22 22. Tangga Ujian

"Sayang, ayo sarapan sudah siap." Dari luar Eljovan berteriak memanggil Chiraaz yang masih ada di kamar.

"Sebentar babe, aku masih make up," jawab Chiraaz.

Walaupun sudah bangun sejak matahari belum terbit, nyatanya tidak bisa membuat Chiraaz pergi ke kantor tepat waktu. Bangun tidur, Eljovan langsung mengajaknya bertempur di atas kasur dengan durasi cukup lama. Meskipun enggan karena teringat peristiwa di rudapaksa waktu itu, Chiraaz tetap berusaha tenang dan melayani Eljovan.

Satu persatu peralatan make up sudah ia poleskan ke wajahnya. Chiraaz mematut dirinya di depan cermin demi sebuah penampilan elegant. Tiba-tiba ia teringat surat pengadilan yang jatuh ke bawah ranjang dan belum diambilnya.

"Ya Tuhan, semoga El tidak tahu," gumamnya, wajahnya berubah panik. Chiraaz segera membungkuk dan meraba-raba ke bawah ranjang. Surat itu masih tergeletak di sana, Chiraaz menghela napas lega.

"Thanks God, surat ini masih belum dibaca El," ucapnya.

Chiraaz terburu-buru memasukkan surat ke dalam tas dan menyelesaikan riasannya. Saat keluar dari kamar, Eljovan nampak sibuk mempersiapkan sarapan untuk mereka. Ketika melihat istrinya datang dengan penampilan sangat cantik, Eljovan menyunggingkan senyum lebar.

"El, terima kasih banyak," ucap Chiraaz.

"Untuk apa babe?"

"Semuanya sayang, semua yang kamu berikan padaku."

"Aku hanya memenuhi janji pernikahan kita. semoga ke depannya kita lebih baik," balas Eljovan menatap tajam pada Chiraaz.

"Aku sayang kamu, El."

"Aku juga Chiraaz."

Mereka melanjutkan sarapannya sambil sedikit berbincang membahas pekerjaan masing-masing. Eljovan terus memperhatikan gesture wajah istrinya yang nampak tenang tanpa beban. Sementara Chiraaz cuek saja dan tidak sadar dengan sikap suaminya.

Beberapa kali Eljovan menyindir Chiiraz dengan bercerita tentang pasiennya yang dituntut pengadilan karena kasus selingkuh. Tapi Chiraaz terlihat santai dan tidak bereaksi apapun. Eljovan mulai goyah atas kecurigaannya pada sang istri.

"Chiraaz, hari ini aku antar kamu ke kantor," kata Eljovan sambil bersiap mengenakan sepatunya.

"Loh, tidak usah El. Aku naik kendaraan umum saja," tolak Chiraaz.

"Sesekali aku ingin memanjakan kamu," ucap Eljovan.

"Ah, baiklah sayang," sahut Chiraaz seraya menahan air mata yang akan turun melintasi pipi.

"Sudah, ayo kita bekerja," ajak Eljovan.

Pria itu mengulurkan tangan dan membawa Chiraaz keluar dari rumah. Setelah mengunci rumah, mereka berjalan beriringan dan berpapasan dengan Aletha. Mereka saling menyapa lalu jalan bareng sampai basemen parkir.

Eljovan dan Chiraaz masuk ke mobil mereka lebih dulu. Aletha memperhatikan dari mobilnya dan melihat ada yang aneh dari tetangganya itu.

"Aneh, biasanya mereka tidak seperti itu," gumam Aletha lalu masuk ke mobilnya.

***

Sesampainya di kantor, Chiraaz buru-buru turun dari mobil. Tapi Eljovan tidak membiarkannya begitu saja. Suaminya itu terus menguntitnya hingga ke lobby kantor.

"Apa ini El?" tanya Chiraaz yang merasa sedikit kesal atas sikap suaminya.

"Apa? Aku hanya mengantar istriku," jawab Eljovan dengan santai.

"Hmmm, cukup sampai di sini sayang," kata Chiraaz, tangannya ia lipatkan ke depan.

"Kenapa? Kamu malu, hmm?" Eljovan menggerakkan dagunya.

"Tidak, bukan begitu sayang."

"Lalu apa?" Sebelah alis Eljovan terangkat.

"Kamu berlebihan El, bisa kita lanjutkan kemesraan ini di rumah?" Chiraaz mengulumkan senyum lebar sambil mengusap dada suaminya.

"Hmm, kamu tidak suka ya. Kalau orang tahu, bahwa aku ini suamimu."

"Tidak El, ayolah babe." Chiraaz mendadak gelisah melihat suaminya yang merajuk.

"Eheemm, permisi saya mau lewat." Suara Edward mengejutkan keduanya terutama Chiraaz.

'Mampus! Dia sudah datang.' Chiraaz membatin di dalam hatinya.

"P--pak Edward," sahut Chiraaz, sedikit menganggukkan kepalanya.

"Anda belum ada di ruangan? Ini sudah jam berapa?" Edward menunjuk arloji mahal yang melingkar di tangan kanannya.

Chiraaz refleks melihat jam, ia pun berpaling pada Eljovan dan berkata, "Sayang, aku sudah terlambat. Thanks untuk pagi ini, kamu membuatku bahagia."

"Ok," sahut Eljovan singkat, ekor matanya melirik pada Edward, ia bisa membaca ekspresi wajah pria itu yang tidak suka padanya.

Edward melangkah menuju pintu lift, Chiraaz masih berpamitan pada Eljovan. Edward sedikit menoleh ke belakang, dilihatnya Chiraaz yang memeluk suaminya erat. Seutas senyum tersungging dari sudut bibir Edward, otaknya merencanakan sesuatu untuk Chiraaz hari ini.

"Tunggu saja Chiraaz, ini hukuman karena semalam kamu kabur dari pestaku," gumam Edward. Pria itu langsung masuk ke dalam lift begitu pintunya terbuka.

***

"Chiraaz, kamu dipanggil Pak Edward ke ruang meeting." Manager Hars masuk ke ruangan Chiraaz.

"Meeting? Kenapa dia tidak menelpon langsung? Kenapa juga dia nyuruh kamu?" cecar Chiraaz.

Manager Hars hanya mengendikkan bahunya, lalu berbalik keluar dari ruangan Chiraaz. Matanya terbuka lebar dengan mulut yang menganga. Chiraaz segera membereskan tumpukan berkas, lalu mengambil ponselnya dan segera berlari ke ruang meeting.

Ruang meeting berada tiga lantai dari bawah, setibanya di depan lift Chiraaz terkejut melihat tulisan lift sedang diperbaiki. Sesaat ia berpikir keras, tidak ada jalan lain untuk sampai ke sana selain melewati tangga darurat. Saat tengah berpikir ponselnya pun berdering, satu pesan masuk dari Edward segera dibacanya.

[Your time just 5 minutes Chiraaz.]

"What? Apa dia tidak waras?" Chiraaz merutuk geram membaca pesan tersebut.

Bagaimana bisa dirinya melewati tiga lantai dalam waktu lima menit. Diliriknya sepatu high heels yang ia kenakan, nyalinya semakin ciut, tapi bayangan Edward memarahinya pun menakutkan. Tidak mau membuang waktunya untuk berpikir, Chiraaz segera berlari ke tangga darurat.

Baru menaiki beberapa anak tangga, Chiraaz sudah merasa kepayahan berjalan. Matanya terus memelototi layar ponsel, menghitung setiap detik yang dilewatinya. Tanpa berpikir panjang, ia melepaskan sepatu high heels dan menentengnya. Secepat mungkin Chiraaz berusaha berlari walau sesekali kakinya harus terantuk anak tangga.

"Ahhh, gila! Pak Edward memang menyusahkan, hufftt," gerutunya.

Dilihatnya lagi layar ponsel di genggamannya, dua menit sudah berlalu. Chiraaz memacu langkahnya untuk lebih cepat sampai di lantai kedua. Semua orang yang melihatnya berlari seperti dikejar setan mengernyitkan dahinya.

Chiraaz tidak peduli dan terus berlari, diabaikannya layar ponsel yang membuat fokusnya terganggu. Setelah sampai di lantai ketiga, keringat sudah bercucuran membasahi kening. Ia masih harus berlari ke ruang meeting yang ada diujung. Sudah empat menit berlalu, waktunya hanya satu menit lagi.

"Ohh no! Come on Chiraaz, you can do it girl!" Chiraaz membatin, tak dipedulikannya lagi rasa lelah yang ada. Ia terus berlari untuk sampai ke ruang meeting sebelum waktu habis.

Ceklek!

Tepat di menit kelima, Chiraaz sampai dan membuka pintu ruang meeting. Edward tersenyum tipis melihat asistennya menyembulkan kepala di pintu. Napas Chiraaz terengah-engah, keringat bercucuran deras, rambutnya sedikit berantakan.

"Hahahaha." Edward tertawa terbahak-bahak menyadari Chiraaz menenteng sepatu high heelsnya.

"Pa--k Edward," ucap Chiraaz dengan napas tersengal.

"Masuklah," titah Edward. "Kau telat dua detik dan harus dapat hukuman."

"Hah?!"

avataravatar
Next chapter