23 Hadiah

Danish terus menarik Marsha keluar dari kerumunan masyarakat yang antusias mengikuti acara demi acara yang diselenggarakan para panitia setempat.

''Kenapa kau lambat sekali?" ucap Danish tidak sabar kembali ke vila.

"Kedua kakiku tidak sama denganmu.'' Danish terhenyak mendengar ucapan Marsha.

"Makanya jangan mau pendek.'' Marsha diam menjawab tidak ada artinya karena mulut Danish tidak akan pernah bisa dikalahkan.

"Kenapa cepat sekali pulang padahal kita baru sampai di sini?" rutuk Marsha lalu duduk dengan wajah yang cemberut.

"Kita harus melakukan sesuatu di vila. Tadi kau sudah berjanji mau memberikan hadiah untukku!" Kedua bola mata Marsha terbuka lebar dia tahu arah tujuan ucapan Danish.

"Tapi terlalu cepat untuk kembali? Aku masih ingin menikmati acara ini Danish,'' rengek Marsha.

"Kau baru menyebutku apa? Danish?" tanya Danish tercengang.

"Tidak boleh aku menyebut namamu?" tanya balik Marsha sambil menatap Danish dengan wajah yang kesal.

''Boleh aja! Kau tahu aku senang mendengarnya.'' Marsha memalingkan wajahnya selalu kalah terhadap Danish jika berdebat.

"Menyebalkan!" kesalnya.

Danish tersenyum penuh kemenangan baginya setiap ucapan ataupun umpatan yang dilontarkan Marsha tidak pernah masuk ke dalam hatinya. Mobil sudah membelah jalan raya yang kecil tidak terlalu banyak kendaraan banyak melintas karena kota ini kecil dan hanya memiliki penduduk sedikit.

Sepanjang perjalanan Marsha menikmati pemandangan serta alam yang sejuk, dia biarkan wajahnya mengenai angin hingga anal rambutnya menari-nari hingga mengenai wajahnya.

"Kau suka alamnya tidak?" tanya Danish memecah keheningan.

''Ya suka,'' jawabnya singkat.

"Mau tinggal disini apa tidak?" tanya ya lagi.

"Mau! Tapi kalau bisa sendiri.'' Danish memicingkan matanya melihat Marsha yang begitu cuek terhadapnya.

"Kenapa harus sendiri?" Marsha langsung memperbaiki posisi duduknya dan menatap Danish sedari tadi sudah kesal.

"Enak sendiri tidak ada yang mengganggu!" Danish langsung tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban polos Marsha barusan.

"Kenapa tertawa?" tanya Marsha heran.

''Kau lupa bahwa kita sudah menikah? Mana bisa tinggal sendirian sementara kau sudah memiliki suami.'' Setelah mengatakan itu Danish kembali tertawa apalagi wajah Marsha terlihat memerah menahan malu.

''Menikah tidak harus bersama. Lagian siapa yang membuat peraturan harus bersama?" ucap Marsha lagi karena tidak mau kalah dari Danish.

''Pola pikiranmu harus aku ubah malam ini biar cepat dewasa!" tawa Danish sambil geleng-geleng kepala.

Marsha tidak tahu apa maksud perkataan Danish dia memilih memalingkan wajahnya keluarnya membiarkan angin kembali mengenainya. Hingga akhirnya mobil memasuki halaman vila kedatangan mereka berdua langsung disambut Pak Susanto dan istrinya.

"Selamat malam Tuan, Nona Muda!" sapa mereka berdua secara bersamaan.

''Malam Pak, Bu,'' balas Marsha halus.

''Bu Susan yang aku katakan tadi sudah dilaksanakan?" tanya Danish sebelum masuk ke dalam dan memastikan yang diinginkan sudah terwujud.

"Tentu Tuan Muda semoga anda dan Nona menyukainya,'' jawab ibu Susanto tersenyum lebar.

"Drama apa yang mereka lakukan lagi tanpa sepengetahuanku?" gumam Marsha dalam hati.

"Ayo kita masuk malam ini menjadi kasus yang panjang untuk kita berdua!'' Danish menarik kembali lengan Marsha dan menaiki anak tangga.

"Tuan Danish? Biarkan aku jalan sendiri!" jerit Marsha karena Danish terlalu kuat menariknya apalagi saat ini mereka berdua berada di tangga.

''Oh ya aku baru ingat kalau kau itu pendek baiklah sesuai permintaanmu akan aku lepaskan malam ini.'' Marsha sedikit lega karena tangan Danish besar serta lebar dari sangat mudah untuk menariknya.

Danish sudah tidak sabaran lagi ingin melakukan sesuatu yang belum pernah disentuh termaksud Marsha. Hampir satu jam berada di ruang ganti namun batang hidung Marsha sama sekali tidak muncul ke permukaan.

"Marsha kenapa kau lama sekali keluar?" teriak Danish dari balik pintu.

"Sebentar! Aku akan keluar tapi belum sekarang?'' balas Marsha suaranya bahkan hampir tidak terdengar.

"Kenapa kau lama sekali hanya berganti pakaian?" teriak Danish.

"Aku sedang kesulitan makanya tidak bisa keluar!" balas Marsha lirih.

"Marsha, sekarang kau mundur aku akan membantumu untuk masuk ke dalam.'' Kedua bola mata Marsha terbuka lebar tidak mungkin Danish masuk ke dalam sementara dia dalam keadaan polos.

"Tunggu, aku akan buka pintu lagian sudah selesai!" teriak Marsha lalu memunculkan wajahnya yang terlihat tanpa di poles make up sedikitpun di sana.

Danish sampai tercengang melihat kecantikan alami yang dimiliki Marsha. Walaupun sudah sering melihat tidak ada kata bosan justru kecantikan Marsha semakin memancar apalagi pakaian yang digunakannya sangat cocok untuk dia pakai.

"Tuan, aku minta maaf karena tidak berpakaian sopan di hadapanmu. Lagian aku kaget melihat isi kamar yang tiba-tiba berubah drastis?" Danish sama sekali tidak memperdulikan cara berpakaian Marsha.

Baginya mengetahui keadaan sang istri itu harus diketahui apalagi malam ini ada acara yang sedang menunggunya.

''Apa sudah boleh kita mulai sekarang?" tanya Danish langsung ke point.

''Apa itu?" balas Marsha polos.

''Ya Tuhan?! Jangan-jangan Marsha benar-benar tidak dewasa. Bagaimana mungkin dia tidak mengetahui arti semua hiasan yang ada dalam kamar ini serta isinya," umpat Danish.

Wajah tampan yang sedari tadi bahagia semenjak keluar dari kerumun masyarakat dan kini berada dalam satu ruangan yang dihiasi sebagus mungkin menjadi lemas.

''Maaf ya Danish aku sama sekali tidak tahu arti semua ini makanya aku tadi yang mengerti.'' Danish secara perlahan mendekati Marsha, menghadapi usia yang jauh dengannya butuh tenaga serta pola pikir cepat tanggap setiap ucapan yang dikeluarkan.

''Malam ini adalah khusus untuk kita dua seperti ini!" Danish mulai membuka satu persatu kancing yang digunakan Marsha.

"Apa yang ingin anda lakukan Tuan?" tanya Marsha kaget.

''Bukankah ini hadiah yang kau katakan tadi di alun-alun kota untukku?" tanya Danish berpura-pura tidak tahu namun kedua tangannya masih bekerja membuka setiap kancing yang melekat di sana.

"Apa?! Tapi saya sedari sudah mempersiapkan hadiah khusus untuk anda Tuan.'' Danish mendekatkan wajahnya agar bisa menyapu semua gelagat keluar dari mulut Marsha.

''Ayo tunjukkan hadiah apa yang ingin kau beri untukku Marsha?" cecar Danish.

"Tapi tangan anda coba lepas dari sana Tuan! Saya jadi sulit untuk bernapas jadinya?" keluh Marsha.

Danish sama sekali tidak memperdulikan ucapan Marsha dengan gerak cepat langsung membalikkan tubuh kecil itu langsung menghadap ke dinding.

"Kau terlalu banyak bicara dan menguji kesabaranku Marsha. Sekarang sudah saatnya kita melakukan hubungan lebih dari sini, bukankah ini tujuan kita datang kesini agar Nenek segera memiliki cicit.'' Marsha memejamkan kedua bolanya sudah saatnya dia menyerahkan diri kepada Danish. Sudah sepantasnya dia memberikan hak dan kewajiban bulir bening lolos mengenai wajahnya yang terlihat pucat.

"Sebelum kita memulai katakan hadiah apa yang kau berikan sebenarnya kepadaku ketika kita berada di alun-alun kota tadi?" tanya Danish halus dan tidak lupa tangannya tetap membuka satu persatu kancing pakaiannya.

"Ya Tuhan! Pikiran pria dewasa ini terlalu dalam padahal aku sudah mempersiapkannya jauh sebelum Danish mengatakannya,'' ucap Marsha dalam hati.

avataravatar
Next chapter