webnovel

Suaramu Mengalun Lewat Mimpiku

Adalyn Zada adalah gadis sederhana yang magang di sebuah kantor pemerintah. Suatu waktu dia menerima warisan sebuah alat musik petik yang membawanya ke zaman 1000 tahun sebelumnya melalui mimpi. Di tempat lain, seorang Tuan Muda anak sang wali kota juga mengalami mimpi yang sama. Hingga suatu hari mereka terlempar ke masa yang ada dalam mimpi mereka secara nyata. Keduanya melakukan petualangan bersama untuk memecahkan sebuah rahasia yang berhubungan dengan takdir mereka. Sebuah takdir cinta yang pahit. Apakah mereka bisa menemukan takdir rahasia tersebut?

AeRi_purplish · Fantasy
Not enough ratings
13 Chs

Warisan Yang Tidak Biasa (bag.1)

🍁🍁🍁

Sudah lima hari Adalyn magang di kantor itu, dan selama itu pula dia berusaha tidak berinteraksi dengan Jun. Insiden ketiduran di halte dan ditemukan oleh bosnya itu membuat Adalyn merasa tidak punya wajah untuk bertemu dengannya. Sedangkan dengan Oza, Adalyn tidak punya kesempatan menghindar darinya. Asisten bosnya itu seakan-akan berada dimana saja di seluruh penjuru kantor. Adalyn hanya bisa menunduk dalam-dalam saat bertemu Oza. Lirikan pria itu selalu tampak mengejek baginya.

Besok adalah akhir pekan. Adalyn berencana mengunjungi neneknya di desa karena sudah lama tidak bertemu dengannya. Dan sepulang kantor nanti, gadis itu akan membeli buah tangan untuk neneknya.

Pagi ini, suasana kantor masih sama seperti hari-hari sebelumnya. Sibuk. Festival ulang tahun kota semakin dekat.

"Adalyn, apakah kamu sibuk?" Suara Huan menginterupsi hentakan jemari Adalyn di atas kibor komputernya. Gadis magang itu menoleh ke sumber suara.

"Sedikit. Aku sedang menyelesaikan materi rapat yang akan dibahas siang ini," jawab Adalyn sembari kembali fokus ke layar komputernya.

"Ada yang bisa ku bantu?" Huan berdiri di belakang Adalyn dan juga menatap hasil ketikan di layar.

"Tidak ada. Terima kasih. Aku hanya perlu menyelesaikan ini segera sebelum Pak Oza berteriak dari ruangannya," jawab Adalyn dengan suara sepelan mungkin.

Jika Oza mendengar gerutuan gadis magang itu, maka sudah pasti Oza akan mulai menggeram sangar padanya.

Huan dan Adalyn terkikik geli membayangkan wajah menggeram Oza.

🍁🍁🍁

Setelah jam makan siang usai, Oza melangkah keluar dari ruangannya. Sejenak dia melirik Adalyn yang sedang sibuk menyusun tumpukan dokumen di depannya.

"Adalyn, materinya sudah siap?" tanya Oza mengalihkan perhatian sang gadis magang.

"Sudah, Pak." Adalyn berdiri dan menyerahkan dokumen yang diminta.

"Oke. Sekarang kamu ikut rapat dengan Kepala Pimpinan. Seharusnya Yuanita yang ikut. Tapi dia lagi izin jadi kamu yang menggantikannya," perintah Oza dalam satu tarikan napas dan mengabaikan dokumen yang disodorkan Adalyn.

"Tapi Pak ...,"

"Stop!" Oza mengangkat sebelah telapak tangannya menghadap wajah Adalyn

"Tidak ada tapi-tapian. Karena kamu yang menyusun materinya maka kamu yang akan mempresentasikannya."

"Tapi Pak ...,"

"Mengapa kalian belum bergegas ke ruang rapat? Apakah kalian menunggu Kepala Pimpinan menjemput kalian di sini?" Jun menginterupsi percakapan, bukan - tapi perdebatan sepihak antara Oza dan Adalyn.

"Ini ... kami sudah mau ke sana, Pak," jawab Oza cepat.

Jun melirik tajam ke arah Adalyn kemudian berlalu dengan langkah lebar.

'Apa - apaan sih pak bos? Tidak bisa ya ngomongnya tidak pakai nada sinis. Mana belum makan siang lagi gegara kebut susun dokumen.' Adalyn menggerutu dalam hati.

"Adalyn, ayoo .. go ... go ... gooo!!" seru Oza dengan gusar yang sudah melangkah menyusul Jun.

Dengan lemah, letih, lesu, lunglai, dan lapar, Adalyn meraih tasnya, menenteng tumpukan dokumen lalu berjalan cepat di belakang kedua atasannya.

🍁🍁🍁

@Rumah Nenek

Nenek Mydita sedang sibuk mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut anak, menantu, dan dua cucunya yang akan berkunjung besok. Wanita tua itu tampak bahagia membuat beberapa kue kesukaan Adalyn dan Yol.

Nenek Mydita adalah ibu Tuan Liang. Anak lelaki satu-satunya itu dan menantunya sering meminta sang ibu pindah ke rumah mereka di ibukota. Namun, Nenek Mydita terus menolak dengan alasan tidak rela meninggalkan rumah warisan keluarganya itu. Dia pun merasa berat meninggalkan sanak famili dan tetangganya yang telah dikenalnya puluhan tahun. Banyak pula kenangan-kenangan bersama mendiang suaminya yang sulit untuk ditinggalkan. Di usia senjanya, Nenek Mydita bertekad menghabiskan sisa hidupnya di sana.

Sehingga Tuan Liang beserta istri dan anaknya yang sering mengunjunginya pada akhir pekan atau saat libur hari raya.

Kue-kue sudah selesai dibuat. Nenek Mydita lalu beralih untuk membersihkan kamar yang akan digunakan menantu dan cucunya. Saat hendak membuka pintu kamar, samar telinga Nenek Mydita menangkap suara petikan alat musik. Sebuah lagu sendu mengalun menusuk dalam sukma.

Awalnya nenek mengira itu adalah suara *Sitar yang sering dimainkan oleh Haman tetangga sebelah rumahnya. Haman, pria berusia hampir sembilan puluh tahun, semasa mudanya adalah pemain Sitar kerajaan.

Kian lama suara musik itu kian mengusik perasaan Nenek Mydita. Suara musik sedih itu seakan sedang memelas padanya. Dan suara itu seperti berasal dari dalam rumahnya.

Nenek Mydita mengurungkan niatnya membuka pintu kamar. Dengan seksama dia mencoba menajamkan pendengarannya untuk mencari tahu asal suara. Sepertinya itu berasal dari ruang penyimpanan warisan keluarga.

Sebuah ruangan di lantai dua rumah ini menjadi tempat penyimpanan semua benda-benda berharga milik keluarga Mydita dari nenek moyang mereka terdahulu. Berbagai benda-benda *vintage berupa perkakas antik, alat musik, aksesoris, perkamen-perkamen, dan prasasti tersimpan rapi dan terawat di sini. Ruangan ini pun hanya di buka pada waktu tertentu atau sebulan sekali untuk melakukan pembersihan dan perawatan. Selain itu, hanya keluarga dekat Nenek Mydita dari garis keturunanya langsung yang boleh menyentuh benda-benda tersebut. Bahkan menantunya sekalipun tidak dibolehkan.

Suara musik petik itu terdengar semakin jelas saat Nenek Mydita telah berdiri di depan pintu ruangan.

'Siapa yang memainkan alat musik di dalam? Bukankah ini belum waktunya pembersihan?' batin sang nenek.

Perlahan nenek membuka pintu dan menengok ke dalam ruangan. Tak ada siapa pun di sana. Ruangan itu terlihat temaram karena seluruh jendela tertutup dan tidak ada akses cahaya untuk masuk.

Nenek Mydita menekan saklar lampu. Sunyi tak ada suara apapun. Hanya saja, wanita tua itu terkejut karena menemukan sebuah *Guzheng tergeletak di atas sebuah meja mini di tengah ruangan.

'Bukankah seharusnya benda itu tersimpan dalam lemari kaca? Siapa yang meletakkan di atas meja?'

Nenek Mydita mengambil Guzheng tersebut dan mengamatinya dengan seksama. Ternyata itu adalah alat musik yang diwariskan oleh neneknya lima puluh tahun lalu. Sebuah warisan yang tidak biasa yang harus dia jaga dengan seluruh hidupnya. Seperti itu petuah Tetuah-nya saat itu.

Diletakkan kembali alat musik itu di atas meja kemudian Nenek Mydita duduk bersimpuh di lantai. Sejenak berdiam diri mengingat semua kejadian puluhan tahun lalu. Dengan tangan bergetar, Nenek Mydita memetik senar Guzheng sekali. Suara denting ringan senar memecah keheningan.

Sekelebat hawa dingin berembus masuk menguarkan aroma pekat alam. Dengan mata tertutup jemari sang nenek lincah menggeletarkan setiap helai senar, menciptakan sebuah alunan lagu penuh nada mistis seolah memanggil ingatan yang telah lama terkubur dalam ingatan.

Hampir setengah jam nenek beraksi seperti orang yang kehilangan kesadaran, hingga lagu berakhir dan wanita tua itu tersentak membuka matanya. Dia seperti baru terbangun dari mimpi.

Diraihnya Guzheng itu dan diusapnya dengan lembut.

"Aku tahu, sudah saatnya kamu berganti tuan. Sudah saatnya dia mewarisimu untuk melanjutkan pencarian itu," gumam Nenek Mydita lembut sambil terus mengelus benda tersebut sepenuh hati.

Bersambung ...

🍁🍁🍁

*Guzheng : salah satu jenis alat musik petik dari Cina

*Sitar : Alat musik dari Asia Selatan.

*barang vintage : barang-barang yang dibuat periode tertentu.

Terima kasih buat manteman yang sudah mampir di kisah Adalyn/ Jun. Semoga terhibur ☺