webnovel

BAB 4 : Peringatan Serius

"Jika aku orang baik itu apa kamu juga akan membenciku?" tanya Stella yang membuat keenam pasang mata itu terkejut bukan main.

"Apa maksudmu Tuan Putri Stella?" tanya Raya terkejut dan tidak paham dengan pertanyaan Stella yang diluar dugaannya.

"Jawab saja Raya." ucap Stella dengan nada dingin dan menusuk, menatap Raya dengan tatapan tak bersahabat.

"Tentu saja tidak Tuan Putri Stella. Aku tidak akan pernah membencimu, apapun yang terjadi. Bukan hanya aku melainkan kita." ucap Raya dengan nyali yang menciut. Raya hanya takut pada Stella, tidak pada Naura apalagi Lisa. Ketua Geng The Angel Wings sangatlah berpengaruh besar di SMA Bintang.

"Sekalipun aku berbuat baik?" tanya Stella dengan senyum sinis menatap Raya dan memandang Raya dengan tatapan meremehkan. Dengan Lisa saja ia menggertak, dengan dirinya langsung ketakutan.

"Iya Tuan Putri Stella. Aku tak akan pernah membencimu." ucap Raya dengan nada menyesal. Ia tahu dimana letak kesalahannya. Pasti karena ia mengancam Lisa tadi. Ia sangat tahu jika Stella sangat melindungi dan membela Lisa. Entah kenapa ia merasa disisihkan disini. Ia merasa Stella pilih kasih padanya.

"Good girl." ucap Stella puas dan mengacungkan jempolnya untuk Raya.

***

-Kantin SMA Bintang-

"Kapan kita bully mangsa kita?" tanya Naura memberanikan diri membuka suara setelah hening sejak awal mereka duduk. Sepertinya Stella belum memaafkan Raya, Raya pun enggan untuk bicara karena takut pada Stella. Ia sangat tahu bagaimana sifat Raya, Raya angkuh namun sangat takut dengan Stella. Naura sendiri  tidak  tahu apa alasannya.

"Jam istirahat pertama." ucap Stella pelan agar tidak didengar  oleh siapapun. Ia tidak ingin rencananya gagal. Ia hanya ingin bicara pada mangsanya, ingin memperingatkan bahwa Bastian adalah miliknya. Alangkah baiknya jika mangsanya itu mundur saja bukan? Kalau bisa tidak mencari masalah, kenapa harus mencari masalah dengan The Angel Wings?

"Kenapa harus saat itu? Kita akan membully-nya dimana Tuan Putri Stella?" tanya Naura lagi mewakili rasa penasaran Raya. Ia tahu Raya sangatlah penasaran, namun tak berani mengungkapkannya.

"Toilet gedung IPA." sahut Stella seadanya. Stella tak ingin membahas ini. Stella tak ingin ada yang tahu rencananya dan menggagalkannya. Stella ingin semuanya berjalan mulus seperti aspal yang baru diperbaiki.

***

-Ruang kelas XI IPA 1-

"Luna, kamu mau kemana? Mau aku temani?" tanya Cesi pada Luna yang berjalan terburu-buru hendak keluar dari kelasnya.

"Aku ke toilet dulu, aku ingin buang air kecil ini. Tidak perlu, aku sudah besar dan aku berani ke toilet sendiri." ucap Luna menolak tawaran sahabatnya. Sahabatnya memang sangatlah perhatian dan baik padanya. Dimana lagi ia bisa menemukan sahabat seperti Cesi? Tidak, ia tidak akan menemukannya dimanapun.

"Serius mau sendiri?" tanya Cesi merasa tak yakin, karena sejak tadi firasatnya tidak enak tentang Luna.

"Iya, dua rius malah." sahut Luna berusaha menenangkan Cesi yang terlihat mengkhawatirkannya. Sangat kentara dari raut wajah Cesi yang begitu khawatir padanya.

"Ya sudah hati-hati ya Luna, kalau ada apa-apa telepon saja aku, oke?" ucap Cesi memperingatkan Luna agar selalu menghubunginya jika terjadi sesuatu.

"Oke siap." sahut Luna mengangguk mengiyakan dan segera menghilang dari pandangan Cesi.

Tanpa Luna sadari ponselnya tertinggal di kolong mejanya. Ia tidak membawa ponsel ke toilet. Ia tidak tahu bahwa ini adalah kesalahan terbesarnya. Luna tak tahu apa kejadian buruk yang akan menimpanya setelah ini.

***

-Toilet gedung IPA-

Luna terkejut bukan main ketika ia membuka pintu utama toilet, disana sudah menampakkan empat adik kelasnya yang ia kenal dengan geng The Angel Wings. Untuk apa adik kelasnya berada di toilet gedung IPA? Bukankah mereka anak Bahasa? Mengapa seperti sedang menunggu seseorang?

Luna terpaku di tempatnya berdiri ketika salah satu dari mereka mengunci pintunya dari dalam.

"Hai kak Lunaria Devi." sapa Raya dengan nada suara yang dimanis-maniskan namun lumayan menyeramkan.

"Hai juga dik. Ada apa ya?" tanya Luna berusaha menampilkan raut wajah setenang mungkin, walaupun dalam hatinya ia sudah sangat ketakutan dan was-was. Ia memiliki  firasat buruk tentang dirinya saat ini. Apakah adik-adik kelasnya ini sedang menunggunya? Tapi untuk apa? Apa salahnya? Ia sama sekali tak merasa membuat kesalahan pada keempat adik kelasnya ini.

"Stella yang ingin bicara kak Luna." sahut Stella tersenyum kecil, yang sedikit lebih sopan bicara pada kakak kelasnya

"Oh iya Stella. Ada keperluan apa sama kakak?" tanya Luna dengan ramah, entah kenapa hatinya mendadak lebih tenang sekarang ketika mendengar suara lembut dan sopan dari Stella juga senyuman kecil di wajahnya.

"Stella mau tanya, kakak waktu lalu sempat dekat dengan Bastian Angkasa?" tanya Stella dengan nada yang begitu tenang, sama sekali tak memunculkan rasa cemburu maupun rasa marahnya. Padahal sebenarnya ia sangat ingin menjambak Luna yang sama sekali tak merasa bersalah.

"Bastian Angkasa? Bastian teman sekelasku? Tidak Stella, aku tak pernah dekat dengannya. Kenapa memangnya?" tanya Luna dengan nada sesopan mungkin pada adik kelasnya ini. Ia tahu jika Stella adalah siswi paling berpengaruh di SMA Bintang. Jadi ia harus hati-hati agar hidupnya tak terancam selama bersekolah di SMA Bintang.

"Tidak pernah dekat? Yakin kak Luna tidak pernah dekat?" kini giliran Naura yang memotong pembicaraan. Ia sudah muak dengan wajah polos Luna yang seperti tidak mengetahui apapun tentang Bastian.

"Yakin dik. Ada apa sih?" tanya Luna semakin bingung. Ia merasa dirinya terpojokkan disini. Ia merasa dirinya terus di pojokkan. Memangnya apa salahnya?

"Kalau tidak kenal kenapa kakak berduaan di Lab Biologi sama Bastian?" tanya Stella masih dengan nada yang begitu tenang, seakan-akan ini adalah hal biasa baginya, seakan-akan ini bukan masalah besar baginya. Padahal nyatanya berbanding terbalik.

"Kakak? Berduaan sama Bastian di Lab Biologi? Tidak pernah dik. Kakak hanya mengerjakan tugas kelompok sama Bastian. Itu pun guru yang membagi anggota kelompoknya dik. Berdua secara acak. Kalau bebas, kakak tidak mungkin sama Bastian." ucap Luna mulai paham kemana arah pembicaraan ini. ia akan menjelaskan sedetail  mungkin.  Ia tidak ada hubungan apa-apa dengan Bastian, sedikit rasa pun untuk Bastian tidak ada.

"Kakak sedang berbicara jujur?" tanya Stella menatap kakak kelasnya dengan tatapan teduhnya, mencari kejujuran disana. Ia hanya ingin kejujuran bukan kebohongan yang menusuk hatinya. Ia sangat menyukai Bastian. Bahkan lebih dari rasa penasarannya ke Bisma.

"Tentu saja kakak berbicara jujur dik, untuk apa kakak berbohong? Perlu kamu ketahui dik, kakak sama sekali tidak ada rasa apapun ke Bastian walaupun kita satu kelompok, apalagi ada hubungan dik. Kakak hanya teman kelompok Biologinya Bastian." ucap Luna mengatakan sejujurnya apapun yang menjadi kenyataannya. 

"Kak, Bastian calon pacarku. Tolong jangan dekati dia apapun yang terjadi kak. Aku mohon dengan sangat pada kak Luna." ucap Stella dengan nada sopan dan tak lupa memberikan senyum tipisnya untuk Luna. Ini hanyalah bentuk hormatnya kepada kakak kelasnya. Ia tidak membully kali ini, ia ingin menjadi gadis yang tidak dikenal kejam lagi oleh siswa-siswi di SMA Bintang.