kaca." Kataku berusaha menahan amarahku sambil mencoba menenangkannya.

Namun justru sebaliknya.

"Maukah kau diam! Tutup pintu ini, pintu itu! Tidak ada apa-apa dibalik pintu sialan ini!." Teriaknya sambil membuka pintu dengan marah.

Bahkan sebelum aku sempat bereaksi, bayangan itu meluncur keluar, dan menyambar siswa tersebut sehingga menyebabkan dia jatuh ke tanah.Jeritan amarah itu dengan cepat berubah menjadi jeritan panik.

Aku bertindak secepat mungkin, menjatuhkan tongkat kaki mejaku dan mengambil carving knife ku, menusuk kepala mayat itu, namun aku terlambat.

Aku bisa melihat darah mengalir di bawah murid itu. Dan itu bukan dari mayat… dia terluka

Aku hanya diam berlutut, diatas siswa itu yang melihat saya dengan air mata dimatanya…

Sial, aku harusnya menyadari apa yang akan terjadi selanjutnya. Dengan Tsunoda yang mengucilkanku dari kelompok dan membuatku terlihat seperti pengecut pasif serta Shido yang mungkin tidak menganggapku layak berada di kawanan kecilnya karena itu.

Tetapi, karena terlalu fokus terhadap siswa sekarat itu, aku bahkan tidak menyadari tongkatku tidak ada di tempat aku menjatuhkannya. Aku hanya menyadari ada yang tidak beres saat aku merasakan sakit yang tajam di belakang kepalaku, dan membuatku jatuh ke depan diatas siswa yang berdarah itu lalu aku merasakan sakit di paha bagian belakangku.

Visiku menjadi buram selama beberapa detik.

Menggelengkan kepala dan membuka mata menatap lurus kedepan, aku melihat sepasang kaki berdarah tanpa sepatu mendekatiku, dan murid yang jatuh sekarang hanya merintih dibawahku.

Memalingkan pandanganku, dengan pandangan yang masih sedikit kabur, aku melihat Shido menjatuhkan tongkatku dan Tsunoda sambil memegang pisau dapur berdarah yang perlahan menjauh dariku, mereka dengan santai berjalan pergi meninggalkanku.

'SHIDO…TSUNODA..KALIAN..KALIAN TAK BERGUNA!...AKU AKAN MEMBUNUH KALIAN!.' Pikiranku menjerit sambil memelototi punggung mereka dengan panas.

Kemarahan mulai memanas dikepalaku, aku segera berlutut dan mencoba bangun, mengabaikan rasa sakit di pahaku. Namun aku merasakan sesuatu memegang lengan bajuku, melihat kebawah, aku melihat siswa yang sekarat itu menatapku.

"Tolong, aku tidak bermaksud begitu, tolong. Jangan tinggalkan aku disini, aku tidak ingin mati seperti ini, tidak mau. Kumohon." Dia tersandung pada kata-katanya, darah mulai keluar dari mulutnya bercampur dengan air mata yang mengalir di pipinya.

Melihatnya seperti itu, kemarahanku sirna. Aku tidak bisa meninggalkannya seperti ini. Dengan pisau masih ditangan, aku meraih kerah siswa tersebut dan menariknya keatas.

"Terima kasih.." ucapnya tersenyum, namun itu tak bertahan lama. Karena sepasang kaki yang kulihat beberapa saat yang lalu sekarang sangat dekat. Bahkan sebelum dia sempat bereaksi, mayat lain menangkapnya dari belakang, menggigit bagian belakang lehernya sambil mendorongnya maju kearahku. Dan dia mulai teriak lagi.

Berada dalam posisi yang canggung setelah menarik siswa tersebut, aku tak berhasil menghindari siswa yang sekarang jatuh kearahku dan dua beban tubuh menimpaku. Aku berakhir ditanah dengan ditiban oleh kedua tubuh tersebut, aku hanya berhasil meletakan tangan diantaraku dan tubuh siswa tersebut.

Setelah membentur lantai, aku mendengar tulang leher siswa tersebut patah. Aku menggunakan pisauku untuk menusuk mayat yang ada dibelakangnya. Melihat siswa itu, aku melihatnya sudah mati dan darahnya sekarang menetes diwajahku

Aku mulai panik, menyadari bahwa ia akan segera 'bangun' dengan aku tepat dibawahnya. Ditambah dengan mayat-mayat lain yang mendekat.

Aku mengambil pisauku dari tengkorak mayat yang ada di paling atas, tepat saat mayat siswa tersebut mulai bergerak.

Di antara siswa yang bergerak, mayat mendekat dan kondisi mentalku saat ini..

"ARGHHH, Aku tidak mati disini, tidak seperti ini!."

Aku berteriak sambil menusuk kepala siswa tersebut, mendorong kedua tubuh diatasku dengan sekuat tenaga membuatnya terpental dan segera berlutut, lalu dengan cepat berguling menjauh dari mayat yang mendekat, lalu dengan segera berdiri dan mengambil tongkatku. Kemudian dengan melihat sekilas ke jendela, aku melihat Takashi dan yang lainnya terlihat berlari menaiki bus.

Gagasan bahwa aku akan ditinggalkan karena ulah Shido dan Tsunoda membuat darahku semakin mendidih. Aku segera berlari dan melompat menuruni tangga hingga mencapai lantai pertama.

Mengabaikan mayat yang memenuhi lorong, aku hanya melewati mereka dan terus berlari, menghindari tangan-tangan para mayat yang mencoba meraihku.

Saat melihat melalui jendela, aku melihat Shido sedang berjalan santai ke bus.

Saat aku mendekati pintu keluar, aku masih lari dengan kecepatan penuh. Karena tidak punya waktu untuk berhenti, aku menggunakan tubuh mayat yang punggungnya menghadapku sebagai pemantul, menabraknya hingga aku bisa berhenti dan berbelok mengubah arah dengan cepat ke arah pintu keluar.

Saat aku melihat bus, dunia disekitarku kabur, satu-satunya hal yang bisa kulihat adalah bus dengan Shido yang berada beberapa meter dari pintu.

Aku terus melesat melewati mayat-mayat yang teralihkan perhatiannya dengan suara yang kubuat.

Saat aku terus berlari melintasi lapangan, aku melihat Shido perlahan-lahan mengulurkan tangannya ke pintu bus.

Menyadari bahwa dia akan naik ke bus, dan mereka akan pergi tanpa aku..

'Tidak, Tidak akan terjadi. Aku tidak akan tertinggal karena ulah dua bajingan sial itu.' Batinku menolak

Dengan masih berlari aku menarik nafas dalam-dalam dan berteriak sekuat tenaga.

"MOOOOVVVEEEEE!"

avataravatar
Next chapter