webnovel

Nurlela

Suara piring beradu terdengar gaduh, aku tahu istri ku dengan kesal mencuci piring piring kotor nya,sehingga terdengar berisik di telinga ku.

"Nur bisa gak pelan pelan nyuci piring nya, apa gak takut nanti pada pecah semua" aku mencoba mengingat kan,  walau pun aku tahu Nurlela istri ku itu akan menjawab tanpa titik koma dan suara yang keras terdengar ke kampung sebelah.

Nurlela menengok ke arah ku, dia diam ternyata ,melanjut kan pekerjaan nya dengan suara yang masih gaduh, bahkan ku dengar tambah berisik, tutup panci, sendok garpu dia banting setelah dia menyabuni, dia tahu rupa nya barang kaleng itu tak akan membuat nya pecah .

Ternyata perhitungan ku salah hehehe, biasa nya sedikit saja aku ingat kan, dia akan menjawab nya dengan panjang tanpa jeda.

Tapi kali ini dia hanya melihat ku sekilas saja dan tentu dengan muka yang di tekuk .

Ku sulut rokok yang entah ke berapa batang sudah ku bakar, kopi yang tinggal dedak nya pun aku teguk lagi, sampai ampas nya nyangkut di kumis ku yang memang sudah panjang tak terawat.

Kulihat Nurlela kelar mencuci piring dia menyapu keringat di kening dengan ujung daster kebangsaan nya.

Sehari hari selalu daster itu dan itu yang dia kenakan, apa tak ada yang lain selain baju kedodoran motif bunga yang sudah lusuh yang menjadi paforit nya

Salah nya di mana ,?

Padahal kalau saja dia mau bersolek sedikit saja, Nurlela itu masih cantik, rambut ikal nya panjang, dan hanya di jepit dengan japitan rambut berwarna hitam, bentuk kupu kupu yang sayap nya sudah rombeng.

Hidung nya bangir mirip artis India yang piguran nya lah, tapi tetap kan mancung kalau orang India,

Kulit sawo matang, ada lesung Pipit di pipi kanan nya,

Badan nya tidak kurus juga tidak gemuk, cukup lah bila di lihat oleh pandangan ku sebagai suaminya,

Kalau tersenyum akan terlihat sederet gigi nya putih ada gingsul d atas sebelah kanan, justru itu yang membuat dia terlihat manis.

Melahirkan dua orang anak, hasil karyaku tak membuat Nurlela menjadi tua, dia tidak suka berdandan tapi dia pandai merawat diri.

Kadang orang menyangka Nurlela masih usia belasan tahun.

Padahal sudah seperempat tahun lebih usia nya kini.

Sayang si daster itu saja yang melekat di tubuh nya.

Aku menarik nafas panjang.

Tak bosan sebenar nya menatap wajah Nurlela.

Tapi yang membuat ku bosan adalah apa yang dia keluar kan dari mulut nya yang kulihat mungil dan sexy.

Dia bawel, cerewet, tak bisa membuat orang lain di beri kesempatan untuk membela diri.

Dia membalikan badan nya menatap ku tajam dan berjalan ke arah ku,  memang salah satu kelebihan Nurlela adalah dari sorotan matanya yang tajam dan orang-orang berkomentar mata dia mata elang yang siap menerkam mangsa.

"Sudah berapa batang yang abang hisap itu rokok ?" Ketus Nurlela menegur ku, terbatuk karena kaget dan hampir saja rokok yang tinggal separuh itu mental bila tidak cepat aku mencapit nya keras.

Aku menggeleng.

"Jangan terlalu bang merokoknya, bukan karna sayang uang nya tapi kan lebih baik di kurangin, tak baik juga buat batuk Abang tuh" lanjut Nurlela agak melunak suara nya

Aku mengangguk.

"Hey bang! jangan hanya mengangguk menggeleng, empeut aku liat nya" kali ini tinggi lagi nada suara perempuan di depan ku itu. Pake pukul meja di depan ku, kaget nya aku sampai ku elus dada bidang ini.

"Jangan keras keras Nur ngomong nya,abang bisa jantungan" pinta ku..ku matikan putung rokok ke dalam gelas sisa kopi yang tinggal ampas nya.

"Harus nya abang sudah kuat dengar suara Nur, istri ku membela diri.

Dia faham bila suara nya memang lantang .

"Ya ya abang faham Nur " aku akhir nya menyetujui apa yang dia katakan,dan memang aku lah yang selalu mengalah selama ini .

"Jadi gimana bang, aku sudah tak tahan lagi "

Nurlela melanjut kan ucapkan nya dia menarik kursi mendorong nya mendekati tempat duduk ku,

"Apa nya yang gimana Nur ?" Tanya ku tak mengerti apa yang dia maksud.

"Keadaan kita bang! Kehidupan kita ini!"

dia terdiam sejenak,seperti nya mengingat dulu apa lagi yang akan dia katakan padaku.

"Abang kok tidak peka, apa abang tak melihat rumah kita seperti apa, aku tuh gak tahan lagi bang!" Dia kibas kan anak anak rambut yang menutupi hidung bangir nya.

"Abang peka Nur, iya Abang tau, rumah kita harus di perbaiki " akhir nya aku tau apa yang di maksud Nurlela.

Ku lihat sekeliling dapur dan kamar mandi, langit langit yang hanya tertutup asbes yang sudah banyak tambalan nya, kamar mandi yang hanya ditutupi tembok kasar sekelilingnya.

Tersentuh sedikit saja tembok itu akan terjatuh pasir pasir yang menutupi tembok,

Belum lagi kondisi kamar dan ruang tamu, cat nya banyak yang terkelupas, kalau hujan rembesan dari celah langit langit triplek akan membasahi tembok diding nya, ahemamh bangunan lama  rumah ini.

Masih untung aku bisa membeli nya tahun lalu.

Dengan uang pinjaman di tempat ku bekerja

Hanya ini yang mampu aku beri pada anak istri ku, biar gak bayar kontrakan terus setiap tahun, tapi memang benar kata Nurlela rumah ini harus di renovasi.

Kepala ku tak gatal tapi aku menggaruk nya keras, entah apa yang ku rasakan.

Ingin rasa nya aku memenuhi apa yang istri ku ingin kan.

Tapi aku sadar gajih ku sebagai supir di sebuah perusahaan tak mencukupi kebutuhan keluarga ku.

*

Mungkin aku tipe laki laki acuh tapi butuh, aku memang selalu tak memperdulikan pekerjaan rumah yang hanya di kerjakan Nurlela, aku acuh dengan kesibukan perempuan yang menjadi istriku itu.

Tapi aku memang butuh, untuk di layani, mengganbilakn makan, minum atau membuatkan kopi.

Nurlela sebenarnya sudah bosan dengan kebiasaan ku, aku ini pemalas, dan parah nya, aku selalu susah bila di bangunkan dari tidur.

Sering Nurlela saking bosan nya membiarkan aku kesiangan bangun dan tergesa pergi ke tempat kerja.

Aku membawa mobil kantor ku ke rumah, dengan memakai seragam yang rapih, dan bekerja mengendarai mobil.

Orang menyangka aku karyawan perusahaan.

Padahal pada kenyataan nya, aku hanya seorang supir kantoran.

Bermodalkan wajah ganteng ku, sering juga wanita yang melihat ku sekilas, mendekati ku. Mereka mungkin saja melihat karena aku bermobil.

Padahal kenyataan aku memang kere, bahkan sangat kere.

Walau pun kebiasaan yang cerewed, tapi Nurlela adalah istri yang sabar.

***

trimakasih sudah mampir membaca cerita saya, ikutin terus ya.

jangan lupa like & komen 🙏

Next chapter