webnovel

Zen Yang Bersalah

Saat membuka mata aku masih berada di meja kerjaku. Hawa dingin dari jendela yang terbuka membuatku terbangun dari mimpi indahku. Sepertinya aku kelelahan Karena terlalu larut dalam buku bacaanku. Di luar matahari sudah mulai menunjukan sedikit sinarnya. Ditemani suara kicauan burung kecil yang saling bersahutan di taman, pagi ini pun terasa sangat damai.

Aku harus segera bersiap. Rencanaku hari ini adalah pergi ke toko buku tua yang berada tak jauh dari rumah tinggalku. Namun sebelum itu, akan aku nikmati dulu sarapan pagiku bersama hangatnya matahari pagi. Selesai sarapan aku kembali teringat dengan kotak aneh pemberian sahabatku. Akhirnya kuputuskan untuk membuka laci kotak itu. Ada secarik kertas terlipat dengan jenis kertas yang sama seperti yang dikirim Rose kemarin. Aku membuka dan mulai membaca isi surat balasannya.

Karena terlalu fokus membaca buku, aku sampai lupa waktu dan kini jam di di tanganku menunjuk tengah malam. Aku berdiri dan berjalan keluar balkon kamarku untuk merenggangkan persendianku yang sejak tadi mulai terasa kaku. Menghirup udara malam yang damai dan tenang sepertinya akan menjadi hobi baru untukku.

' teruntuk Tuan Zen yang terhormat.

Apakah Tuan Zen yang terhormat sedang mengancam saya? Kata-kata anda begitu tegas dan terdengar seperti sebuah ancaman yang memaksa saya untuk menjadi seorang jahat yang menerobos ke dalam rumah anda tanpa izin. Ketahuilah tuan, surat tuan saya ambil dari kotak yang saya letakan di atas meja rias yang berada di kamar saya. Bagaimana bisa orang lain menghukum saya saat saya masuk ke kamar milik saya sendiri? Sebelumnya saya memang mencurigai tuan seperti tuan mencurigai saya. Namun saya menunggu tak melihat hal mencurigakan di ruangan tempat saya menulis surat yang saya kirim ini.

Entah bagaimana surat anda sampai ke kotak milik saya, dan begitu juga sebaliknya. Walau tak ada penjelasan yang logis, namun sepertinya sudah waktunya kita menghentikan kecurigaan yang tak ada habisnya ini.

Dari seorang wanita yang kini kesal karena diancam oleh pria yang tak dikenal.

P.S: bila anda tetap bersikeras mencurigai saya, alangkah baiknya anda tak lagi membalas surat dari saya.'

Aku pun berpikir hal yang sama seperti nona Rose. Mungkin nanti aku akan menulis surat permintaan maaf karena kata-kataku yang sedikit keterlaluan. Sepertinya wanita yang bernama Rose ini adalah orang yang baik. Bisa saja dia langsung menggunakan kata-kata tajam untuk memaki ku di surat balasannya ini. tapi justru dia tak melakukannya. Namun sebelum membalas surat darinya, sepertinya aku harus bergegas ke toko buku sekarang.

Tak perlu waktu lama untuk sampai di toko buku yang aku tuju. Hanya berbeda satu blok dari kediamanku dan hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit untuk sampai. Di jam seperti ini banyak orang lalu-lalang di sekitar sini. Banyak dari pekerja yang melewati jalan ini karena di dekat sini ada area pusat industri. beberapa toko di sekitar juga sudah terlihat sibuk melayani pembeli yang berdatangan. Trotoar yang terbuat dari susunan batu ini juga menambah kesan klasik yang nyaman saat berjalan di atasnya.

Setelah sedikit berjalan menikmati pemandangan kota yang damai ini, aku sampai di toko buku tua tempat tujuanku. Toko ini tak terlalu mencolok seperti toko lain. Meski berada di tepi jalan besar, tak terlalu banyak pengunjung yang datang di jam segini. Hal itu juga yang menjadi alasan ku datang di jam ini karena aku bisa bebas memilih buju dengan tenang bila toko sedang sepi. Kini aku berdiri di depan pintu toko buku tujuan ku. Tampilan toko ini memang sedikit klasik. Dengan pintu kaca, dan jendela yang besar, membuat barisan rak yang penuh buku terlihat dari luar toko.

Aku melangkah membuka pintu toko dan masuk kedalam. Aroma tinta tua menyambut kedatanganku. Penjaga di toko ini juga sudah tua seperti toko dan buku-buku yang dijualnya. Meskipun begitu, ia sangat ramah menyambut para pelanggan setia tokonya. Aku melihat rak demi rak buku satu persatu. Mencoba mencari buku yang menarik perhatianku. Saat sedang sibuk melihat-lihat, sang pemilik toko datang menghampiriku sambil berkata,

" Belum ada yang menarik perhatian anda, Tuan?"

"Ah, aku masih melihat-lihat. Apa ada koleksi baru di toko yang indah ini?"

"Bagaimana dengan ini,tuan?"

Ia memperlihatkan sebuah buku yang cukup tebal. Buku itu memiliki sampul yang terbuat dari kulit berwarna merah gelap dengan tulisan berwarna hitam. Buku itu memang cukup menarik perhatianku. Terlihat cukup tua dan sederhana, namun kondisinya masih sangat baik dan terawatt. Di sampul buku tertulis judul ' Tempat Tinggal Manusia Masa Depan'.

"apakah Tuan pemilik toko tau buku tentang apa itu?"

"Buku ini adalah karya fiksi, Tuan. Menceritakan kehidupan masa depan manusia dan tempat tinggal barunya."

"Buku yang cukup menarik. Baiklah. Aku beli yang ini."

"Terimakasih, Tuan."

Setelah mendapatkan buku baru, aku langsung bergegas pulang karena tak sabar untuk membaca buku ini. aku pun sampai dirumah lebih cepat daripada saat aku berangkat tadi. Aku segera duduk di kursi nyamanku dan meletakan buku itu di atas meja. Kubuka lembar demi lembar buku yang baru saja aku beli. Inti dari buku ini menceritakan tentang bumi yang mulai rusak akibat ulah manusia, sampai tak ada lagi daratan yang bisa di tinggali. Manusia yang masih tersisa akhirnya tinggal di atas awan. Dalam buku dijelaskan tentang kemajuan manusia dalam bidang teknologi hingga mereka bisa membuat pulau terapung di atas langit. Aku tak ingin membaca semuanya sekaligus. Ku ambil pembatas buku yang terbuat dari bunga yang dikeringkan, dan kuselipkan di halaman yang paling terakhir kubaca.

Kini waktunya aku menulis surat balasan untuk nona Rose. Aku masih merasa bersalah atas isi surat terakhirku untuknya.

' Setelah membaca surat anda, saya merenungkan kembali isi surat saya sebelumnya. Perlu Nona Rose ketahui, saya menyesal telah menuliskan kata-kata kejam yang menyakiti hati Nona Rose. Saya meminta maaf dari dalam hati saya yang terdalam. Betul seperti kata Nona dalam surat sebelumnya. Tak ada gunanya kita saling mencurigai karena tak ada bukti yang jelas. Daripada memusingkan hal yang tak tentu, alangkah baiknya kalau kita menjalin persahabatan.

Pena ini akan siap menuliskan balasan surat dari Nona Rose kapan saja. Jadi jika berkenan, maukah Nona menjadi sahabat bagi pena ini dan saling berkirim kata?

Dari pria yang saat ini menyadari kebodohannya, Zen.'

Aku segera melipat kertas itu dan langsung memasukannya kedalam laci lalu kututup. Semoga surat itu bias meredakan amarah Nona Rose.