webnovel

1. Waiting

***Happy Reading***

Pagi yang cerah dan sejuk di sebuah rumah sakit swasta di Jakarta. AMI hospital atau Adinata Medika International. Salah satu rumah sakit terkenal di Jakarta bahkan di Indonesia. Rumah sakit milik keluarga Adinata, yang sudah masuk kriteria rumah sakit terbagus dan tercanggih se - ASIA.

Di parkiran khusus para dokter petinggi, baru saja terparkir sebuah mobil sport McLaren 650S berwarna putih tulang. Tak lama sang pemilik mobil keluar dengan menenteng tas kecil di tangan kanannya. Kemeja Biru yang bagian tangannya sudah di lipat hingga siku, dipadu dengan celana satin hitam yang sangat pas dengan tubuh pria jangkung itu.

Pria dengan wajah khas blasterannya. Pria ini memiliki mata coklat tajam dengan bulu mata yang lentik, membuat semua mata yang beradu dengan mata itu akan meleleh seketika. Tidak hanya itu, pria yang tengah berjalan menyusuri lorong rumah sakit itu juga memiliki hidung yang mancung dengan bibir tipis dan merah pucat. Rahangnya yang kokoh dan tegas dipenuhi bulu-bulu halus dan tidak terlalu tebal, sangat kontras dengan kulit putih bersihnya.

Sungguh sosok yang sangat sempurna dimata kaum hawa yang melihatnya. Sosoknya begitu mirip bak dewa yunani atau bisa juga malaikat tanpa sayap.

"Selamat pagi dokter Dhika,"

Sapa beberapa suster dan perawat lainnya yang berpapasan dengan pria jangkung yang di panggil dokter Dhika itu. Senyuman manis terukir di bibir seksinya, membuat beberapa suster dan perawat itu terpaku ditempat. Bahkan beberapa orang yang melewatinya dibuat spechlees dan menganga kagum. Ada juga yang sampai menabrak tong sampah, dinding rumah sakit bahkan pintu.

Sedangkan pria yang disapa dokter Dhika itu terus berjalan memasuki lift, tanpa menghiraukan kegaduhan di sekitarnya dan menekan tombol lift untuk menuju ruangan miliknya.

Ting

Pintu lift terbuka dan memperlihatkan beberapa ruangan yang semua dindingnya terbuat dari kaca. Pria itu berjalan menyusuri lorong dan masuk ke sebuah ruangan yang di atas pintunya tertulis Manajer. Ia menyimpan tasnya di atas meja yang terdapat papan name tag yang terpajang manis diatas meja bertulis Dr. Pradhika Reynand Adinata, Sp.BTKV,FECTS. Kepala dokter spesialis bedah Thoraks dan Kardiovaskuler. Dokter Pradhika yang biasa di panggil dokter Dhika itu mulai menyalakan laptopnya dan memasukkan sebuah CD ke dalam CD Room. Setelah itu munculah isi dari CD itu di layar laptop bahkan di tiga komputer yang ada di sudut kanan mejanya. Dhika berjalan ke depan meja panjang yang terdapat 3 layar computer itu. Data medis milik seorang pasien terpangpang jelas di sana dari beberapa sudut organ yang bermasalah. Dhika terlihat mengamati dengan teliti setiap bagian dari organ pokok manusia itu.

"Severe Three Vessels Coronary Artery Disease" gumam Dhika dan terus mengamati 3 layar di hadapannya dengan bagian yang berbeda.

#Severe Three Vessels Coronary Artery Disease (Penyakit jantung koroner dengan sumbatan di 3 pembuluh darah koroner kantung).

Dhika merogoh saku celana satinnya dan mengeluarkan handphone miliknya. Ia terlihat mengotak ngatik handphonenya dan menempelkan handphone ke daun telinga untuk menghubungi seseorang. "Halo Rez, tolong kumpulkan tim operasi 1 dan suruh ke ruangan saya, kita akan melakukan briefing sebelum menjalani operasi siang nanti" seru Dhika dan memutuskan kembali sambungan telponnya.

Dhika berjalan menuju patung yang berfungsi sebagai gantungan baju, ia menyambar jas putih dengan name tag Dr. Pradhika Reynand Adinata, Dokter Spesialis bedah Jantung. Ia segera memakai jas itu, dan sedikit merapihkannya.

Kini terlihat jelas sosok dokter yang tampan nan rupawan....

Selang beberapa saat, datanglah lima orang anak manusia memasuki ruangan milik Dhika. Kelima orang yang diantaranya tiga orang perempuan dan dua orang laki-laki berdiri di depan pintu ruangan yang sudah terbuka.

"Permisi, Dokter" ujar seorang pria berkaca mata itu. Di name tagnya tertera Dr. Reza Pramuda, Ahli Intensivis.

Dhika yang merupakan ketua tim dari team operasi 1 tersebut. Keempat orang yang memakai jas putih dan satu orang perempuan memakai pakaian suster, duduk di sofa berwarna krem yang ada di ruangan milik Dhika. Dhikapun ikut menyusul dan duduk di sofa single berwarna senada. Di sebelah kiri dan kanannya terdapat sofa double yang sudah ditempati para dokter dan suster itu.

Dhikapun mulai membuka sebuah berkas yang ada genggamannya. "nama pasien Tn. Risman Hanurung. Beliau mengidap penyakit jantung Severe Three Vessels Coronary Artery Disease" ucap Dhika seraya menutup berkas itu dan menyimpannya di atas meja.

"Apa kita perlu melakukan tindakan dengan melakukan pemasangan cincin, Dokter?" Tanya seorang dokter wanita keturunan Cina itu. Diname tagnya tertera Dr. Chaily Sugiwo. Dia bertugas sebagai Asisten Utama ketua team operasi.

"Kita tidak bisa melakukan itu Dr. lly, saya sudah melihat hasil medisnya. Sumbatan yang terjadi dalam jantung pasien sangat banyak dan sangat mustahil kalau kita bisa melakukan procedure itu" jelas Dhika.

"Lalu apa yang harus kita lakukan, Dokter?" Tanya seorang pria yang terlihat sudah matang. Dia adalah Dr. Khairul Judin, dokter ahli paru-paru.

"Kita akan melakukan tindakan CABG atau Coronary Artery Bypass Grafting" Ujar Dhika membuat semua orang yang berada di sana fokus memperhatikannya. "Dan saya berharap sangat besar bantuan dari anda Dr. Claudya Ananda Laurent" Tambah Dhika menatap wanita yang duduk di sebelah kanannya. Wajah keturunan Spanyolnya begitu melekat dalam dirinya, wanita yang memiliki mata biru terang dengan rambut pirangnya.

"Saya akan berusaha semampu saya, Dokter" jawab Claudya yang merupakan dokter spesialis Anestesi Kardiovaskuler. Dan yang terakhir adalah suster handal bernama Meliana Dolna.

"Baiklah, nanti siang kita akan melakukan operasi dengan system CABG. Dokter Reza, tolong persiapkan semuanya. Dan Dr. lly, tolong anda periksa kondisi pasien saat ini" seru Dhika

"Baik Dok" ucap kelima orang itu. Setelah berdoa bersama sebelum melakukan operasi, mereka semua akhirnya keluar dari ruangan Dhika, meninggalkan Dhika sendirian disana.

~~~

Semua persiapan untuk operasi sudah di lakukan. Dhika baru saja keluar dari ruang ganti dan mengganti pakaiannya dengan pakaian steril berwarna biru untuk melakukan operasi, lengkap dengan penutup kepala, masker dan kaca mata pembesarnya. Dhika mulai mencuci kedua tangannya hingga bersih dan memasuki ruangan operasi.

Pintu bergeser dengan sendirinya saat Dhika memasuki ruang operasi itu, beberapa suster memasangkan pakaian steril ke tubuh Dhika dan tidak lupa juga sarung tangan berwarna putih di pasangkan di kedua tangan Dhika. Semua Tim operasi 1 sudah bersiap di posisinya masing-masing. Dhika berjalan ke arah kanan pasien yang sudah tidak sadarkan diri. "kalian semua siap?" Tanya Dhika mencoba menatap satu persatu mata rekan kerjanya itu. Dan semuanya mengangguk pasti. "Dr. Claudya, mari kita mulai,"

"Baik, Dok." ucap Claudya. "Saya sudah menyuntikkan 2ml pentothal dan atracurium" jelas Claudya setelah menekan tombol mesin yang ada dihadapannya. "operasi sudah bisa dilakukan," tambah dr. Claudya

"Baiklah, mari kita mulai" seru Dhika. "pisau bedah" ujar Dhika dan suster langsung memberikan pisau ke tangan Dhika. Dhika mulai menggoreskan pisau bedah pada dada pasien. "kanula" ujar Dhika dan suster yang berada di samping kanan Dhika segera menyerahkan alat itu kepada Dhika. "bor" tambah Dhika dan suster kembali menyerahkan alat yang di minta Dhika.

Setelah dada terbuka dan menampakan organ yang ada di dalam dada manusia, Dhika mulai melakukan pembukaan pada sumbatan pembuluh darah koroner sebelah kiri dan kanan. Setelah selesai, Dhika mulai menjahitnya.

"Potong" ucap Dhika dan asisten utamapun menggunting benangnya.

Setelah selesai maka di lakukan penutupan kembali pada dada pasien.

Setelah operasi selesai, Dhika keluar ruang operasi sambil melepas sarung tangannya dan membuka masker yang menutupi hidung dan mulutnya. Pintu bergeser otomatis saat Dhika keluar. Di luar para wali pasien sudah menunggu, Dhika mengabari mereka kalau operasinya berjalan dengan lancar.

Setelah mengganti pakaiannya kembali, Dhika kembali ke ruangannya dan duduk di kursi kebesarannya. Kepalanya ia sandarkan disandaran kursi sambil memijit pangkal hidungnya. Setelah itu, tangannya terulur ke arah laptopnya dan membuka file yang ada di dalam laptop di hadapannya itu, ia membuka sebuah file video milik seseorang. Video berdurasi 3 menit itu menampilkan sosok wanita cantik tengah mengatakan sesuatu dengan sendu. Tangan Dhika terulur mengelus wajah pucat di dalam layar laptop itu. "Sudah 10 tahun berlalu, tapi kamu tidak pernah datang" gumam Dhika lirih.

Ketukan pintu menyadarkan Dhika, iapun segera mengklik close program video itu. "masuk" ucap Dhika memperbaiki duduknya. Dan tak lama seorang wanita cantik dengan rambut pirang dan mata birunya masuk ke dalam ruangan.

"Apa kamu sedang sibuk?" Tanya wanita itu yang tak lain adalah Claudya.

"Tidak, ada apa?" Tanya Dhika

"Aku ingin mengajak kamu makan siang," ucap Claudya. Claudya tidak selalu bersikap formal saat berdua dengan Dhika, karena mereka adalah teman satu kampus saat kuliah Spesialis bedah dulu di London.

"Kamu makan siang duluan saja, aku belum lapar, Claud" jawab Dhika

"Ayolah Dhik, kita cari tempat makan yang paling enak. Mumpung jadwal operasi kita kosong hari ini, jadi kita bisa keluar untuk mencari makan," ujar Claudya dengan manja.

"Hmm,, Baiklah," Dhika mematikan laptopnya dan melepas jas putihnya. Dhika hanya mengambil kunci mobil dan handphonenya saja lalu berjalan berdampingan bersama Claudya.

Semua karyawan di rumah sakit sudah tidak heran lagi melihat ke dekatan Claudya dan Dhika, karena memang mereka berdua satu tim dan satu profesi meskipun Claudya mengartikannya lain.

Keduanya sudah berada di sebuah restaurant tak jauh dari rumah sakit. Dhika hanya memesan steak tenderloin dan greentea yang termasuk makanan favorit dari seseorang yang tengah ia tunggu. Dia menikmati makan siangnya dalam diam, tanpa menyadari kalau Claudya terus meliriknya. Claudya sesekali mengajukan beberapa pertanyaan ke Dhika.

Claudya tau kalau Dhika tipikal pria yang tak banyak berbicara, ia akan berbicara saat ada yang bertanya. Begitu juga dengan Claudya, ia akan tetap diam membisu kalau tidak di tanya Claudya. 9 Tahun mengenal Dhika, Claudya sudah hapal bagaimana Dhika, ia seperti seorang malaikat tanpa sayap yang sangat baik.

Bahkan saat kuliah di London pun, dia tidak pernah mendatangi club sama sekali. Meski agama mereka berbeda, karena Claudya adalah seorang kristiani, tetapi Claudya tau kalau Dhika sangat rajin dalam ibadahnya. Dia sosok yang sangat sempurna di mata Claudya, tetapi sayang Claudya tidak pernah bisa menggapai hati lelaki pujaannya ini. Claudya sampai harus meninggalkan kota kelahirannya yaitu Spayol hanya untuk selalu dekat dengan Dhika, walaupun hanya sebagai teman atau mungkin rekan kerjanya.

Claudya hanya bisa meringis mengingat Dhika yang tidak pernah menatapnya sama sekali. Padahal dari awal pertemuan mereka, Claudya sudah menaruh hati pada Dhika.

~~~

Mobil Sport Mclaren putih milik Dhika memasuki sebuah perumahan yang elit dan mewah, tak lama mobilnya memasuki gerbang sebuah rumah mewah dengan desain klasik Eropa unik modern. Di pojok kanan banyak mobil berjejer rapi.

Dhika memarkirkan mobilnya disela tempat yang kosong disamping mobil Ferrari Merah miliknya. Dhika berjalan menuju pintu masuk rumah itu, dan menuju ke kamarnya. Terlihat sosok dua orang manusia yang tengah bersantai di depan televisi di ruang keluarga sambil menikmati makanan yang ada di atas meja. Mereka adalah kedua orangtua Dhika, nyonya Elga Adinata dan tuan Surya Adinata. Terlihat tangan Surya merangkul pundak istrinya.

Kedua orangtua Dhika memang selalu menunjukkan kemesraan mereka di hadapan putra semata wayangnya itu. Bahkan dihadapan semua orang, meski umur mereka sudah melewati setengah abad tetapi cinta mereka tidak pernah berubah.

Cinta memang tak lekang oleh waktu.

Dirumahnya Dhika hanya tinggal bertiga bersama kedua orangtuanya. Papi Dhika adalah direktur utama bahkan pemilik AMI Hospital yang saat ini sudah sangat Berjaya dan terkenal di negara Indonesia. Fasilitasnya yang sudah sangat maju dan lengkap, bahkan hampir menyamai rumah sakit yang terkenal di negara lain. Tetapi karena saat ini papinya sudah mengambil pensiun karena umurnya yang sudah 55 tahun, menyulitkannya untuk terus bekerja. Beliau adalah seorang dokter spesialis penyakit jantung.

AMI Hospital kini di ambil alih oleh om Dhika, yang merupakan adik kandung papinya. Dhika belum mau mengambil jabatan direktur utama di rumah sakit milik keluarganya itu. Dhika merasa belum merasa pantas dan belum saatnya menduduki jabatan tinggi itu.

"Sore Mam, Pap" sapa Dhika seraya mencium tangan mommy dan papinya.

"Kamu sudah pulang?" Tanya papi

"ya Pap, tidak ada lagi jadwal operasi" jawab Dhika hendak beranjak.

"Dhika tunggu" panggil Elga membuat Dhika menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Elga. "weekend ini kamu sibuk tidak?"

"Aku tidak tau, tapi rencananya aku mau ke Bandung. Mengunjungi café dan bertemu dengan brotherhood, sudah lama aku tidak bertemu dengan mereka. Apalagi aku dengar Dewi baru saja melahirkan anak keduanya" jelas Dhika.

"Yah... padahal mau ada temen mami sama anaknya datang ke rumah untuk bertemu kamu," ujar Elga sedikit kecewa

"Jangan mulai lagi, Mam" Dhika tau apa maksud Mami-nya itu, karena sudah berkali-kali Dhika di kenalkan dengan beberapa perempuan muda dan cantik, tetapi tidak ada yang mampu menggetarkan hati Dhika.

"Dhika, mau sampai kapan kamu seperti ini?" ucap Elga berdiri dari duduknya dan menghampiri anaknya yang berdiri tak jauh dari sana. "Umur kamu sebentar lagi sudah mau 32 tahun, sudah seharusnya kamu menikah nak. Mommy ingin segera menimang cucu" ujar Elga kesal, selalu seperti ini setiap kali membahas wanita.

"Mam, Dhika sudah berkali-kali katakan. Kalau Dhika hanya akan menikah dengan Thalita, hanya Lita mam dan tidak akan ada wanita lain lagi" jelas Dhika dengan masih menjaga intonasi suaranya, karena tidak ingin sampai menyinggung ibunya itu.

"Tetapi Lita sudah pergi 10 tahun yang lalu, dia sudah meninggal Dhika. Kamu harus menyadari itu" ujar Elga

"Mam, jangan membuat Dhika melawan Mami. Aku yakin Lita masih hidup dan akan segera kembali ke sampingku lagi. Mami tau kan kalau Dhika tidak akan pernah menikah dengan wanita manapun. Ma-na-pun, Mom selain Thalita," eja Dhika dengan menekankan setiap katanya. "Dhika hanya akan menikah dengan Thalita, hanya dia, Mam" ucap Dhika masih menahan kekesalannya.

"Tapi sudah 10 tahun berlalu Dhika, dia tidak pernah datang lagi. Sudah nak, ikhlaskan dia. Dan mulai lah menata kembali kehidupan kamu, bahkan semua sahabat kamu di brotherhood sudah menikah dan sudah mempunyai anak. Dewi saja sudah melahirkan anak keduanya, Dhika. Mama ingin melihat kamu menikah dan mommy bisa menggendong cucu sebelum kami pergi. Umur mom dan pap sudah sangat tua, Dhika" ucap Elga panjang lebar membuat Dhika menghembuskan nafasnya jengah.

"Keputusan Dhika sudah bulat, Dhika tidak akan menikahi wanita manapun. Hanya Thalita yang akan Dhika nikahi. Kalau dia tidak pernah kembali, maka Dhikapun tidak akan pernah menikah. Dhika akan menghabiskan waktu Dhika dengan mengabdi sebagai dokter," setelah mengucapkan itu, Dhikapun berlalu pergi memasuki kamarnya. Meninggalkan Elga yang masih terus memanggilnya.

Di dalam kamar, Dhika masih berdiri di balik pintu. Tatapannya kosong menerawang ke depan, tak berbeda jauh dengan hatinya yang kosong dan hampa. "Sampai kapan aku harus menunggu kamu" gumam Dhika menghela nafasnya berat.

~~~