webnovel

Surga Kecil

Alexandrite, seorang gadis remaja, dijual oleh bibinya ke tempat prostitusi. Demi membayar utang bibinya, Alexa harus menjual dirinya pada para lelaki hidung belang. Namun satu bulan berlalu, Alexa tiba-tiba ditebus dan dibeli oleh seorang pengusaha muda, lalu dipekerjakan sebagai pelayan di kediamannya. “Kenapa Tuan menjadikan saya pelayan di tempat ini?” “Apa kau berharap lebih baik ada orang lain yang menggantikan posisimu sekarang? Lalu kau tetap ada di sana, di tempat pelacuran itu?” Alexa tampak bisa melihat masa depannya yang samar di tempat ini. Tapi apakah dia akan bisa bertahan menghadapi perlakuan dingin dari tuannya? Berapa tahun yang dia butuhkan untuk melunasi semua utangnya? ---- Cover by Kyp005

Mischaevous · Urban
Not enough ratings
493 Chs

Dibuang!

Skylar menyandarkan punggungnya ke kursi di ruang kerjanya. Dia baru saja selesai memeriksa dan menandatangani semua dokumen di meja dan berniat untuk bersantai sejenak. Tangannya pun bergerak mengarahkan mouse di meja untuk melihat rekaman CCTV yang dipasang di tiga lantai kamarnya.

Mulanya, tidak ada hal menarik yang bisa dia temukan. Hanya ada pelayan barunya yang masuk ke dalam lift sambil membawa alat-alat untuk bersih-bersih. Seharusnya, jika tidak ada hal lain yang terjadi, Skylar akan mematikan komputer dan turun ke bawah lalu memainkan game. Namun, pintu lift yang mendadak tertutup segera membuatnya mencondongkan tubuh ke arah layar.

"Apa yang anak itu lakukan di dalam lift?"

Tentu saja, di dalam lift menuju kamarnya di lantai 51 pun juga dipasang kamera CCTV. Pemuda itu bisa melihat jelas apa yang terjadi di dalam sana. Alexa terlihat sedikit kebingungan, hingga akhirnya lift berhenti dan pintunya membuka.

Jelas, Skylar masih memiliki kekhawatiran kalau gadis itu akan kabur. Bisa saja dia pura-pura membersihkan lift, tapi niat aslinya adalah turun dan kabur. Hanya saja, ketika pintu terbuka, gadis itu tak langsung keluar dengan buru-buru. Alih-alih, pintu lift menutup kembali tapi lift tidak bergerak naik, disusul Alexa yang terlihat panik.

Ada dengus pelan yang lolos dari celah bibir Skylar melihatnya, namun ekspresinya berubah cepat saat gadis itu keluar dari lift. Skylar tak punya waktu untuk mengamati rekaman CCTV lebih lama. Dia pun keluar dan berniat turun ke bawah menggunakan lift.

Di dalam lift, Skylar masih bisa melihat kain lap dan alat semprot di lantai. Kakinya mengetuk tidak sabar, ingin cepat-cepat sampai ke lantai dasar. Meski sudah melihat rekaman CCTV, tapi Skylar tidak serta merta percaya gadis itu tidak akan kabur. Dia juga tak tahu kenapa gadis itu keluar dari lift dan tidak kembali lagi untuk menunggu di sana.

Tidak sampai satu menit, denting lift terdengar, menandakan dia sudah tiba di lantai dasar. Kakinya melangkah cepat sambil melihat sekitar. Namun, langkahnya serta merta berhenti saat melihat Alexa sedang berbicara di meja resepsionis. Dari tempatnya, wajah panik dan khawatir Alexa terlihat. Perlahan, Skylar melangkah mendekat untuk menguping.

Pemuda itu sudah bersiap mendengar jika pelayannya sedang menanyakan jalan atau semacamnya untuk pergi menjauh dari sana. Tapi kenyataan yang dia dengar adalah, gadis itu meminta bantuan agar bisa kembali naik ke atas sebelum dirinya marah. Seketika, kekesalan itu lenyap bagai asap.

'Apakah aku terlihat sejahat itu?' batinnya, lantas mengedikkan bahu.

Skylar tahu resepsionis di sana akan memanggil petugas keamanan jika Alexa tak berhenti bicara. Sehingga, untuk mencegah terjadi hal-hal yang tak diinginkan, Skylar memutuskan keluar untuk memperlihatkan dirinya.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

Pertanyaannya ditujukan pada Alexa, pelayan pribadinya. Namun resepsionis di sana sudah menyela terlebih dahulu sebelum gadis itu menjawab.

"Ah, Tuan, maaf, kami tidak berniat menarik perhatian di sini. Saya akan segera memanggil petugas keama—"

"Diam. Aku tidak bicara denganmu," tukas Skylar sebelum resepsionis itu selesai bicara. Pandangannya bahkan tak melihat pada karyawannya sama sekali. Alih-alih, sepasang mata coklat keemasannya tetap menatap gadis di depannya yang masih menunduk dan terlihat sedikit ketakutan.

"Naik," lanjutnya singkat sambil mengarahkan dagunya ke arah lift.

Alexa hanya mengangguk dan pergi mengikuti tuannya yang sudah berbalik menuju lift. Beberapa karyawan hotel di sekitar resepsionis pun ternganga karena tidak menduga jika gadis dengan pakaian jelek itu ternyata benar-benar turun dari lantai 51.

Suasana di dalam lift sangat menyesakkan. Tidak ada satu pun dari mereka yang bicara. Alexa tentu saja sedikit takut menanti omelan tuannya yang tak kunjung datang. Bahkan, sampai lift tiba di lantai 52 pun pemuda itu tidak bicara sama sekali. Begitu keluar dari lift dan berjalan beberapa langkah, Skylar berhenti dan berbalik menatapnya.

"Aku tidak pernah memerintahkanmu memberishkan lift. Jangan merepotkanku." Nadanya dingin.

"Ma-maafkan saya…"

Skylar tidak mengatakan apapun dan kembali berjalan menuju ruangannya bermain.

Keesokan harinya, setelah selesai sarapan, pemuda itu berkata pada Alexa, "Ganti pakaianmu dan ikut aku. Pakai baju yang rapi. Tunggu di sini jam 9 pagi."

Tentu saja, gadis itu tak pernah berani mempertanyakan apa yang akan tuannya lakukan, sehingga dia hanya bisa menurut. Pada jam yang dijanjikan, Alexa keluar dari kamarnya dengan mengenakan sweater turtle neck berwarna coklat dan juga celana panjang berwarna hitam. Di tangannya, dia membawa mantel berwarna putih dan syal berwarna merah. Kini dia menunggu sambil duduk di sofa yang ada di lantai 51.

Tak lama, Skylar tampak di ujung tangga dan mengarahkan pandangannya sekilas pada pelayannya yang sedang menunggu. Melihat apa yang dibawa Alexa, dia mendecak tak senang dan berbalik untuk masuk ke dalam kamarnya. Di dalam ruang ganti, Skylar mengambil syal lain berwarna krem dan membawanya turun.

Alexa buru-buru berdiri ketika melihat tuannya turun, kemudian menunggu di depan lift. Lift pun segera terbuka dan keduanya masuk ke dalam. Di dalam, Alexa mengenakan mantelnya dan bersiap melilitkan syal ke leher. Namun, tangan Skylar yang terulur ke arahnya menghentikan gerakannya.

"Berikan syalnya."

Menghadapi nada perintah itu, mau tak mau Alexa menurut. Dia sudah membayangkan akan disiksa dalam cuaca dingin karena tidak memakai syal, tapi tuannya segera memberikan syal baru padanya.

"Pakai ini."

Mulanya, gadis itu ragu saat akan menerimanya. Dia ingin bertanya, tapi tidak berani. Sampai dia mendapat tatapan dari lelaki di sebelahnya yang mulai kesal karena syalnya tak kunjung diambil, Alexa pun menurut. Kini syal yang melilit lehernya adalah syal berwarna krem. Bahannya sangat lembut dan hangat, berbeda sekali dengan syal merahnya yang sudah berpindah tangan.

Lift pun berbunyi, menandakan mereka sudah sampai ke lantai dasar. Begitu pintu membuka, di lobi sudah cukup ramai. Mengabaikan hal itu, Skylar naik ke lift lain yang akan membawa mereka ke tempat parkir bawah tanah.

Dingin, adalah hawa yang menyambut mereka begitu turun dari lift. Saat ini sudah berada di penghujung musim dingin, tapi hawanya masih amat menusuk. Apalagi, di luar sedang turun salju walaupun tidak deras.

Alexa berusaha mengikuti langkah lebar tuannya yang berjalan cepat menuju mobil di pojok. Ketika mereka melewati tong sampah, gadis itu melihat tuannya memasukkan syal merahnya ke sana, yang lantas membuat matanya membelalak kaget.

Syalnya dibuang ke tempat sampah! Meskipun itu adalah syal jelek yang Alexa dapat dari bibinya, tapi dia tidak punya syal lain untuk dikenakan. Tentu saja dia tidak bisa menganggap syal di lehernya sekarang menjadi miliknya, bukan?

Di tengah lamunannya di samping tempat sampah, terdengar suara yang nadanya tidak senang. "Jangan habiskan waktuku di sini. Cepat kemari!"

"A—Ah! Baik!"

Alexa benar-benar tak bisa memahami jalan pikiran tuannya.