1 Pernikahan Saartje Vandenberg

Saartje Vandenberg tengah asik merias dirinya di depan cermin. Betapa cantik ia hari ini. Gaun putih yang dipakai begitu selaras dengan tubuhnya yang sempurna. Polesan bedak yang tak biasa membuat dirinya terlihat berbeda. Hari ini adalah hari bersejarah untuk gadis itu, ia memang harus terlihat lebih sempurna dari biasanya.

Ibunya, Gisela Vandenberg, begitu bahagia melihat putri semata wayangnya tengah bersolek di depan cermin.

Dia yang sedari tadi berdiri di ambang pintu kamar putrinya, perlahan mendekati Saartje. Saartje yang melihat ibunya dari cermin membalikkan badan lalu tersenyum manis.

"Hari ini aku sangat bahagia, Ma," ucapnya sembari memeluk Gisela.

"Saartje, Mama tidak menyangka bahwa kau akan menikah secepat ini. Mama rasa, baru kemarin Mama melahirkanmu," ujar Gisela mulai terisak.

"Sudahlah, Mama. Jangan menangis. Ini kan hari bahagiaku, tak pantas rasanya jika Mama menangis seperti ini," balas Saartje sembari menghapus air mata ibunya. Walau ia juga merasakan kesedihan yang sama, namun ia berusaha untuk terlihat bahagia.

"Sepertinya kita harus segera pergi ke gereja, Sayang. Apa kau ingin membuat calon suamimu menunggu lebih lama lagi?" goda Gisela. Saartje tersipu malu mendengar ucapan ibunya. Sementara itu, Gisela hanya terkekeh pelan.

"Apa yang kalian tunggu? Kita harus segera pergi!"

Terdengar suara seorang lelaki dari ambang pintu kamar Saartje. Mereka cukup terkejut dengan kedatangan lelaki yang cukup tua itu.

"Papa, bisa tidak sekali saja Papa tidak mengejutkan kami berdua?" protes Saartje pada lelaki yang disebut Papa itu.

Lennerd Vandenberg, lelaki itulah yang berhasil membuat anak dan istrinya terkejut. Lennerd hanya tertawa kecil mendengar ocehan sang anak. Lalu mereka memutuskan segera pergi ke gereja untuk melaksanakan pernikahan Saartje di sana.

Pasangan Vandenberg begitu bahagia saat melihat anak semata wayangnya terus tersenyum di perjalanan menuju gereja.

Kereta kencana milik keluarga Vandenberg yang mereka bawa dari Netherlands begitu elegan. Terbuat dari kayu jati yang berlapiskan emas. Tak jauh berbeda dengan kereta kencana milik Ratu Belanda. Kereta kencana itulah yang mereka pakai untuk mengantar sang pengantin wanita ke gereja.

***

Theodorus Koenraad, seorang lelaki yang sangat tampan tengah menunggu calon istrinya. Theo, panggilan untuk lelaki itu. Ia adalah anak lelaki satu-satunya dari pemilik perkebunan teh di daerah Bandoeng (Bandung).

Banyak gadis yang mengagumi ketampanan Theo. Namun hatinya memilih untuk mempersunting Saartje Vandenberg, seorang gadis cantik anak dari pemilik pabrik teh ternama di Buitenzorg (Bogor). Hanya Saartje yang mampu membuat hatinya luluh.

Ayahnya, Larry Koenraad yang mempertemukan Theo dengan Saartje saat mereka berkunjung ke Buitenzorg untuk melihat pabrik teh milik keluarga Vandenberg.

Kebetulan saat itu, Saartje dan Lennerd Vandenberg tengah berkeliling pabrik. Lennerd mengajarkan Saartje tentang cara menjaga dan memelihara pabrik.

Lelaki itu ingin Saartje bisa mengurus dan jadi penerus pabrik miliknya, namun Saartje sangat tak ingin menjadi penerus pabrik tua itu. Ia tak menyukai kebisingan yang diciptakan dari mesin-mesin di dalamnya. Saartje hanya mengangguk malas saat Lennerd terus berbicara mengenai pabrik.

Tiba-tiba saja mata Saartje tertuju pada beberapa orang yang mendekati mereka. Dia bertanya, "Papa, siapa mereka?"

Lennerd pun mengalihkan pandangan, mencari orang yang dipertanyakan Saartje. Betapa terkejutnya Lennerd saat melihat siapa yang datang. Seorang sahabat yang sudah lama tak berjumpa.

"Halo, mijn beste vriend! Bagaimana kabarmu?" teriak Larry dari kejauhan sembari merentangkan kedua tangan.

"Kabar baik, vriend. Kapan kau datang ke Buitenzorg? Apa kau tak mengajak Caroline kemari?" tanya Lennerd sembari memeluk sahabat lamanya itu.

"Aku datang kemarin pagi, Lennerd. Istriku itu sedang membereskan rumah baru kita. Hari ini aku dan keluargaku pindah."

"Apa kau serius? Kau akan tinggal di Buitenzorg? Lalu bagaimana dengan perkebunan teh milikmu itu?" Lennerd yang terkejut mendengar ucapan Larry langsung memberikan Larry banyak pertanyaan.

Larry menjawab, "Ja, aku akan tinggal di sini. Tenang saja, aku sudah menugaskan anak buahku untuk mengurusnya." Lennerd hanya mengangguk-anggukkan kepala saja.

Saartje menatap kedua orang itu dengan penuh kebingungan. Sementara itu, anak lelaki Larry terus menatap Saartje dengan tersenyum. Saartje tak sadar jika dirinya tengah diperhatikan.

"Oh, Lennerd. Ini anakku, Theo," ucap Larry mengenalkan anaknya kepada Lennerd. Lennerd juga mengenalkan anaknya, Saartje.

Theo dan Saartje saling berjabat tangan. Theo terus memberikan senyuman manis kepada Saartje, Saartje membalas senyuman Theo tak kalah manis.

Lennerd menyuruh Saartje untuk mengajak Theo berkeliling pabrik, sementara para orang tua akan mengadakan pertemuan di dalam pabrik. Tanpa menolak permintaan ayahnya, Saartje langsung menarik tangan Theo dan mengajak lelaki itu berkeliling pabrik, menikmati pemandangan teh yang tersebar luas.

Saartje begitu bahagia berada di samping Theo. Candaan dan godaan yang diberikan Theo membuat Saartje tertawa lepas hingga salah tingkah. Untuk pertama kalinya gadis itu menemukan seorang lelaki yang bisa membuat ia terus tersenyum. Padahal sudah beberapa kali sang ayah memperkenalkan Saartje kepada beberapa pemuda dari kalangan atas, namun tak ada yang mampu membuat Saartje sebahagia hari itu.

Lennerd dan Larry yang sedari tadi memandangi anak mereka masing-masing pun ikut bahagia. Selama ini, Lennerd tak pernah melihat Saartje tertawa lepas. Bahkan hal yang sama dirasakan oleh Larry. Mereka tersenyum melihat kebahagiaan anak-anak mereka itu.

"Larry!" seru Lennerd. Larry menatap Lennerd yang masih memperhatikan Saartje dan Theo.

"Apakah kau setuju jika anakku dan anakmu bersatu?" lanjutnya sembari mengalihkan pandangan ke arah Larry.

Mata Larry terbuka lebar, ia cukup terkejut dengan pertanyaan sahabatnya itu. Kemudian dengan gugup, dia bertanya, "Ma-maksudmu... kau ingin menjodohkan anakmu dengan anakku?"

Lennerd mengangguk mantap, mereka berdua pun tertawa lalu berpelukan. Mereka akan segera menjodohkan anak mereka dalam waktu dekat.

Tak lama setelah hari itu, keluarga Vandenberg dan keluarga Koenraad mengadakan pertemuan untuk membicarakan pernikahan anak mereka. Tentu saja Saartje dan Theo menyetujui perjodohan itu tanpa paksaan.

***

Pengantin pria sudah menunggu sedari tadi di depan altar gereja. Menantikan kehadiran sang pujaan hati yang akan segera menjadi pendamping hidupnya. Sudah cukup lama ia menunggu, namun si pengantin wanita tak kunjung datang.

Tak lama beberapa orang di luar gereja di buat heboh dengan kedatangan sang pengantin wanita. Theo mendengar hal itu, ia segera mempersiapkan diri.

Di luar gereja terlihat sebuah kereta kencana yang begitu mewah datang dari kejauhan. Setelah tiba di depan gereja, Saartje perlahan turun dari kereta kencana lalu mulai memasuki gereja dengan didampingi ayahnya.

Sang pengantin pria menyunggingkan senyum ketika pengantin wanita telah tiba di pintu gereja. Dengan gaun putih yang dipakainya, riasan wajah yang begitu cantik dan senyum yang terlihat sangat manis, pengantin wanita berjalan perlahan mendekati pengantin pria.

Dengan penuh kebahagiaan, Saartje Vandenberg berjalan menuju altar. Di sana terlihat calon suaminya yang tengah menunggu.

Theodorus yang tak sabar, berjalan menghampiri Saartje yang hampir tiba. Ia mengulurkan tangan, menggantikan posisi Lennerd Vandenberg yang semula berdampingan dengan Saartje.

Pakaian yang mereka kenakan begitu serasi. Upacara pernikahan berlangsung dengan sangat cepat dan tak terasa. Kedua mempelai sudah resmi menjadi pasangan suami istri. Saartje juga sudah resmi menjadi Nyonya Saartje Koenraad.

avataravatar
Next chapter