webnovel

suami yang dingin : pernikahan yang tidak aku inginkan

Berawal dari Kecelakaan yang melibatkan Livia dan Eri Pramudya sehingga Livia harus terjebak dalam pernikahan yang tidak ia inginkan. Pernikahan berlangsung cukup lama tanpa didasari rasa cinta dan pisah ranjang tentunya hingga pada satu saat terjadi kesalahan fatal. Akankah rumah tangga Eri dan Livia timbul rasa cinta? ikutin terus keseruan cerita ini ya

Natfika · History
Not enough ratings
6 Chs

Menebus Kesalahan

Dua hari setelah kecelakaan itu, Livia kembali mengunjungi Yu Surti yang masih ada di rumah sakit.

"Yu Surti, saya minta maaf sekali atas kecelakaan malam itu. Saya bingung apa yang harus saya lakukan sekarang, Pak Eri tidak menerima uang ganti rugi dari saya Yu, tetapi dia bilang urusan kita belum selesai" ujar Livia sambil memasang wajah lesu.

"Mbak Livia nggak salah, kecelakaan itu memang sudah ketetapan Tuhan. Mbak Livia juga tidak mabuk malam itu. Sudah jangan khawatir, Bapak itu baik hanya saja akhir-akhir ini masih sering emosi. Wajarlah mbak, beliau kehilangan istri yang baru dinikahinya selama satu setengah tahun, dan dia juga harus berpisah dengan Nona Kecil karena mertuanya itu terlalu ikut campur dan ingin memiliki Nona kecil. Baru saja malam itu Bapak berhasil membawa pulang Nona Kecil, eh malah kecelakaan" cerita Yu Surti.

"Amanda yang malang, lalu sekarang siapa yang merawat amanda ya? Apa Pak Eri bisa merawat bayinya sendirian ? lalu bagaimana pekerjaanya?" Gumam Livia dalam hati.

"Mbak, Mbak Livia mau menebus kesalahan mbak?" Yu Surti membuyarkan lamunan Livia.

"Bagaimana caranya Yu?" tanya Livia.

"Tolong gantikan saya merawat Nona Kecil ya mbak, saya lihat mbak Livia baik. Mbak Livia bertanggung jawab sama saya, nyatanya embak sekarang nemenin saya disini. Saya yakin mbak bisa merawat Nona Kecil dengan sabar. Kasihan Bapak mbak, kalau mertuanya tahu saya disini, bisa langsung diambil itu Nona Kecil"

"Tapi Yu, saya kan harus kerja. Tapi kan..." belum selesai Livia menjawab permintaan Yu Surti, suara Eri memotong pembicaraannya.

"itu yang sedang saya pikirkan dari kemarin, apakah bisa kamu merawat anak saya? apakah bisa saya percayakan Amanda sama kamu ? kamu sudah mencelakakan orang tetapi masih bisa memikirkan dirimu sendiri dan pekerjaanmu ? kamu akan saya gaji untuk merawat Amanda, jangan khawatir ! segera buat surat pengunduran diri dan segera datang kerumahku untuk menjaga Amanda" Eri memberikan kartu yang tertulis Alamat rumah, Nomor telepon rumah dan nomor Handphonenya.

"Tapi tidak bisakah saya berfikir atau berikan saya waktu untuk mencarikan orang yang bisa merawat Amanda selain saya pak ?" Livia masih melakukan negoisasi.

"Saya tidak mudah percaya dengan orang, saya sedikit percaya sama kamu karna saya melihat itikad baik dan juga tanggung jawabmu atas insiden kemarin. Tidak ada waktu lagi, saya sudah 2 hari tidak ke kantor karena merawat Amanda. Besok pagi saya tunggu kamu dirumah" Eri tampaknya tidak memberikan kesempatan kepada Livia untuk berkata tidak.

"ya tuhaaaaan kenapa jadi seperti ini sih, ini semua gara-gara karina, siwi dan naura ! kalau bukan karena mereka aku tidak akan menanggung semua ini. Besok aku harus merelakan pekerjaan kantorku dan beralih menjadi baby sitter, jika mama papa tahu apa yang akan terjadi selanjutnya ?" ujar Livia kesal.

**

kriiiiiiiiiiiiiiiiiiiiing....

alarm jam Livia berbunyi menunjukan pukul 05.30, ia segera bergegas ke kamar mandi untuk bersiap-siap kerumah Eri Pramudya, lelaki yang memaksanya menjadi pengasuh bayi. Hati Livia tiba-tiba menjadi sangat benci kepada Eri, ia merasa apakah Eri memanfaatkan situasi ini agar ia tak perlu susah payah mencari pengasuh untuk bayinya. Memangnya siapa dia ? seenaknya saja menjadikannya baby sitter dan tidak mau diganti rugi dengan uang.

Pukul 06.30, Livia sudah bersiap menunggu Grab yang ia pesan.

"Liv, kamu tumben minggu pagi begini udah mau pergi. Mau kemana ?" suara dari balik Pintu ruang makan.

"eh mama, Livia hari ini ada kegiatan sama anak-anak kantor ma jadi Livia berangkat pagi sekali" Jawab Livia bohong.

"Yasudah, take care sayang" sembari mencium kening Livia.

"iya ma, ma Livia berangkat ya, grabnya udah dateng" teriak Livia sambil berlari kecil menuju Grab.

**

Sampailah Livia ke alamat yang tertulis pada kartu, ia sempat tercengang karena ternyata itu adalah sebuah perumahan elite dengan gaya rumah Eropa. Rumah bercat putih dengan gerbang yang sangat tinggi, membuat Livia ragu untuk masuk kedalamnya. Livia kemudian mencoba hubungi nomor handphone yang tertera pada kartu tersebut.

"Halo Selamat pagi?" Suara tegas eri terdengar dari speaker handphone Livia.

"Pak Eri saya sudah sampai depan rumah. Alamat rumahnya sudah betul kan pak?" Livia kembali memastikan.

"sepertinya aku tidak mungkin salah menuliskan alamat tinggalku sendiri. Tekan Bel dan Masuklah, nanti ada pak Budi satpam rumahku yang akan mengantarkan kamu ke dalam" sahut Eri.

ting tong..

Terlihat dari sela-sela pintu gerbang pak budi sedang membuka pintu untuk Livia dan mengajaknya masuk. Livia masih tertegun melihat rumah besar itu.

"oh ternyata orang kaya, pantas saja uangku tidak diterima. pantas saja pak eri memaksakan kehendaknya. hufht... semoga tidak akan lama aku bekerja disini" gerutu Livia.

"Bu Livia tunggu disini, Bapak segera turun. Oh iya, ibu mau minum apa ? biar saya suruh Jumi buatkan minuman" Pak Budi dengan ramah menawarkan kepada Livia, tetapi di tahan oleh Eri yang saat itu sudah menuruni tangga.

"Gak usah Pak Budi, saya ingin segera memberi tau Livia tentang tugas-tugasnya selama disini. Di meja juga masih ada air mineral, minum itu saja. Livia bukan Tamu disini" Jawab Eri ketus.

Livia hanya diam sambil menahan kekesalan.

"mari saya tunjukan ruangan Amanda, dan beberapa ruangan di rumah ini" Ajak Eri pada Livia.

Mereka berdua berkeliling rumah, Eri menunjukan sudut-sudut penting dirumah tersebut hingga sampailah di lantai dua.

"ini kamar amanda, dan sebelahnya adalah kamar kamu. Kamar kalian berdekatan jadi kalau tengah malam amanda menangis kamu bisa langsung mendengarnya" Eri menunjukan dua ruang kamar yang bersebelahan.

"Tunggu tunggu, Kamar saya ? maksud Pak Eri, saya tinggal disini?" Livia tampak kaget.

"kamu disini menggantikan tugas Yu Surti, dia tinggal disini, dikamar pembantu. Masih baik saya kasih kamu kamar tamu, bukan kamar pembantu" kata Eri sambil membuka pintu kamar Amanda.

"tapi Pak, apa yang harus saya katakan kepada orang tua saya ? mereka pasti sangat shock tahu anaknya keluar dari pekerjaan lamanya kemudian jadi baby sitter ? lalu harus tinggal di rumah orang seperti pembantu ? saya tahu saat ini saya sedang menebus kesalahan saya tapi tolong bapak jangan manfaatkan saya" Livia masih tidak terima.

rrrrrrt rrrrrrrt rrrrrrrrt....

suara handphone Eri bergetar, ia sesekali melihat tetapi tidak mengangkat. Sampai akhirnya Eri tidak tahan dan mengangkatnya juga.

"Halo Assalamualaikum, selamat pagi Mi ? Ada apa?" Eri menjawab dengan lesu.

"Ri, apa yang kamu lakukan sama cucu Umi. Yu Surti kecelakaan dan kamu tidak memberitahu Umi ? Dari awal kamu jemput Amanda, Umi sudah tidak setuju. Kamu tidak becus merawat Amanda, Umi akan segera kesana mengambil Amanda" Terdengar suara seorang wanita yang sedang marah dari dalam handphone Eri yang membuat Eri panik dan tiba-tiba tercetus ide gila yang akan ia sampaikan kepada Mertuanya.

"Umi, saat kecelakaan terjadi, hanya Yu Surti yang mengalami luka, Amanda baik-baik saja. Lagipula saya dan calon istri saya bisa merawat Amanda, kami berdua akan menikah seminggu lagi. Cukup untuk Umi dan Abi selalu mencampuri urusan saya dan bersikeras untuk menjauhkan Amanda dari saya" Kata Eri tanpa pikir panjang.

Livia yang mendengar percakapan itu pun mengernyitkan dahi sambil bergumam dalam hati "Calon istri ? Menikah ? apa lelaki ini sudah gila ? baru satu setengah bulan istrinya meninggal. Apa dia selingkuh ? ah biarlah, bukan urusanku juga"

Tiba-tiba Livia dikagetkan dengan tangan Eri yang memegang pundaknya sambil berkata "Livia tolong saya, tolong saya Livia, ini penting sekali untuk masa depan saya dan Amanda"

"Saya bisa bantu apa pak ?" Tanya Livia.

"Livia, saya terpaksa bilang kepada mertua kalau saya sudah punya calon istri agar mereka tidak mengganggu saya dan Amanda. Mertua saya tidak ingin Amanda tinggal disini. Jadi tolong berpura-puralah menikah dengan saya. Lagipula dengan menikah, kamu tidak perlu bingung untuk menjelaskan kepada orangtuamu kenapa kamu harus tinggal disini" Eri Menjelaskan.

" Hah ! menikah ? Pak Eri jangan gila ya. Kita baru kenal selama beberapa hari. Saya tidak akan meneruskan semua ini. Silahkan bapak cari baby sitter lain untuk merawat Amanda, permisi saya pamit" kata Livia sambil berjalan keluar dari rumah Eri.

"Livia, kalau kamu tidak bersedia, saya akan melaporkan kamu ke polisi karena kamu mabuk dan mengendarai mobil sehingga mencelakakan kami. Livia pikirkan apa kata orangtua dan tetanggamu kalau tahu kamu dipenjara karena mabuk dan menabrak mobil orang" Ancam Eri.

Livia terhenti lalu balik badan dan entah apa yang membuat tangannya begitu ringan lalu menampar wajah Eri.

PLAK !

"Kurang ajar kamu Pak, kamu memanfaatkan saya dan situasi ini, saya permisi" Livia terisak sambil tetap berjalan keluar dari rumah besar itu. Dalam perjalanan pulang ia berfikir tentang apa yang dikatakan Eri.

"Eri, dia bukan sosok orang yang main-main. Kalau Eri benar akan melaporkanku, nama baik Papa akan rusak atau malah Papa bisa di copot jabatannya. Oh tidak, kenapa harus aku ? tidak cukupkah tuhan memberiku cobaan perceraianku dengan Nae saja, itu sudah cukup membuatku frustasi. Kenapa sekarang aku harus terjebak pernikahan dengan pria yang baru saja aku kenal" Gumam Livia dalam hati sambil menangis di dalam Grab.

**

Dengan pertimbangan yang matang akhirnya Livia menyetujui pernikahan itu, terutama atas dasar menjaga nama baik Papanya yang merupakan salah seorang pejabat.

Persiapan pernikahan pun dimulai, 3 hari lagi pernikahan tersebut berlangsung dan Livia masih tampak gelisah.