webnovel

Prolog

Musim dingin sudah berlalu, ini waktunya musim semi. Ini artinya, liburan musim dingin sudah berlalu. Aku pindah sekolah karena pekerjaan orang tuaku. Aku sudah tinggal disini dari awal liburan musim dingin. Tapi, mau di Inggris atau pun di sini tidak ada bedanya. Dimana pun aku berada, aku hanya merasakan hampa di hatiku.

Aku berjalan menuju sekolahku. Banyak orang yang memandangiku, tapi aku hanya bisa menundukkan kepalaku. Sebenarnya, aku tidak suka dipandangi seperti itu oleh orang-orang. Apa mungkin ini semua karena rambutku yang berwarna putih? mungkin rambut ini sangat jarang dilihat oleh orang-orang disini. Hal ini sangat menggangguku.

Sudahlah, ini akan sama saja. Apalagi jika mereka tahu keanehanku yang lainnya. Mereka mungkin tidak ingin berinteraksi denganku lagi.

Tiba-tiba terlintas dipikiranku tentang seorang perempuan yang sedang berjalan di sampingku. Rambutnya berwarna hitam pekat, ekspresinya mungkin menunjukkan tentang kesedihannya. Tapi, ini pertanda apa untukku?

Aku sudah sering melihat bayangan-bayangan suatu peristiwa. Dan hampir semuanya, berjalan seperti bayangan yang terlintas itu. Apa hal ini juga akan terjadi?

Aku terlalu naif, jika aku memikirkan kalau tiba-tiba ada perempuan yang mau jalan denganku. Yah, meskipun maksudku jalan berdua ke sekolah. Tapi, itu adalah hal yang tidak mungkin terjadi padaku. Aku hampir tertawa melihat nasibku ini.

Memang benar, aku tidak punya teman perempuan. Kalau diingat-ingat lagi, aku hanya memiliki satu teman. Itu juga ketika aku masih duduk di sekolah dasar. Di sekolahku yang dulu, mereka menyebutku manusia anti-sosial.

Aku tidak punya teman, tapi para guru-guruku bangga padaku. Mereka bangga padaku karena aku adalah murid yang pintar. Yang bisa membawa nama baik sekolah. Tapi jujur saja, hal itu sangat merepotkan. Merepotkan sekali jika aku dipaksa untuk mengikuti lomba.

Perjalanan kesekolah ini terasa sangat lama. Mungkin karena aku baru pertama kali pergi ke sekolah ini. Atau mungkin saja aku salah jalan. Tapi aku adalah tipe orang yang mengikuti kata hati. Hatiku mengatakan ini jalan yang benar, jadi aku terus berjalan menggunakan jalur yang ini.

Aku sudah bisa melihat gedung sekolah dari sini. Jaraknya sekitar 50 meter dari sini. Jadi sekarang aku tinggal berjalan lurus.

Tak lama aku berjalan, aku sudah sampai di depan sekolah. Tapi gerbangnya tertutup.

"Yang benar saja, aku sudah datang kesini tapi gerbangnya ditutup."

Penjaga gerbang itu langsung menyahutku.

"Ini sekolah asrama, para siswa disini tidak pulang ke rumah. Jadi, buat apa kalau harus dibuka."

"Tidak pernah ada yang memberi tahuku kalau aku akan sekolah di asrama."

Setelah itu, terlihat seorang perempuan berjalan dari dalam gerbang menuju tempat penjaga gerbang. Dia sedikit mengobrol dengan penjaga gerbang tersebut.

Setelah perempuan itu selesai berbicara, akhirnya penjaga gerbang tersebut membukakan gerbang untukku. Dan juga perempuan itu memanggil diriku.

"Kamu, kemari."

Aku tak punya alasan untuk menolak panggilannya. Mungkin dia adalah seorang guru disini.

"Ada apa?"

"Tidak sopan banget kamu manggil seperti itu ke gurumu."

"Maaf bu."

"Ini adalah sekolah yang mengandalkan poin. Jika kamu mempunyai poin kamu bisa membeli apa saja disini. Jadi, disini kamu tidak perlu uang."

"Sepertinya aku pernah mendengarnya dari film."

"Sekolah kita nggak plagiat."

"Terus bagaimana caraku untuk mendapatkan poin?"

"Kamu bisa mendapatkannya dari nilai pelajaran, popularitas, ataupun dari orang lain yang mentransferkan poinnya."

"Kalau begitu aku mudah mendapatkan poin. Apa sekolah ini sekolah asrama?"

"Bisa dibilang seperti itu, karena para murid yang bersekolah disini harus tinggal di Kota Akutagawa, ini semua karena sistem poin."

"Kalau begitu apa di Kota Akutagawa semuanya bisa dibeli dengan poin?"

"Ya benar sekali, di kota ini poin sama nilainya dengan uang."

"Kamu itu yang masuk ke sekolah ini dengan nilai 98 di semua mata pelajaran ya? padahal kamu bisa mendapatkan nilai sempurna di semua mata pelajaran, tapi kamu lebih memilih untuk menjawab salah dengan sengaja."

"Jika semua jawabanku di semua mata pelajaran benar, mereka akan mencurigaiku kalau aku menyontek. Hal itu sangat merepotkan diriku."

"Begitu ya, menarik juga ya jawaban kamu."

Sepintas aku berpikir, kalau mungkin maksud dari bayangan yang aku pikirkan tadi adalah ini. Aku berjalan dengan seorang perempuan, walaupun perempuan itu hanya guruku.