1 Dia Kembali

Hidupku 17 tahun ini berlalu dengan tenang. Nggak ada yang perlu dipikirin selain urusan sekolah. Seharusnya memang begitu. Tapi hatiku nggak bisa berbohong. Tepat delapan tahun yang lalu pertama kalinya aku merasakan yang namanya cinta. Lucu memang, aku yang masih umur 9 tahun masa sudah bisa ngerti cinta-cintaan. Awalnya aku nggak mau mengakuinya, namun lama-kelamaan hingga akhirnya batang hidungnya tak pernah kelihatan lagi di hidupku, hatiku masih berdegup kencang saat memikirkannya. Dan dia..., seorang cowok.

Beberapa tahun kemudian aku sadar ini adalah hal yang salah. Hubungan romantis antara dua cowok adalah hal yang salah, atau itulah yang teman-teman SMP ku katakan ketika tema itu tak sengaja diangkat. Menjijikkan, menyalahi kodrat, dan kata yang tidak enak didengar lainnya memenuhi lingkup diskusi itu. Aku hanya bisa tersenyum dan tidak berani mengungkapkan pendapat apapun. Pada akhirnya mereka hanya mampu mencela tanpa niat untuk mengerti bagaimana perasaan orang-orang yang sepertiku ini. Sejak itu aku berjanji kepada diriku sendiri untuk merahasikan hal ini kepada semua orang di dunia termasuk keluarga dan sahabat-sahabatku.

***

Sudah seminggu yang lalu semester ganjil dimulai. Seperti biasa, di awal semester banyak murid yang masih santai-santai karena belum ada tes sama sekali. Suasananya sumringah banget kayak murid-muridnya pada gak punya beban, beda lagi kalau udah musim ujian, seisi kelas langsung suram sambil ngeliatin materi pelajaran.

Aku duduk saja di mejaku sambil memperhatikan teman sebangku ku sekaligus salah satu sahabatku dari SMP -Eki, yang sedang memainkan game di handphonenya. Sedih rasanya kalau aku pikir lagi selama ini aku belum bisa move on dari cinta pertamaku. Selain dengannya aku tidak pernah jatuh hati lagi ke cowok maupun cewek manapun. Sedangkan sahabat-sahabatku setidaknya pernah sekali pacaran dengan cewek.

Beberapa saat kemudian ada salah satu anak sekelas yang lari ke dalam sambil ngegebrak pintu kayak habis dikejer setan.

"Apaan sih, ganggu aja." Gerutu Eki yang merasa kegiatan nge-gamenya diganggu.

"Woooy, guru fisika kita guru baru cukkk." Teriak anak kelas yg bernama Ben itu sambil gebrak-gebrak meja guru kegirangan, udah kayak nyemot//eh.

"Mantappu amjayy, kalo gitu bukan bu Cynthia lagi dong yang ngajar!"

"Masih muda gak? Cantik gak?" Sahut anak cowok yang lain.

"Muda sih muda tapi cowok."

"Ganteng gak??" Gantian anak cewek yang nyosor.

"Tadi sih pas gue liat dari samping..."

"Kenapa ini ribut-ribut? Apanya yang ganteng?"

Tiba-tiba tanpa kami sadari Pak Hasan sudah berdiri di ambang pintu didampingi oleh seseorang di sebelahnya. Beliau menatap sinis ke arah Ben lalu memasuki kelas diikuti oleh seorang pria yang masih muda. Sedangkan Ben dan murid lainnya sibuk kembali ke kursi mereka.

Setiap pasang mata di kelas itu mulai terpaku pada pria yang ada di sebelah pak Hasan. Badan yang tegap dan kulit putih bersih, wajahnya juga tak kalah tampan, kacamata berbingkai hitam menghiasi wajahnya tanpa mengurangi sedikitpun pesonanya. Ku lihat mata para anak cewek tak bisa lepas dari guru baru itu. Tapi tunggu..., kenapa aku malah merasa familiar dengannya?

"Guru fisika kalian tahun ini diganti dengan pak guru yang ada di sebelah saya, jadi mohon pengertiannya." Pak Hasan lalu segera memberi isyarat kepada guru baru itu kalau ia akan segera keluar dari ruangan ini.

Ia menjawabnya dengan anggukan diikuti oleh Pak Hasan yang sudah berlalu ntah kemana.

"Perkenalkan nama bapak Adrian Avito. Dan selama dua semester ini bapak akan mengajar fisika di kelas ini. Seperti yang kalian tahu bapak baru saja mulai mengajar di sekolah ini, jadi untuk seterusnya mohon bantuan kalian." Jelasnya panjang lebar di podium kelas sambil memamerkan senyumnya yang indah.

Seakan-akan atmosfir di kelas berubah. Semua murid menatap takjub kepada Pak Adrian, bukan karena perkenalannya yang hebat tapi wajah dan fisiknya yang jarang ditemui pada guru di sekolah ini. Tampan, tinggi, badan atletis, putih bersih, pokoknya wow deh.

"Bapak umur berapa?" Belum lagi beliau sempat membuka sesi tanya jawab seorang siswi sudah mengancungkan tangannya.

"Tahun ini umur saya 24 tahun." Jawabnya dengan tenang.

Kelas itu langsung dipenuhi dengan bisikan para murid. Ada juga yang mencuri pandang ataupun menyiapkan pertanyaan untuk dilempar.

"Bapak masih single gak?" Tanya seorang siswa sambil nyengir.

"Iya nih, bapak masih single." Ia tertawa kecil, mulai mencairkan suasana.

"Bapak punya adik cowok gak? Manatau ganteng juga kayak bapak?" Tanya salah seorang siswi diikuti suara tawa murid lainnya.

"Hmm..." Matanya terlihat ragu untuk bercerita namun ia tetap melanjutkan kalimatnya. "Dulu sih ada..., tapi sekarang udah pisah." Pandangan matanya menuju ke arah salah satu sahabatku dari SD, Elvis.

Deg.

Sejujurnya aku tidak mau berasumsi guru ini adalah dia, bisa saja kebetulan. Iya, kebetulan. Kebetulan saja namanya sama. Kebetulan saja dia melirik ke arah Elvis. Kebetulan saja dia punya adik cowok yang udah pisah. Dan kebetulan saja wajahnya mirip dengan cinta pertamaku dulu. Bang Adrian.

avataravatar
Next chapter