webnovel

That Day

"Sister Mayla," teriak Issac saat melihat Mayla.

Wajah kecewa Mayla berubah ceria melihat anak tujuh tahun yang sedang menggiring anak anjing jenis maltese shih tzu. "Lama gak ketemu, sekarang punya anjing, Kak?" Mayla berjongkok, mengulurkan tangannya untuk membelai anak anjing milik Issac. "Siapa namanya?"

"Mario, dikasih sama…" Issac menyuruh Mayla mendekat ke arah wajahnya. "I'm confused. What should I call him, uncle Kama or dad?" Bisikan Issac membuat mata Mayla membulat. Ada jeda untuk menjawab pertanyaan Issac.

"Auntie.."

"Eh, humm what's your mom said?" ujar Mayla cepat.

"Whatever I like," respon Issac dengan mata melihat ke arah Natasya dan Kama.

"Okay then, call him whatever you want." Mayla mengacak rambut Issac lembut. "Kamar aku dipake sama kamu, ya? Aku boleh gak ngambil barang-barang aku?"

"Kamar itu punya Auntie? Your smell so good," pujian Issac entah untuk kamar Mayla atau aroma tubuh Mayla. "But before that, wanna accompany me to swim? Aku punya kolam air di taman belakang." Mayla mengangguk, ia berdiri dan bersiap untuk menemani Issac. Sampai ucapan Issac membuat dadanya merasa nyeri.

"Mom, Dad, can I swim?"

Natasya tercengang mendengar celotehan Issac. Matanya was-was menatap Mayla yang diam membeku. Lain halnya dengan Kama yang mampu tersenyum.

"Of course, let me help you fill the water." Kama mengajak Issac pergi ke taman belakang.

"May, mau sarapan gak?" Natasya secepat mungkin mengalihkan rasa kecewa Mayla dengan pertanyaan basa-basi.

Tidak ada jawaban dari Mayla, pikirannya sudah terhisap kembali ke rentetan kejadian lima hari lalu di Budapest. Saat tangan Abi meraih tengkuknya, mendaratkan bibir miliknya ke bibir Mayla.

***

"Buka, May," titah Abi ketika Mayla tidak kunjung membalas ciuman Abi.

Mayla terpaksa memejamkan matanya, menyambut ciuman itu. Pasrah, kalau hari ini terpaksa ia membuka lagi lukanya, membuka tubuhnya untuk Abi.

Memang tak berapa lama setelah itu, tangan Abi membuka satu persatu kancing kemeja Mayla.

"La, kenapa gak pernah mau laporin Abi? Dia udah semena-mena sama lo," ucapan Kama terlintas di kepala Mayla.

Berikutnya Abi membuka kancing celana Mayla sehingga Mayla hanya terbalut oleh bra dan celana dalam.

"Cantik deh, La. Ribet banget mau ketemu Abi. Palingan juga ntar lo gak pake baju di depan dia." Kama menyindir ketika Mayla berkutat untuk mengganti bajunya berkali-kali.

Abi mengajak Mayla ke arah tempat tidur. Ia duduk di pinggir ranjang. Memandangi Mayla dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"May maaf," ucapan Abi membuat Mayla bingung. Apa maksud laki-laki dihadapannya ini?

Abi menarik tubuh Mayla, memeluk pinggang perempuan yang sudah ia sakiti terlalu dalam. "Kamu sehat, aku seneng. Bakeri kamu sukses ya? Aku sempet baca ulasannya. Kangen makan kue bikinan kamu."

Mayla muak diperlakukan seperti ini, seperti dicintai tapi tak dihargai. Ia mendorong tubuh Abi hingga jatuh di kasur empuk hotel. Mayla ingin semua ini segera berakhir. Tidak perlu izin dan aba-aba, Mayla naik ke atas tubuh Abi, bersiap melepaskan pelindung dadanya.

Tangan Abi menahan pergerakan Mayla. "Kalo aku mau main sama kamu malem ini, udah dari tadi aku bikin kamu ngejerit, May." Abi menarik tubuh Mayla hingga perempuan yang semula berada di atas badannya jatuh ke samping Abi. Ia membalik tubuh Mayla, membuka kait bra yang dikenakan Mayla agar bisa melihat hasil karyanya.

"A dream you dream alone is only a dream," ucap Abi.

Abi tersenyum, ia menyentuh tulang belikat sebelah kanan Mayla. Tato percobaannya dulu masih tercetak manis di tubuh Mayla. "Hasil karya kamu juga belum aku apa-apain." Abi mendekatkan tangan kirinya, menyatukan sambungan tulisan pada tato Mayla, "A dream you dream together is reality…"

"John Lennon." Bersamaan Mayla dan Abi mengucapkan sebuah nama yang membuat quotes itu. Mayla membalikkan tubuhnya menghadap Abi, ia membuka bra dan menampakan dadanya.

"Bi udahan nostalgianya?"

"Kenapa?"

"Kita beresin urusan ini. Aku muak Bi sama sikap sok manis kamu. Nyaris delapan tahun aku berusaha bangkit, ngubur semua tentang kamu." Mayla meringis pelan, mengingat semua hal yang sudah terjadi padanya selama beberapa tahun terakhir ini. "Kamu mau main hari ini sama aku, ayo kita selesaikan." Mayla tidak ragu untuk melepaskan ikat pinggang Abi dan membuka kancing celana Abi. Secepat mungkin ia mengubah posisinya agar segera naik ke atas badan Abi.

Abi mencegah setiap pergerakan Mayla yang membabi buta untuk menelajanginya. Mayla menolak setiap sentuhan Abi yang berusaha menghentikan apa yang seharusnya sudah mereka lakukan sejak tadi. Mayla tidak ragu melepaskan satu-satunya penghalang berbahan tipis pelindung area kewanitaannya.

"Mayla, stop!" Abi menghentak tubuh Mayla agar perempuan ini segera sadar akan perbuatannya. "Kamu sakit hati, aku paham. Tapi, gak gini cara kamu beresin masalah kita. Aku minta maaf, May." Abi menarik tubuh Mayla ke dalam dekapannya. Pemberontakan itu jelas ada, Mayla sudah lelah dengan semua luka dan trauma yang disebabkan oleh Abi.

"Maaf, please forgive me," ucapan Abi terasa seperti tusukan duri yang kembali mencuat di hati Mayla. Semua kilasan tamparan, tendangan, caci maki, hingga ludahan laki-laki yang pernah menjadi sandaran hidupnya kembali memasuki setiap sel saraf tubuhnya. Erangan kesakitan itu terdengar di mulut Mayla.

"Aku tau semua sikap aku di masa lalu gak bisa sembuhin luka kamu. Iya, aku tau semua kelakuanku salah. Aku minta maaf, aku bodoh nyakitin kamu, ninggalin kamu." Begitu lirih Abi mengucapkan setiap kata manis penuh pengharapan agar Mayla memaafkan dirinya. Perlahan ia menurunkan tubuh Mayla agar tertidur di sampingnya.

Dirapikannya setiap untaian rambut Mayla, "Maafin aku ya, May. Aku bodoh banget biarin kamu sendirian pas gugurin anak kita. Aku masih sayang kamu. Balikan ya, May. Nanti kita mulai lagi dari awal." Tangan Abi terulur untuk menghapus setiap tetesan air mata Mayla.

"Bapak. Bapak nyuruh aku ninggalin kamu. Bapak janji bantu ngembangin usaha aku kalo ninggalin kamu." Abi memulai ceritanya tanpa perlu menunggu respon Mayla."Aku dapet semua yang aku mau, pelan-pelan mimpiku terwujud tapi kosong tanpa kamu. Aku nyari kamu kemana-mana, May. Sampai suatu waktu aku liat ulasan tentang bakeri kamu. Aku seneng kamu bisa ngejalanin hidup seperti yang kamu mau. Aku gak mau tiba-tiba muncul gitu aja di LA. Hari ini, gak tau apa rencana Tuhan dipertemukan kembali sama kamu, rasanya lelah aku selama ini kebayar. Aku mau memperbaiki semuanya."

Mayla menatap Abi nanar, dia benar-benar tidak mengenali siapa laki-laki ini? Apa dia lupa betapa ringan tangan dan kakinya untuk menampar, menendang, menginjak, dan membentur tubuh Mayla ke dinding dulu? Mulut yang sekarang mengucapkan untaian kata manis, dulu berani mencaci, menyumpahi, dan meludahinya.

Bodoh katanya saat meninggalkan Mayla? Tangan yang sedang membelainya ini dulu mudah sekali melempar kantong kecil berisi obat-obatan penggugur kandungan lalu melangkah pergi tanpa pernah menengoknya lagi.

"Kamu…kamu sakit, Bi." Detik itu juga Mayla menyadari sikap Abi saat ini adalah tingkah laku yang perlu diwaspadai. Seperti seekor elang, Ia mengintai dan menangkap mangsanya untuk dibawa terbang tinggi melihat indahnya daratan, kemudian dijatuhkan dan dikoyak berkali-kali dengan gigitan menyakitkan.

"May.."

"Kamu beneran predator."

***

Mayla jatuh berlutut, dadanya sesak berkali-kali mengingat malam itu. Bekas luka fisiknya nampak samar tapi luka batinnya masih basah tidak pernah kering. Trauma itu tidak pernah hilang, meski nyaris delapan tahun ia selalu tampak baik-baik saja.

"Ce, itu Issac…" Kama menghentikan ucapannya. Matanya melihat jelas apa yang selalu ia takutkan terjadi pada Mayla, sekarang terlihat nyata dihadapannya. Mayla-nya kembali jatuh pada lubang menganga yang dikiranya tidak akan pernah hadir.

Natasya memeluk Mayla, direngkuh tubuh sahabatnya yang bergetar. Rasa iri dan cemburu semalam menguap, berganti dengan perasaan sedih. Bahwa sebenarnya Mayla sama saja dengan dirinya dan Kama. Trauma itu ada.

———————————————————————