webnovel

Suami Pernikahan Percobaan : Si Cantik Pemuas Hasrat CEO Liar

“Dasar cowo brengsek! Gara-gara kelakuan lo sekarang gue jadi mabok-mabokan ngga jelas!” Setelah diputuskan pacar sebelumnya yang telah tega menguras habis tabungannya, Lisa Soewandi, seorang karyawati di sebuah perusahaan multinasional harus berjuang mati-matian demi menafkahi ibunya yang sakit dan adiknya yang masih kuliah. Muak dengan kehidupan yang tak berujung dan kondisi keuangan yang mengenaskan, Lisa memutuskan untuk memadu cinta satu malam bersama seorang pria tampan keturunan Eropa yang ternyata adalah bosnya sendiri, seorang CEO di perusahaan dimana ia bekerja. Demi tabungan yang terus kian menipis dan cibiran orang-orang yang mengolok-olok dirinya, Lisa terpaksa rela memuaskan nafsu liar CEO itu. Bahkan Lisa mulai berpikir menyetujui untuk menyerahkan dirinya menjadi istri seorang laki-laki binal demi menjaga kestabilan finansial hidup keluarganya. Pernikahan macam apa yang akan Lisa miliki hidup bersama CEO liar yang tak kunjung henti mempermainkan tubuhnya? Apakah maksud CEO itu mengajak Lisa untuk menikahinya? Apakah hanya untuk memuaskan fantasinya? Atau…

Renata99 · Urban
Not enough ratings
1177 Chs

Terlambat Bayar

Sesampainya di rumah, Lisa mulai merasakan tubuhnya sangat lelah dibading tadi di kantor. Ibunya sudah menunggunya di ruang makan. Wanita paruh baya itu kemudian berlari ke arah Lisa dan memeluknya. Air mata menetes di pipinya.

Lisa menepuk lembut punggung Ibunya itu dengan tatapan memelas. Wajah renta wanita yang berdiri di hadapan Lisa memancarkan kesedihan mendalam. Seolah tidak ada lagi hari esok untuknya.

Kemudian, Lisa mengantarkan ibunya ke kamar seluas 3x3 meter di samping ruang tamu. Di dalamnya, terdapat sebuah tempat tidur queen size peninggalan zaman ketika ibunya masih bersama dengan ayahnya. Kamar itu terasa sangat sepi dan menyayat. Jajaran foto – foto Lisa bersama dengan keluarganya masih terpajang di atas meja rias Ibunya. Dan yang paling membuat hati Lisa sangat menyayat, foto pernikahan ibu dan ayah.

Kumala duduk di tempat tidur usang itu bersanding dengan Lisa yang masih mengenakan baju kantornya. Wanita paruh baya itu masih menangis tersedu. Disekanya air mata Kumala itu dengan jemari – jemari lentik Lisa. Sambil berkata, "Sudah Ibu, jangan menangis. Lisa sudah pulang kok..."

"Maafkan Ibu yang semakin tua ini nak! Ibu sudah tidak tahu bagaimana menghadapi cobaan berat ini!" tangis Kumala. Kedua tangannya menutupi wajahnya.

"Sssh tenang bu, Ibu tidak usah khawatir! Lisa di sini. Lisa sudah tidak mabuk – mabukan lagi. Ibu tidak perlu bingung soal biaya pengobatan Ibu dan uang kuliah Bella."

Kumala memejamkan matanya dan menghela napas. Pikiran yang sebelumnya sangat keruh lambat laun menjadi lebih jernih. Lisa menyodorkan sehelai tissue untuk menyeka air mata Kumala. Diraihnya lembaran putih itu seraya berkata, "Pajak rumah nak..."

Kumala berhenti sejenak, mengeluarakan isakan yang tersendat. "Pajak rumah kita kena denda karena terlambat membayar... Kalau tidak segera dibayar, kita terpaksa pindah ke tempat lain..."

Seketika Lisa ingat bahwa ia lupa membayar pajak rumah yang seharusnya ia bayar sebulan lalu. Kesibukannya di kantor sebagai sekretaris pribadi presdir benar – benar membuatnya tidak mempunyai waktu. Setiap malam ia pulang dan harus istirahat, esok paginya berangkat lagi. Akhir pekan pun ia tak sempat gunakan untuk mengurus urusan rumah.

Lisa sangat menyesali perbuatannya kali ini. Gara – gara dirinya, pajak rumah terkena denda yang tidak sedikit pula jumlahnya. Bahkan gaji bulanan Lisa tidak cukup untuk menutup tagihan itu!

"Lisa masih punya uang tabungan kan? Ibu minta tolong, uang itu kau gunakan untuk membayar pajak beserta dendanya." "Maafkan Ibu sudah merepotkanmu. Seandainya Ibu masih bisa bekerja, kamu tidak perlu bersusah payah mencari nafkah seperti ini..."

"Tidak, tidak Ibu.. Jangan merasa bersalah. Lisa menyesal bulan lalu lupa bayar karena Lisa semakin sibuk di kantor..."

Lisa memandang Ibunya yang mengelus – elus kepalanya, sesekali wanita paruh baya itu merintih kesakitan. Mata Lisa mulai memperhatikan ada bekas luka di dekat dahi Ibunya yang tertutup rambut panjang beruban.

"Ibu kening ibu kenapa!?" tanya Lisa curiga.

"Ayahmu itu sakit jiwa nak. Bahkan surat cerai Ibu masih digantung olehnya. Tetapi ayahmu masih sering berkunjung kemari hanya untuk memukuli Ibu.."

"Lelaki bajingan!" sentaknya.

Lisa semakin geram dengan ayahnya. Terlebih sangat sulit baginya untuk melapor ke Polisi karena lagi – lagi harus berurusan dengan uang. Lebih parah lagi, Kumala adalah anak satu – satunya dan orang tua Kumala sudah lama meninggal. Kumala tidak punya saudara yang dekat dengannya untuk dijadikan tempat berlindung dari ayah Lisa yang kejam itu.

Kalau saja ayah Lisa tidak lari dan menikah dengan wanita jahat itu. Hidup Lisa dan keluarganya mungkin tidak se-terpuruk ini!

"Ibu tidak usah khawatir, besok Lisa akan bayar pajak rumah ini beserta dengan dendanya. Ibu istirahat saja, jangan terlalu memikirkan soal rumah, nanti Ibu sakit lho."

Sebenarnya Lisa tidak sampai hati bercerita yang sejujurnya kepada Ibunya bahwa uang tabungan yang sudah lama ia kumpulkan raib dibawa pergi oleh mantan pacarnya. Terlebih soal kehamilannya di luar nikah. Lisa tidak mau membebani perasaan Ibunya yang sudah lama hancur akibat ayahnya.

Saat ini yang ada di benaknya adalah kepada siapa ia akan meminjam sejumlah uang untuk membayar pajak dan dendanya? Oh seandainya uang tabungannya tidak raib, Lisa tidak perlu menambah beban pikirannya dengan masalah ini!

Setelah berbincang cukup lama tak terasa hari semakin larut, namun Kumala teringat ia belum menawarkan Lisa untuk makan malam. Sudah sebulan lebih Lisa tidak makan malam bersama Ibunya. Kumala mengajak Lisa untuk duduk di kursi meja makan, menyodorkan piring kosong beserta alat makan.

"Lisa, hari ini Ibu buatkan rawon untukmu. Dimakan ya?"

Kebetulan Lisa belum sempat makan malam selepas kerja. Sudah lama pula Lisa tidak mencicipi masakan Ibunya yang selalu bikin kangen. Wanita itu mengambil dua centong nasi, aroma rawon memenuhi rongga penciumannya, sungguh menggugah selera.

Dituangkannya kuah rawon yang aromanya semerbak itu. Potongan - potongan dagingnya sangat menggoda. Lisa menyendok nasi beserta kuah rawon itu dan memakannya dengan sangat lahap. Ibunya sangat senang melihat putri sulungnya sangat bersemangat menyantap hidangan tradisional itu.

"Lisa kelaparan ya?" tanya Kumala tersenyum.

"Lisa belum makan bu!" ucapnya. "Terima kasih banyak Bu sudah masak buat Lisa hari ini!"

Lisa bukan tipe orang yang dapat menghabisi makanan sebanyak itu dalam satu babak. Biasanya ia hanya mampu memakan satu piring nasi rawon. Namun hari ini Lisa sangat rakus, tidak seperti biasanya.

Kumala melihatnya mengambil porsi yang ketiga dengan terheran-heran. Baru kali ini Kumala melihat putri sulungnya makan dengan sangat cepat dan lahap.

Agak khawatir dengan putrinya, kumala bertanya, "Lisa, kamu sudah berapa hari tidak makan?"

Sejenak Lisa teringat bahwa ia tengah hamil muda. Tidak semua wanita kehilangan selera makan ketika hamil, seperti Lisa contohnya.

"Kamu tidak sakit kan Lisa?" tanya kumala khawatir.

"Oh tidak kok bu! Hanya saja seminggu ini Lisa sering lembur dan lupa makan malam. Ibu tidak usah khawatir, Lisa baik - baik saja kok!"

"Oh ya sudah kalau begitu. Dihabiskan ya Lisa? Ibu mau tidur dulu… "

Kumala pergi meninggalkan Lisa yang masih melahap nasi rawon ke kamarnya. Hampir saja Lisa memberitahu ibunya kalau dirinya hamil! Bisa celaka kalau ibu tahu pikirnya.

Sembari ia menghabiskan rawon buatan Kumala, Lisa kembali berpikir kepada siapa ia akan meminjam uang. Semakin hari hutang dan tagihan semakin membengkak saja.

"Kira - kira Andien dan Dimas ada uang nggak ya?" tanya Lisa dalam hati.

"Mau pinjem ke Dimas tapi dia lagi sulit dihubungi…. Mau pinjem ke Andien, kayaknya dia lagi ngga punya uang deh."

Lisa menghentikan kegiatan kunyah mengunyahnya dan berkata dalam hati, "Apa pinjem Oscar aja ya? Kan dia tajir banget. Eh enggak lah! Dia kan atasanku, nggak tau malu aja kalau sampai gue pinjem ke dia!"