webnovel

BAB 6 : Kekhawatiran Cesi

"Begini saja, bagaimana jika kamu hubungi Luna lewat ponsel? Siapa tahu diangkat? Siapa tahu di toilet ada signal kan? Lebih baik di coba dulu." ucap Tika memberikan saran terbaiknya

***

-Toilet Gedung IPA-

Luna sudah selesai menggunakan toiletnya, ia membuka pintu bilik toilet dan langsung bercermin di depan wastafel. "Cantiknya aku." pujinya pelan pada dirinya sendiri. "Masa iya Bastian suka sama aku? Sampai Stella setakut itu jika aku merebut Bastian darinya?" sambungnya lagi pada diri sendiri sambil tersenyum merona.

Luna merapikan poninya sekejap dan berbalik hendak membuka pintu ruangan toilet Gedung IPA, namun ada yang janggal. "Terkunci?" tanyanya sangat pelan, yang ia tujukan untuk dirinya sendiri.

Luna membuka pintunya sekali lagi, masih tetap sama! Terkunci. Bagaimana ini? malah di dalam toilet hanya ada dirinya seorang lagi. Tidak, ia bukannya takut dengan hal-hal mistis, hanya saja ia takut pengap karena hanya ada satu jendela atas yang merupakan tempat ventilasi udara. Ia takut pingsan lebih tepatnya. Ditambah terkadang ia mimisan. Bagaimana jika tidak ada orang yang bisa menolongnya?

Brak! Brak! Brak!

Luna menggedor-gedor pintunya dengan raut wajah panik. Karena ia sudah mulai merasakan pengap. "T-To-l-ong..." rintihnya, berharap ada seseorang yang mendengarnya dan membukakan pintunya.

Luna bersimpuh di belakang pintu, ia menunduk dan meneteskan air matanya. Bagaimana nasibnya sekarang? ia merogoh saku roknya, sial! Ia lupa membawa ponselnya. Semakin pupus harapannya untuk bisa ditemukan disini. Ia hanya berharap Cesi mencarinya kesini. Tapi apakah mungkin Cesi se-khawatir itu jika dirinya tidak kembali?

Luna menundukkan wajahnya, tiba-tiba punggung tangannya dijatuhi sesuatu cairan berwarna merah. Ya, itu adalah darah. Darah yang keluar dari hidungnya. Tidak, sialnya ia harus mimisan lagi di waktu yang tidak tepat begini. Lalu bagaimana sekarang? Ia menengadahkan kepalanya dan pasrah, apakah ia akan terkurung disini sampai besok? Apakah ia akan bermalam di toilet gedung IPA? Ternyata The Angel Wings tidak memberinya ampun, padahal ia sudah bicara baik-baik dan meminta maaf secara sopan.

Haruskah ia mengadu pada Bastian tentang kelakuan calon kekasihnya itu?

***

-Ruang kelas XI IPA 1-

Drttt… Drttt… Drttt… Drtt…

"Tika! Sial banget ponselnya Luna tertinggal di kolong mejanya. Bagaimana ini?" tanya Cesi menatap Tika dengan tatapan khawatir.

Tika menadap Cesi dengan tatapan iba dan bingung harus memberi saran apa. Apakah Cesi memang harus mencari Luna ke toilet atau ke tempat lain? Tika sendiri bingung harus menyarankan apa pada Cesi.

"Aku juga bingung harus bagaimana Cesi. Kalau kamu mencarinya sendiri apakah kamu berani? Aku sepertinya tidak bisa menemanimu. Sepulang sekolah ini aku akan belajar kelompok lagi menyelesaikan tugas Biologi yang kemarin dengan kelompokku." ucap Tika merasa menyesal karena tidak bisa membantu Cesi. Pasalnya Cesi selalu membantunya ketika ia berada di dalam kesulitan.

"Iya Tika, tidak apa-apa. Mungkin aku akan minta bantuan Bastian untuk mencari Luna, karena setahuku kelompok Biologi Luna adalah Bastian Angkasa." ucap Cesi akhirnya menemukan jalan keluar. Semoga saja Bastian mau membantunya untuk mencari Luna, semoga saja Bastian berbaik hati dan peduli pada Luna. Walaupun ia tahu sendiri bahwa Luna bukanlah siapa-siapanya Luna.

"Nah, ide bagus! Ayo kamu datangi Bastian sekarang untuk meminta bantuan." ucap Tika langsung bersemangat mendengar solusi yang Cesi katakan. Kenapa ia tidak kepikiran sampai kesana tadi? Sepertinya otaknya lagi benar-benar buntu tadi.

***

Bastian sedang mengobrol bersama Andra teman sebangkunya, ia membicarakan tentang tugas Biologi yang akan dikumpulkan minggu depan. Bastian hendak bertanya pada Andra baru sampai manakah Andra mengerjakan tugasnya dengan kelompoknya? Apakah kelompoknya jauh tertinggal?

"Andra aku ingin bertanya sesuatu, ini tentang tugas Biologi. Apakah boleh?" tanya Bastian memulai percakapannya dengan Andra.

"Tentu saja boleh, memangnya apa yang ingin kamu tanyakan?" sahut Andra menoleh beralih menatap Bastian.

"Kelompokmu sudah mengerjakannya sampai mana? Apakah kelompokku jauh tertinggal? Aku tidak melihat Luna sejak tadi." ucap Bastian menoleh kearah meja Luna. Luna tidak ada disana, yang ada hanya Cesi, teman sebangku Luna.

"Memangnya kemana Luna? Bukankah dia sangat pandai di mata pelajaran ini? Tentunya kelompokku baru memulai mengerjakannya, ku yakin kelompokmu jauh lebih dulu selesai dibandingkan kelompokku." sahut Andra menjawab seadanya.

"Aku juga tidak tahu kemana Luna. Aku tidak melihatnya sejak tadi. Iya, dia memang sangat pandai dalam mata pelajaran ini. aku bersyukur dipasangkan kelompok dengannya." ucap Bastian mengakui kecerdasan Luna. Pasalnya memang benar Luna pintar di bidang Biologi, tak sepertinya yang tak pandai menghafal. Bastian hanya suka pelajaran Matematika dan Fisika, Kimia tidak terlalu juga.

"Nah itulah yang harus kamu syukuri Bastian, aku saja tidak seberuntung kamu yang mendapatkan teman kelompok secerdas Luna." sambung Andra lagi sambil tersenyum kecil.

Baru saja Bastian hendak menjawab perkataan Andra, suara seorang perempuan menghentikannya.

"Halo Bastian." sapa perempuan itu dengan ramah yang tak lain dan tak bukan adalah Cesi.

Setahunya Cesi adalah teman sebangku Luna. Ia hampir tak pernah bicara dengan Cesi jika tak ada keperluan dengan Luna. Cesi adalah siswi yang periang, namun ia jarang bicara dengan Cesi karena ia jarang dekat dengan perempuan di kelasnya.

Bastian akhirnya menolehkan wajahnya kedepan menghadap Cesi yang sudah berdiri di depan bangkunya, "Ya, ada apa… Cesi?" tanya Bastian sedikit ragu. Apakah Cesi berniat mendekatinya? Tidak! Ia hanya terlalu percaya diri. Tentunya Cesi pasti ada kepentingan dengannya maka dari itu menghampirinya kesini kan?

"Bastian, aku boleh minta tolong tidak sama kamu?" tanya Cesi tanpa basa-basi lagi. ia sudah sangat khawatir dengan nasib sahabatnya. Bagaimana nasib Luna? Dan dimana Luna sekarang? ia hanya takut terjadi sesuatu yang buruk terhadap Luna, ia tak akan pernah memaafkan dirinya sendiri jika itu benar terjadi.

"Minta tolong apa dulu? Kalau bisa dan masuk akal aku pasti akan dengan senang hati membantumu." sahut Bastian dengan nada sedikit cuek. Ia merasa aneh karena Cesi tibia-tiba menghampirinya dan malah meminta tolong padanya. memangnya taka da orang lain yang bisa menolong Cesi? Kenapa harus dirinya? apakah Cesi hanya modus? Apakah Cesi menyukainya? Banyak pertanyaan yang terkumpul di kepalanya yang sama sekali tak dapat ia jawab.

"Apakah harus masuk akal? Ini sangat penting buatku." ucap Cesi dengan nada khawatir dan sedikit memelas. Ia hampir menangis karenanya. Ia tak tahu lagi jika Bastian tidak mau membantu bagaimana nasib Luna. Ia tak tahu lagi harus meminta tolong pada siapa. Karena pasti semuanya sibuk hari ini mengerjakan tugas Biologi, dan hanya Bastian yang tidak sibuk karena Bastian berkelompok dengan Luna. Lunanya saja tidak ada, bagaimana mungkin bisa belajar kelompok?

"Kenapa harus aku yang menolongmu? Tak bisakah orang lain saja?" tanya Bastian masih dengan nada cueknya, seakan-akan ia tak peduli dengan masalah yang dihadapi Cesi. Namun sayangnya Bastian belum mengetahui apa masalah Cesi. Bagaimana respon Bastian jika ia mengetahuinya? Apakah Bastian akan tetap bersikap secuek itu?