webnovel

SUAMI YANG KU RINDUKAN

Saat mimpi datang secara terus menerus dan menjadi kenyataan, akankah itu sebuah pertanda? Atau hanya sebuah ilusi belaka? Sedikitpun tidak terlintas dalam pikiran Inayah Saharah (24 th) wanita tuna susila bertemu dengan Yusuf (30 th) dalam razia malam. Yusuf seorang laki-laki dewasa yang selalu datang di dalam mimpinya.... Yusuf Hanafi seorang Ustadz di sebuah pondok yang mempunyai kelebihan indera ke enam mampu membaca pikiran manusia juga bisa melihat sesuatu yang akan terjadi. Hati Yusuf merasa terpanggil untuk menghibur dan membantu orang-orang yang akan mengalami takdirnya. Hingga pertemuannya dengan Inayah wanita yang hadir dalam mimpinya meninggal dalam kecelakaan. Akankah Yusuf bisa mengubah takdir Inayah yang akan meninggal dalam suatu kecelakaan seperti yang di lihat dalam penglihatannya?? Mungkinkah Inayah mendapatkan suami yang di rindukannya??

Nickscart_1 · History
Not enough ratings
32 Chs

SEBUAH CERITA

"Ustadz Ridwan? anda di sini? maafkan saya Ustadz, saya tidak tahu kalau anda di sini." ucap Zulaikah menganggukkan kepalanya memberi hormat pada Ridwan dan Yusuf.

Ridwan tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

"Temanku sedang lapar Umi, bisa minta tolong Umi menyiapkan makanan yang biasanya aku pesan?" ucap Ridwan pada Zulaikah pemilik rumah makan yang sudah mengenalnya.

"Iya Ustadz, segera saya siapkan." ucap Zulaikah penuh semangat memanggil seraya memanggil seseorang.

"Sahfi...Sahfiyah kemarilah Nak." panggil Zulaikah pada anak pertamanya yang bernama Sahfiyah Ummu pemilik dan pengelola rumah makan yang sebenarnya.

"Ya Umi ada apa?" sahut Sahfiyah dari dalam berjalan mendekati Zulaikah. Sahfiyah sangat terkejut saat melihat kehadiran Ridwan.

"Assalamualaikum, Ustadz." sapa Sahfiyah seraya menganggukkan kepalanya.

"Waalaikumsallam Sahfi?" tanya Ridwan ternyata sudah mengenal Sahfiyah wanita cantik berhijab dan pemilik rumah makan yang punya hati mulia.

"Sahfiyah, tolong temani Ustadz sebentar. Biar Umi menyiapkan makanan." ucap Zulaikah dengan tersenyum bahagia.

"Jangan Umi, Umi saja yang menemani Ustadz. Biar aku yang menyiapkan makanannya." ucap Sahfiyah merasa malu jika harus menemani dua laki-laki yang begitu terhormat.

"Biarkan saja Sahfi yang menyiapkan makanannya Umi." ucap Ridwan tidak ingin memaksa Sahfiyah untuk menemaninya.

Zulaikah menganggukkan kepalanya, akhirnya mengalah dan mengikuti Sahfiyah yang pergi untuk menyiapkan makanan buat Ridwan dan Yusuf.

"Ustadz, kita sudah duduk tenang di sini. Sekarang, tidak ada alasan lagi bagi Ustadz untuk tidak menceritakan semuanya tentang wanita yang bernama Inayah itu." ucap Ridwan dengan tersenyum menagih janji Yusuf.

"Ustadz masih ingat saja, bagaimana kalau Ustadz menceritakan lebih dulu siapa Sahfiyah?" tanya Yusuf dengan senyum terkulum.

Seketika wajah Ridwan memerah mendapat pertanyaan dari Yusuf tentang Sahfiyah.

"Seharusnya aku tahu, kalau aku tidak bisa lepas dari mata batin Ustadz." ucap Ridwan dengan perasaan malu karena Yusuf sudah mengetahuinya lebih cepat.

"Apa Sahfiyah yang ada di hati Ustadz saat ini?" tanya Yusuf dengan penuh ketenangan.

"Belum Ustadz, maksudku masih dalam taraf ke arah sana." ucap Ridwan tidak bisa lagi menyembunyikan apapun dari Yusuf.

"Insyaallah tidak ada halangan jika Allah telah berkehendak kan Ustadz? wanita dan pria di ciptakan saling berpasangan dengan jodohnya masing-masing." ucap Yusuf dengan tersenyum penuh arti.

"Apakah yang Ustadz maksud niatku itu tidak akan ada halangan? bagaimana ini Ustadz? kenapa sekarang membahas tentang diriku? Cukup Ustadz, ayolah ceritakan padaku tentang Inayah. Aku sudah penasaran." ucap Ridwan mengalihkan pembicaraan.

"Tidak akan ada halangan yang berarti jika kita punya niat yang sungguh-sungguh kan Ustadz?" tanya Yusuf masih memberi isyarat pada Ridwan.

"Ustadz benar sekali, sekarang kapan aku harus mendengar cerita yang sudah aku tunggu dari tadi." ucap Ridwan masih mengejar janji Yusuf.

Yusuf tersenyum menatap wajah sahabatnya yang akan segera menikah dalam waktu dekat.

"Ustadz, aku sudah tidak sabar lagi. Cepat ceritakan." ucap Ridwan dengan wajah serius ingin mendengar tentang Inayah.

"Dia Inayah wanita yang pertama kali datang ke dalam mimpiku, hanya sekali mimpi namun mimpi yang sangat lama. Hampir tujuh hari aku koma karena kecelakaan dan bermimpi tentang Inayah. Itu terjadi sepuluh tahun yang lalu saat aku berusaha dua puluh tahun. Saat itu aku sangat kritis dan hampir saja meninggal, jika tidak ada Inayah yang menangis memintaku untuk kembali ke dunia." ucap Yusuf menceritakan mimpi masa lalunya.

"Aku pernah mendengar cerita dari Abah kalau Ustadz pernah kecelakaan dan mengalami koma selama tujuh hari. Tapi aku tidak pernah mendengar Ustadz bermimpi tentang seorang wanita selama koma tujuh hari itu." ucap Ridwan semakin penasaran dengan cerita Yusuf.

"Apa Ustadz ingin tahu alasan apa yang di katakan Inayah saat memintaku kembali ke dunia?" ucap Yusuf dengan wajah serius.

Ridwan menganggukkan kepalanya dengan serius.

"Inayah bilang, Kamu harus kembali ke dunia karena kamu yang bertanggung jawab atas diriku. Hanya satu kalimat saja tapi sangat dalam artinya dan aku merasa itu adalah sebuah janji yang di minta Inayah dariku." ucap Yusuf seraya menghela nafas panjang.

"Mimpi yang sangat aneh sekali Ustadz, apa setelah itu Ustadz tidak pernah bermimpi lagi tentang Inayah?" tanya Ridwan dengan tatapan penuh.

"Tidak pernah lagi, tapi mimpi itu tidak pernah aku lupakan. Sampai sekarang aku masih mengingatnya dengan sangat jelas. Aku tidak bisa lupa dengan tatapan kedua mata Ini Inayah yang berkaca-kaca saat mengatakan hal itu." ucap Yusuf dengan suara pelan menyiratkan kesedihan yang mendalam.

"Tapi apa Ustadz yakin kalau wanita yang bernama Inayah itu adalah wanita yang ada di dalam mimpi Ustadz? sudah sepuluh tahun lamanya Ustadz? itu sudah terlalu lama." ucap Ridwan semakin tertarik dengan wanita yang bernama Inayah.

"Aku tidak bisa lupa dengan tatapan mata Inayah dan debaran jantungku seperti yang kurasakan sepuluh tahun yang lalu. Walau itu hanya sebuah mimpi, bagiku itu adalah hal yang nyata." ucap Yusuf tidak menutupi hati dan perasaannya.

"Kalau memang benar seperti itu, kenapa Ustadz membiarkan Inayah tinggal di sana? bukankah itu akan membuat Inayah masih tenggelam dalam kehidupan yang kelam?" tanya Ridwan ingin tahu alasan Yusuf yang sebenarnya.

"Permisi Ustadz." ucap Sahfiyah tiba-tiba datang dengan membawa makanan dan minuman pesanan Ridwan.

Ridwan menegakkan punggungnya dan menganggukkan kepalanya, merasa Sahfiyah datang bukan di waktu yang tepat.

"Karena makanan sudah datang, sebaiknya kita makan dulu makanan yang istimewa ini." ucap Yusuf dengan tersenyum seraya melihat wajah Sahfiyah yang sudah kemerah-merahan menahan rasa malu.

"Terima kasih Sahfi." ucap Ridwan sedikit gugup dengan tatapan Yusuf yang menatap Sahfiyah dan dirinya.

Dengan perasaan malu, Sahfiyah meninggalkan tempat dan kembali ke dalam.

"Dengar Ustadz, apapun yang Ustadz lihat jangan mengatakannya padaku. Biarkan, hubungan antara aku dan Sahfiyah menjadi rahasia Allah yang tidak aku ketahui." ucap Ridwan tidak ingin terpaku dalam kejadian yang belum terjadi.

Yusuf menganggukkan kepalanya sambil menikmati makanannya. Untuk sesaat, Yusuf memikirkan Inayah.

"Maafkan aku Inayah, belum waktunya bagimu untuk bertemu denganku lagi sebelum kamu menemukan sendiri jalanmu menuju kepadaku." ucap Yusuf dalam hati kemudian melanjutkan makannya.

Setelah beberapa saat Ridwan sudah menghabiskan makanannya dengan perasaan nikmat.

"Alhamdulillah, akhirnya aku merasa kenyang dan bisa mendengar jawaban dari Ustadz tentang pertanyaanku tadi." ucap Ridwan sambil membersihkan tangannya.

"Aku pikir Ustadz sudah lupa setelah menikmati makanan selezat ini." ucap Yusuf berniat mengalihkan pembicaraan tentang Inayah.

"Aku tahu Ustadz mengalihkan pembicaraan, tapi maaf aku masih pantang menyerah untuk mengetahui semua yang terjadi pada sahabat baikku." ucap Ridwan sambil memberikan tisu pada Yusuf.

"Apa pertanyaan Ustadz tadi?" tanya Yusuf pura-pura lupa.

"Kenapa Ustadz meninggalkan Inayah sendirian di sana? kenapa Ustadz tidak mengajak Inayah bersama kita?" tanya Ridwan dengan pertanyaan yang sama tapi kata-kata yang berbeda.