webnovel

Ciuman Kasih Sayang

Jihan menghela nafas panjangnya. Ia baru saja membaca berita di internet jika calon ahli waris perusahaan Priatmoko Group, Noah Priatmoko baru saja resmi bertunangan dengan putri konglongmerat Union Bank, Elisa Pratama. Jihan mengenal kedua orang ini. Noah Priatmoko adalah mantan pacarnya dan Elisa Pratams adalah sahabat karibnya. Teman se-SMA dan sekampus.

"Hidup memang seperti roda yang berputar. Akan terus berganti seiring berjalannya waktu. Aku pun harus melangkah maju! Semangat wahai diriku! Semangat Jihan!"

Jihan menutup pintu loker kerjanya usai berganti seragam toko.

Jihan nampak cantik dengan seragam toko yang didominasi warna hijau muda itu. Kulit putihnya semakin bercahaya. Hari ini, ia siap dengan  penuh semangat untuk melayani para pelanggan toko!

***

OneMart pukul delapan pagi.

"Kadang aku suka tidak yakin jika mbak Jihan ini seorang kasir." Kata teman kerja Jihan yang satu shift dengan dirinya. Namnyanya Lea.

"Lha memang kenapa, Lea?" Tanya Jihan pada gadis enerjik setahun lebih muda darinya itu.

"Mbak Jihan cantik, putih, mata besar, wajah mulus, mirip artis Korea, tapi malah memilih menjadi seorang kasir. Padahal wajah-wajah seperti mbak Jihan ini, lebih cocok jadi model loh." Kata Lea.

Jihan tersenyum. "Ya bagaimana dong, aku mentok hanya bisa jadi kasir?"

"Serius atuh, Mbak..."

"Kalau kau besok bekerja di entertainment, jangan lupa rekomendasiin aku pada produser film ya? Kali saja ada yang meminangku menjadi artis. Model iklan juga tidak apa-apa deh."

"Haha, beres deh, Mbak!"

Pagi hari diawali dengan tawa. Bekerja itu tetap ikhlas dan penuh semangat meski banyak masalah pribadi yang menghadang. Tanggung jawab tetap yang utama.

Jihan yatim piatu. Ia hanya tinggal dengan adiknya yang sakit-sakit. Adiknya bernama Maura. Maura menderita gagal jantung sejak kecil. Awalnya ketika kedua orang tuanya masih hidup, semua berjalan dengan lancar termasuk dana untuk pengobatan Maura yang setiap hari harus tinggal di rumah sakit.

Namun, ketika orang tua Jihan meninggal dalam sebuah tragedi kecelakaan, semuanya berubah total. Asuransi jiwa yang sudah dicairkan peninggalan orang tuanya, sudah habis untuk biaya rumah sakit Maura. Rumah warisan yang dibangun sang ayah pun juga sudah digadaikan demi membiayai pengobatan Maura.

Masih untung Jihan kuliah memakai asuransi pendidikan, jadi ia bisa lulus dengan lancar tanpa harus memikirkan biaya.

Kini di usianya yang ke 23 tahun, Jihan sedang berusaha sekuat tenaga dalam menata kehidupannya. Masa bodoh dengan sang mantan yang bertunangan dengan sahabat karibnya. Yang terpenting saat ini adalah bagaimana tunggakkan biaya rumah sakit Maura bulan ini lunas dan ia bisa makan meski hanya harus menyeduh mie instant."

***

Pukul tiga sore, Jihan tidak menyangka jika ia akan kedatangan sahabatnya di tempatnya bekerja.

"Elisa, sebaiknya kau pulang saja jika tidak ingin belanja. Hormati pengunjung yang lain karena mereka sedang mengantri." Kata Jihan.

Elisa menoleh ke arah belakang dan benar, ada enam orang yang sedang mengantri menunggunya.

"Tapi aku perlu bicara denganmu, Jihan!"

"Hah, jika kau mau, tunggu sejam lagi!"

"Iya, aku akan menunggumu." Elisa berjalan keluar toko dan duduk di kursi depan toko sembari menunggu Jihan selesai bekerja.

Sejam kemudian, Jihan keluar toko dan segera menemui Elisa.

"Aku pikir kau sudah pulang karena bosan terlalu lama menunggu seorang kasir yang sedang bekerja." Ucap Jihan.

"Jihan pedas deh bicaranya. Padahal aku ini temanmu." Elisa memonyongkan bibirnya.

Jihan tersenyum. "Maaf-maaf, hanya bercanda! Ini, minumlah!" Jihan menyidorkan susu kotak rasa coklat kesukaan Elisa.

"Waah, super pengertian memanglah hanya Jihan! I love you full pokoknya!"

Jihan menghela nafas lalu duduk di kursi depan Elsa. "Jadi, ada perlu apa kau menemuiku, hm? Sepertinya penting sekali sampai rela menunggu lama seperti itu?" Tanya Jihan.

"Menikahlah dengan Noah Priatmoko!" Kata Elisa.

"Hah?" Kaget Jihan. Prank apa-apaan ini?

"Ayolah, kau harus menolongku! Kau tahu sendiri kan jika aku ini hanya cinta sama Edo? Aku tak mungkin menikah dengan Noah! Kau gantikan saja diriku ya? Pleaseee!"

"Aku tahu kau dan Edo berpacaran semenjak kelas tiga SMA, tapi kau ini sudah resmi tunangan dengan Noah! Pestanya semalam, kan? Mana mungkin bisa dibatalkan!"

"Kata siapa tidak bisa? Bisa kok."

"..." Jihan menatap Elisa.

"Noah bilang, kalau kau mau menikah dengannya, maka pertunanganku dengan dia bisa dibatalkan." Elisa menatap Jihan penuh harap. "Maka dari itu, kau menikah saja dengan Noah! Lagian, kalian dulu kan pernah pacaran. Harusnya tak sulit bagi kalian yang sudah saling kenal itu." Tambah Elisa.

"Kenapa harus aku sih? Memang tak ada gadis lain apa?" Keluh Jihan yang masih keberatan.

"Noah bilang, dia hanya mau sama dirimu!"

Jihan merinding. Noah itu bukanlah laki-laki yang simple. Noah itu rumit serumit melepas tali yang acak-acakkan.

"Aku akan memberikanmu waktu, jadi tolong pikirkan saja dulu, Jihan." Kata Elisa.

"..."

Elisa menangis karena nampaknya Jihan enggan membantunya. "Aku tidak mau menikah dengan selain Edo. Aku ke Noah itu lebih nyaman sebagai teman. Aku sangat mencintai Edo. Kalau aku tak bisa bersama dengan Edo, lebih bxik aku mati saja. Huwaaa... hiks.. hiks. Semua orang jahat. Memaksakan kehendaknya kepadaku tanpa menanyakan bagaimana perasaanku!"

Jihan lagi-lagi menghela nafasnya. "Iya-iya, aku akan memikirkannya terlebih dahulu! Jangan mewek seperti itu, jelek sekali tampangmu itu!"

Elisa langsung mengusap air matanya dengan cepat. "Ini adalah kartu reservasi restoran gaya Eropa yang aku pesan untuk kalian berdua. Bicarakan hal ini dengan Noah ya nanti malam di dinner romantis kalian! Aku pergi dulu ya, mau menemui Edo yang mewek di rumahnya. Bye-bye sayangku, Jihan!" Senyum Elisa yang langsung kabur dari hadapan Jihan.

"Haiiishh, rubah betina itu! Sial, aku tertipu air mata buayanya! Haaah..." Jihan yang kesal pun menatap kartu reservasi yang diberikan Elisa kepadanya. "Bertemu dengannya ya? Sudah berapa lama aku tak menemuinya ya? Terakhir melihatnya sekitar dua tahun yang lalu saat wisuda. Haah.. aku terlalu banyak menghela nafas."

***

Malam harinya, Jihan dan Noah pun bertemu.

Tak ada yang menyanksikan ketampan laki- laki ini. Dari ujung kaki sampai ujung rambut, semuanya nampak sempurna. Soal uang jangan ditanya, laki-laki yang apabila gabut tak sengaja membeli helikopter ini adalah anak bungsu dari keluarga Priatmoko sang pemilik dari perusahaan terbesar di Asia, Priatmoko Group. Noah Priatmoko, mantan kekasih Jihan.

"Candlelight dinner sekelas restoran gaya Eropa dan kau datang hanya memakai kaos oblong dan celana jeans saja? Otakmu kau simpan dimana? Senang sekali mempermalukan dirimu sendiri." Ujar Noah.

"Yang malu kan aku, bukan kau. Jadi aku tak perlu repot memikirkan kata racunmu." Kata Jihan ketus.

"Masih saja sakit hati soal yang dulu, heh?"

Jihan menodongkan garpu kepada Noah. Noah menghindarinya dengan cepat dan menahan tangan kanan Jihan dengan erat. Noah menghela nafasnya dan memberikan tatapan yang dingin kepada Jihan.

"Ah, kau melakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukan Edo kemarin. Bedanya, Edo memukul wajahku." Noah melepaskan tangan kanan gadis berambut coklat panjang itu.

"Oh, aku tidak tanya tuh." Kata Jihan. Dalam hati wajar jika Edo memukul Noah. Edo itu sahabatan dengan Noah. Melihat kekasih Edo, si Elisa bertunangan dengan Noah, tentulah Edo akan marah besar.

"Aku tak mau basa-basi. Aku yakin kau sudah mendengar semuanya dari Elisa. Jadi bagaimana, mau langsung menikah atau pacaran dulu?" Tanya Noah.

Noah bangun dari duduknya. Ia berjalan santai menuju Jihan yang sedang duduk di hadapannya. Ia lalu menyentuh dagu milik Jihan agar gadis ayu ini menatapnya.

"Aku sarankan, lebih baik jika langsung menikah sajalah, toh dulu kita juga sudah pernah pacaran sebelumnya... Kita sudah tidak asing dengan ciuman, kan?" Kata Noah.

Jihan menahan emosinya dan menepis tangan Noah dari dagunya. Tangannya ditahan lagi oleh Noah dan kali ini pria itu mengunci tangan Jihan cukup erat.

Jihan dapat melihat wajah pria itu semakin mendekat, ia dapat merasakan kehangatannya, mendegar suara nafasnya, dan mencium parfum pria yang mahal dari tubuh pria itu.

"Hanya ini jalan keluarnya..." Bisik Noah. "Tak hanya kau bisa menyelamatkan kisah cinta sahabatmu, kau juga akan bisa membuat adikmu yang sakit-sakitan itu merasakan indahnya dunia luar." Lanjutnya.

"Apa maksudmu itu?" Tanya Jihan.

"Aku sudah menemukan donor jantung yang cocok untuk adikmu, jika kau setuju menikah denganku, maka prosedur pencangkokan jantung akan bisa segera dicanangkan." Jawab Noah.

Jihan kehabisan kata-kata. Ia hanya bisa membeku di tempat dan ditawan oleh kata-kata Noah yang menyebalkan. Ia ingin membantu Elisa, tapi ia tidak ingin lagi berhubungan dengan Noah.

"Aku ingin seorang suami yang penyayang, bukan seorang dingin sepertimu. Menikah denganmu? Lebih baik kau bermimpi saja!" Kata Jihan.

Noah kemudian tersenyum sinis. "Kau selalu saja jual mahal.. Apa kau tak ingin melihat usia adikmu bertambah?"

"Aku sudah bilang, aku ingin seorang suami yang penyayang bukan orang dingin sepertimu yang gila dan— mmph."

Dan Noah mencium Jihan.

Jihan dapat merasakan bibir Noah yang dingin bertemu dengan bibirnya. Rasanya tidak seperti yang ia bayangkan. Ini bukanlah ciuman pertamanya, tapi rasa ini sungguh berbeda. Rasanya bibir dingin itu perlahan menjadi hangat. Ciuman itu adalah ciuman paksa dari Noah, tapi entah kenapa Jihan tidak ingin ciuman itu untuk berakhir.

Noah melepaskan ciumnnya pada Jihan. "Sudah, kan?" Kata Noah. "Aku sudah menjadi penyanyang seperti yang kau inginkan. Jika kau masih kurang, kita bisa melanjutkannya di hotel setelah ini." Tambahnya.

Jihan menghapus bekas ciuman dari Noah. "Cih!" Kesalnya.

"Jadi, kau akan membantu Edo dan Elisa atau tidak? ... Ah, aku ubah pertanyaanku, kau sepertinya tak punya pilihan lain selain menikah denganku, kan?" Tanya Noah di atas angin.

Noah mengambil cincin dari dalam saku jas miliknya dan memberikannya kepada Jihan. Sebuah cincin berlian.

Jihan mengambil cincin berlian itu dan menyisipkannya pada jari manisnya. Ia sudah gila. Ia memang sudah sangat gila. Tapi ada sisi dalam dirinya yang merasa bahwa ia telah membuat keputusan yang tepat.

Ia ingin Elisa dan Edo yang sudah sangat banyak membantunya hidup bahagia dan lebih dari itu, ia ingin Maura, sang adik sehat dan berumur panjang.

"Meski ini pernikahan hitam di atas putih, tapi kau tetap harus mengikuti aturan mainku." Kata Noah.

"Aku ingin kehidupan pribadiku tidak kau campuri." Pinta Jihan.

"Oke. Tak masalah."

"Deal!"

***

Tolong sempatin buat like sama komen ya. Makasih sebelumnya. ❤

Next chapter