webnovel

Analisa Pertama Joe

Joe tampak merapikan barang-barangnya. Mengenakan bajunya kembali setelah menerima telepon dari James. Cucu Kakek yang bernama Jatson tampak tak senang dengan keberadaan Joe yang bekerja di toko buku Kakeknya, namun ia tak bisa menolak karena ia sendiri tak membantu banyak di sana.

Seseorang menyapa ke arah toko, ia terlihat sedikit menguatkan suara karena tak melihat seorang pun di sana. Jatson yang merasa tak senang akan suara itu pun lantas melangkah mendekati toko untuk melihat siapa yang datang. Ternyata seorang polisi yang berpakaian lengkap, membuat Jatson berlari ke arah masuk untuk menghindarinya.

Joe memandang bingung akan sikap Jatson, ia pun segera melangkah menuju toko.

"Hai, Joe. Mengapa dia berlari saat melihatku?" tanya James dengan senyuman.

"Mungkin karena dia merasa bersalah. Hanya penjahat yang takut jika melihat seseorang berseragam polisi."

Keduanya pun pergi ke sebuah kafe yang berada tak jauh dari toko buku si Kakek. James terlihat lelah dengan banyaknya tindakan kriminal yang terjadi belakangan ini. Meskipun ia bertugas sebagai jurnalis kejahatan, namun ia tetap saja merasa lelah menghadapi masalah yang seakan tak pernah ada habisnya. Membuat dadanya sesak hingga ingin menjerit.

"Apakah kau tahu mengenai masalah yang dihadapi wanita yang berada di apartemen pahlawan?"

James tampak kaget dengan pertanyaan Joe. Ia pun kembali teringat dan segera meraih gantungan kunci yang bertuliskan junior Smith dan menyerahkan kembali kepada Joe.

"Entahlah! Aku merasa sudah tak zamannya lagi ancam mengancam."

Joe tampak memaksa James untuk menceritakannya. Dengan singkat James pun menceritakan apa yang terjadi. Seorang wanita yang berusia sekitar empat puluh tahunan dan berstatus guru. Ia memiliki pribadi yang baik dan ramah, setidaknya itulah kesan para petugas kepolisian terhadapnya.

Wanita itu mengalami banyak ancaman. Dimulai dari berupa surat kaleng yang terus datang, hingga akhirnya tindakan-tindakan aneh seperti mengotori meja kelas tempat ia mengajar dan mengirimkan pisau yang sudah dilumuri darah ayam. Serta foto dirinya yang dilumuri cat bewarna merah darah.

"Apakah kalian sudah memeriksa teman kerjanya?"

James mengangguk. Tak hanya menginterogasi mereka, bahkan pihak kepolisian menguji kejujuran mereka dengan alat dan mengambil sidik jari mereka. Dari semua itu, ada seorang wanita yang dianggap tak jujur, namun sidik jarinya tak ditemukan disemua barang ancaman.

"Apakah kau ingin mencoba menganalisa masalah ini, Joe? Sebaiknya tidak, joe. Aku tak ingin kau kembali merusak TKP."

Joe tampak tak memperdulikan James. Ia begitu asik dengan pikirannya. Satu tanda jika Joe tengah serius berpikir, wajahnya akan berubah dingin dengan jemari yang terus bergerak naik turun di atas meja hingga menimbulkan bunyi.

"Joe!"

Joe tersadar dari lamunannya. Dengan mudahnya ia berkata sambil tersenyum, "mungkin tidak ada ancaman. Dia hanya butuh perhatian. Kelainan psikologis mungkin. Aku harap kalian tidak menangkap wanita yang tertuduh tadi."

James hanya bisa tersenyum mendengar analisa Joe yang terlihat asal. Setelah melirik ke arah jam yang ada di tangannya, James pun berniat untuk pergi. Namun Joe segera bangkit dan menatap tajam ke arah seorang pemuda yang tampak tersenyum bangga dengan dua orang teman lainnya. Mereka begitu senang menceritakan hal lucu yang terjadi di kafe semalam. Yah, itu kejadian dimana Joe mendapatkan tamparan dan dipecat dari pekerjaannya.

Ketiga pemuda itu kembali membuat onar. Mata mereka menatap ke arah meja yang berisi dua orang gadis muda. Tersenyum penuh licik dan juga berbisik. Kemudian salah satu dari mereka mendekati gadis itu dan mengatakan sesuatu dengan suara yang begitu pelan. Gadis itu menolak dan menunjukkan wajah tak senang. Para gadis bangkit namun mereka menahannya dan menarik kasar memaksa mereka kembali duduk.

Joe yang masih merasa kesal akan tindakan pemuda itu pun segera bangkit dan berniat menghajar mereka. Sepertinya mereka masih mengenali Joe, hingga akhirnya mereka memilih kabur meninggalkan kafe.

Lambaian terakhir penuh kemenangan diperlihatkan pemuda itu. Tersenyum sambil mengejek ke arah Joe. Joe yang dikenal sulit mengontrol emosi pun dengan segera mengepalkan kedua tangannya, ia berniat mempora-porandakan meja kafe. Namun James dengan segera menahan tubuhnya dari belakang.

"Tenang, Joe. Aku tidak ingin kamu kembali di kirim ke kantor polisi karena kejadian ini."

Dada Joe bergerak naik turun dengan sangat cepat. Wajah putihnya kini berubah merah merata. Ia sangat begitu kesal saat ini. James yang sangat mengenal baik Joe pun kembali meminta Joe untuk membahas analisanya tadi. Bukan karena ia benar-benar ingin mendengar penjelasan Joe, melainkan karena ia tahu, Joe akan menjadi tenang dan fokus saat menganalisa sesuatu.

Benar saja, dengan segera Joe kembali tenang. Ia pun mulai menjelaskan satu demi satu alasan mengapa ia menyimpulkan tak terjadi ancaman dalam perkara ini.

Wanita yang dikenal baik itu memiliki sikap yang terlalu ramah, namun penghuni apartemen lain justru merasa risih akan sikapnya. Sampai-sampai si Nenek tua menggelarinya 'wanita tua sok muda' yang berarti bahwa wanita itu suka mencari perhatian banyak orang. Sedangkan sok muda, itu karena pakaiannya yang tak kenal usia. Menggunakan rok mini dan celana lea ketat untuk menutupi tubuhnya yang sedikit gemuk.

Tak hanya itu, jika ancaman itu juga dilakukan di sekolah, maka semua orang akan menduga bahwa si pengancam merupakan orang yang dekat dengan si korban. Hingga mengetahui letak kelas tempat dimana korban mengajar. Namun tak seorang pun dari pekerja disana yang memiliki sidik jari di barang ancaman.

Joe tampak mulai terpikat dengan alasan demi alasan yang Joe jelaskan. Namun baginya tetap tidaklah masuk akal. Karena ia tahu benar, Joe merupakan orang yang suka menganalisa dengan akalnya karena terlalu banyak membaca buku detektif dan fantasi.

James pun akhirnya menyudahi pembicaraan mereka dan kembali mengantar pulang Joe ke toko buku si Kakek.

"Belajarlah untuk menjaga emosi, Joe! Aku harap kau akan segera menemukan pekerjaan yang lebih baik," ucap James sebelum meninggalkan Joe.

Joe kembali ke toko buku, ia melihat pemuda itu mengancam si Kakek dengan pisau dapur milik mereka, seraya berkata, "pecat dia atau aku akan pergi selamanya!"

Joe dengan sigap melemparkan tasnya hingga mengenai Jatson. Membuat pisau di tangannya terlepas dan tercampak cukup jauh. Jatson menangis kesakitan sambil memegang lengannya yang terkena lemparan.

Sedangkan Joe membantu Kakek untuk kembali berdiri sambil bertanya, "apa yang terjadi?"

Kakek pun menjelaskan bahwa Jatson menuduh Joe melaporkan dirinya ke polisi. Itulah sebabnya ia mengancam Kakek untuk mengusir Joe dan melarangnya untuk kembali datang.

"Jangan takut, teman. Dia temanku yang bekerja di kepolisian. Kau hanya perlu bersikap baik dan aku akan melupakan semuanya."

Jatson terlihat kesal, ia pun berlari keluar rumah meninggalkan Kakek dan Joe. Kakek diminta beristirahat sedangkan Joe kembali sibuk membersihkan buku-buku yang ada di toko.