webnovel

Surga Kecil

Alexandrite, seorang gadis remaja, dijual oleh bibinya ke tempat prostitusi. Demi membayar utang bibinya, Alexa harus menjual dirinya pada para lelaki hidung belang. Namun satu bulan berlalu, Alexa tiba-tiba ditebus dan dibeli oleh seorang pengusaha muda, lalu dipekerjakan sebagai pelayan di kediamannya. “Kenapa Tuan menjadikan saya pelayan di tempat ini?” “Apa kau berharap lebih baik ada orang lain yang menggantikan posisimu sekarang? Lalu kau tetap ada di sana, di tempat pelacuran itu?” Alexa tampak bisa melihat masa depannya yang samar di tempat ini. Tapi apakah dia akan bisa bertahan menghadapi perlakuan dingin dari tuannya? Berapa tahun yang dia butuhkan untuk melunasi semua utangnya? ---- Cover by Kyp005

Mischaevous · Urban
Not enough ratings
493 Chs

Jujur atau Bohong

Selama perjalanan menuju rumah sakit, Skylar tak mengajak Alexa bicara sama sekali. Gadis itu masih merintih kesakitan, dan Skylar merasa tak seharusnya mendesak Alexa untuk mengaku apa saja yang terjadi di dapur hingga dirinya terluka seperti sekarang. Dia hanya menginjak pedal gasnya dan memacu kendaraan itu supaya lebih cepat sampai ke rumah sakit.

Beruntung jalanan menuju rumah sakit tidak terlalu macet, meski saat itu adalah jam pulang kerja. Tidak sampai 15 menit, mobil sudah berhenti di depan ruang gawat darurat. Alexa turun dari mobil dan berjalan dengan langkah terseok, karena pahanya terasa sakit jika bergesekan dengan pahanya sendiri.

Di dalam ruang gawat darurat, seorang perawat segera menghampiri keduanya dan menanyakan keadaan. Perawat tersebut pun segera membawa mereka menemui seorang dokter yang sedang jaga.

"Luka bakar … kenapa bisa begini?" tanya dokter yang sedang melihat luka Alexa.

"I-ini tidak sengaja kena karamel leleh yang masih panas…" Ada getar samar pada suara gadis itu, menandakan dirinya sedang berusaha menahan tangis.

Alexa sama sekali tidak menyembunyikan apapun dan menjawab segala pertanyaan dokter. Termasuk ketika dokter menanyakan bagian mana lagi yang terkena lelehan karamel. Sayangnya, Skylar tidak bisa menahan rasa terkejutnya ketika tahu lelehan karamel bahkan mengenai paha gadis tersebut. Namun, dia tetap menutup mulut, menyimpan rasa penasaran untuk nanti. Dia bisa menginterogasi Alexa secara menyeluruh setelah tiba di hotel nanti.

"Bagaimana lukanya, Dokter?" Kini giliran Skylar yang bertanya. Sebagai orang yang tidak paham masalahnya sama sekali, berusaha mengorek soal luka bakar yang diderita Alexa adalah kewajibannya. Dari sana, dia bisa sedikit mengira-ngira kadar kemarahannya nanti untuk disampaikan pada koki di restoran.

"Luka bakarnya tidak terlalu parah. Untungnya segera dialiri dengan air. Tampaknya yang membantu cepat tanggap," jawab dokter tersebut sambil membersihkan luka di tangan dan paha Alexa. Suara rintihan kesakitan diabaikan. Sampai akhirnya dokter mengoleskan krim anti nyeri dan menutupnya dengan kasa, tindakan pengobatan pun selesai.

"Untungnya luka bakarnya tidak terlalu parah, jadi tidak akan berbekas nantinya." Dokter tersebut tersenyum. "Untuk sementara, lebih baik ditutup dengan kasa dulu supaya tidak lecet terkena gesekan, tapi jangan terlalu rapat. Kalau masih sakit, minum obatnya." Pria tersebut pun memberikan kertas resep obat pada Alexa.

Gadis itu terus diam sejak keluar dari ruang pemeriksaan, hingga menunggu tuannya di ruang tunggu. Skylar yang melihat, mengira jika Alexa sedang menahan sakitnya. Namun sebenarnya, Alexa hanya sedang berpikir kalimat apa yang akan dia sampaikan agar tuannya tidak memarahi para koki di dapur restoran.

Tanpa mengetahui isi hati Alexa, Skylar membiarkannya begitu saja. Saat di mobil pun, dia tetap diam, menahan keinginan untuk memberondong gadis tersebut dengan semua pertanyaan di kepalanya.

Mobil pun melaju dan berbelok ke sebuah restoran cepat saji. Skylar memutar setir dan mengarahkan mobilnya ke jalur drive thru, lantas memesan paket burger, seperti yang dilakukannya saat pertama kali membawa Alexa ke kediamannya.

"…" Saat akan memberikan bungkusan berisi makanan pada Alexa, Skylar terdiam sambil menahan tangannya di udara. Matanya menatap pada tangan gadis itu yang sedang dibebat dengan kasa. Ada sorot kebingungan di sana.

"Kau bisa bawa ini?" tanya Skylar pada akhirnya.

Dia lupa jika mobil yang sedang ditumpangi ini hanya ada dua kursi. Satu kursi kemudi, dan satu kursi penumpang di sebelahnya. Otomatis, tidak ada kursi penumpang yang ada di belakang. Sementara itu, tangan dan kaki pelayannya sedang terluka. Apabila Skylar memaksa Alexa membawakan bungkusan makanan itu, bukankah akan mengenai lukanya?

"Bisa…" Ada pandangan bertanya dan heran dari Alexa. Dia tidak paham, apa yang harus dikhawatirkan dengan membawa makanan? Makanan dari restoran cepat saji tidak terlalu berat untuk dibawa, bukan?

"Ya sudah, bawa ini. Kalau mengenai lukamu, taruh saja di sebelah pintu atau taruh di bawah kaki juga tidak masalah." Pemuda tersebut menyerahkan satu bungkus makanan dari mcd pada pelayannya, kemudian segera menginjak pedal gas, pergi dari sana.

Sisa perjalanan kembali menuju hotelnya lagi-lagi diwarnai dengan keheningan. Skylar sedang menahan diri, sementara Alexa sedang memikirkan alasan dari kemungkinan pertanyaan yang akan diajukan nanti.

Mobil masih belum sampai ke hotel, namun Skylar sudah gatal ingin bertanya. Pada akhirnya, dia memutuskan untuk mengatakan beberapa hal, yang juga bisa digunakan sebagai sedikit 'ancaman' pada pelayannya.

"Kau tahu aku masih punya banyak pertanyaan, kan, Alexa?"

Hanya satu kalimat itu yang keluar dari mulutnya, namun Alexa sudah merasa menciut. Dia tak menjawab selain dengan anggukan. Gadis itu tahu jika tuannya masih diam. Cepat atau lambat, pemuda tersebut pasti akan menginterogasi apa saja yang terjadi di dapur beberapa saat lalu.

"Bagus." Dia memutar setir, membelokkan mobilnya di tikungan. "Ingat ini. Kau tidak boleh bekerja terlalu banyak selama lukamu belum sembuh. Tidak boleh ke dapur bawah untuk belajar. Tidak boleh memasak juga sampai dokter sudah bilang lukamu sembuh total. Sementara itu, kita akan pesan makanan di bawah. Tidak ada protes, atau hukumanmu kutambah." Kalimat terakhir ditambahkan oleh Skylar setelah merasakan gelagat Alexa di sebelahnya yang akan melawan.

Dia bisa menebak jika Alexa senang bekerja, dilihat dari pekerjaannya yang selalu selesai dengan sempurna. Mungkin dengan cara itu, dia bisa mengalihkan pikirannya dari hal-hal tak menyenangkan, sama sepertinya, meski itu semua hanyalah dugaan tak berdasar. Namun, dia harus melakukannya sebagai hukuman, setidaknya agar gadis itu paham dengan tindakannya.

Mendapat ancaman seperti itu, Alexa hanya bisa mengangguk. Mungkin ini pertama kalinya pemuda itu marah padanya hingga memberikan hukuman. Saat minggu-minggu awal Alexa bekerja di tempatnya, memang perlakuan yang dia dapatkan begitu dingin, tapi pemuda tersebut tak pernah memarahi hingga memberi hukuman seperti sekarang.

Alexa berusaha berpikir positif. Tidak diperbolehkan bekerja terlalu banyak mungkin demi dirinya juga, supaya lukanya cepat sembuh. Lagipula, sekarang luka bakarnya masih terasa sakit walau sudah diberikan obat anti nyeri. Atau mungkin obatnya butuh waktu untuk bekerja.

Tidak lama, mobil pun masuk ke hotel dan menuju bawah tanah. Hal ini mau tak mau mengingatkan Alexa pada hari dirinya tiba di sini untuk pertama kali. Pemuda itu juga membelikan makanan cepat saji untuk dimakan berdua. Bedanya, dia kini berpakaian layak, dan tuannya tidak sedingin sebelumnya. Langkahnya pun dipelankan untuk menunggu Alexa yang sedikit kesusahan berjalan, akibat luka di paha dalam yang bergesekan saat dibuat jalan.

Pemuda itu menunggu dengan sabar hingga mereka masuk ke lift. Diabaikan pemandangan lobi yang ramai, kemudian keduanya masuk ke lift khusus dan naik ke lantai 51. Keheningan sesaat itu terasa amat menyesakkan bagi Alexa. Jantungnya berdebar keras, karena dia takut dimarahi dengan kejam oleh tuannya setelah ini.

Saat itu, jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Karena ini musim panas, di luar masih terang. Meski demikian, karena posisi jendela, kondisi ruangan di lantai 51 sedikit gelap. Sehingga, lampu menyala otomatis begitu keduanya tiba dan keluar dari lift.

Alih-alih langsung menuju ke ruang makan seperti waktu itu, Skylar berjalan menuju sofa dan duduk. Dia juga memberikan gestur agar pelayannya duduk di sana, karena mereka akan bicara sekarang. Bungkusan makanan yang dia beli tadi diletakkan di meja kecil di depannya dan dibiarkan di sana. Makan malam masih lama. Lagipula, mereka masih punya hal penting untuk dibicarakan, bukan?

"Jadi? Apa yang terjadi sampai kau seperti ini? Harusnya kau sudah tahu kalau aku mengizinkanmu belajar di bawah tanpa membuat keributan dan melukai dirimu sendiri, hm?"

Gadis itu masih diam dan menggigit bibir bawahnya, tampak ragu saat akan menjawab. Setelah menelan ludah, Alexa baru akan menjawab, namun Skylar lagi-lagi menyela.

"Tergantung dari jawabanmu, mungkin hukumannya bisa sedikit berbeda."

Jujur atau bohong. Mana saja jawaban yang akan diberikan Alexa, Skylar pasti tahu.