webnovel

7

CHAPTER 7 — THE END AND BEGINNING

Dua pemuda tengah berseteru, kali ini mereka tidak lagi melibatkan kata-kata namun perilaku mereka sepertinya akan membuat polisi menurunkan tangannya. Yoongi yang sedang melayangkan bogem pada seorang pemuda yang diyakini adalah pembeli narkotika miliknya ini meringis, sesekali meneriaki pembelinya itu dengan kata-kata kasar.

Lihat wajah malang si pembeli! Bagi Yoongi, lebam ungu menjadi aksesoris yang sangat tepat untuk seorang lelaki yang terang-terangan mengatakan, bahwa ia akan merebut kekasih Yoongi dan menidurinya. Oh, banyak sekali orang gila akhir-akhir ini, bukan?

Sirene mobil polisi semakin dekat dengan keberadaan mereka. Keduanya semakin panik dan ketika cahaya lampu mobil menyorot dua pemuda itu, saat itu juga mereka memproduksi banyak peluh akibat rasa takut. Mereka ini menjual kematian pada orang-orang yang putus asa. Mereka takut akan fakta bahwa mereka tak memiliki pekerjaan lain selain yang mereka kerjakan sekarang.

Kuat di luar, tak berdaya dan lemah di dalam.

"Angkat tangan, berdiri segera! Ayo tangkap, tangkap!"

Seorang polisi botak dengan perawakan penderita obesitas itu memerintahkan antek-antek polisinya untuk menangkan Yoongi dan pemuda itu. Borgol terpasang dan kini mereka siap untuk diadili.

Kini mereka berada di dalam mobil polisi. Ada saat-saat mereka ditanya oleh polisi bagaimana mereka bisa berkelahi seperti ini. Yoongi hanya diam sedangkan pemuda pembeli narkotika ini terus saja menjawab bahwa ia dituduh menyelingkuhi kekasihnya.

Yoongi mengeraskan rahangnya sembari menatap polisi yang duduk di antara Yoongi dan pemuda pembeli itu. "Oh, Tuhan. Pak, itu bohong. Yang bernama Jang Gaeun itu adalah kekasihku, bukan kekasihnya. Coba tengoklah wajah bajingan ini. Bayangkan seandainya lebam ini tidak ada, apakah wajah aslinya sangat mendukungnya untuk mengundang ketertarikan gadis-gadis?"

"Apakah kau mengatakan bahwa aku jelek sekarang? Itu fitnah sekali!"

"Kalian berdua itu bajingan! Sesama bajingan jangan saling menjatuhkan. Berdoa saja semoga pemeriksaan kalian di kantor polisi nanti tidak akan membawa kalian masuk ke bui. Sekarang diam dan pikirkan apa kesalahan kalian, anak muda."

Yoongi diam, bukan karena ia memikirkan kesalahannya. Ia merasa bahwa pemuda ini sangat tidak sopan karena secara tidak langsung, ia melecehkan Gaeun. Tunggu, namun Yoongi juga pernah menidurinya, meniduri Jang Gaeun. Artinya, mereka berdua sama saja; melecehkan seorang wanita. Semakin Yoongi memikirkan itu, semakin kuat keinginan Yoongi untuk merasakan tembakau karena ia mulai sedikit gelisah.

Apa yang kira-kira menjadi kegelisahan terbesarnya saat ini? Jang Gaeun? Bahwa bisnis narkotikanya akan terkuak karena pembeli ini bisa saja membalikkan fakta?

Saat tiba di kantor polisi sudah tiba. Mereka turun dalam diam dan langsung dibawa kepada seorang dengan wajah yang terlihat galak dan tidak bersahaja. Yoongi dan pemuda itu duduk di depannya dan menghela napas.

Polisi itu berkata dengan lirih. "Kau. Nama? Umur?" Arah tatapan matanya tertuju pada Yoongi.

"Min Yoongi. Dua puluh tiga," ujar Yoongi malas.

Lalu polisi bertanya pada pemuda di sebelah Yoongi. "Kau. Nama? Umur?"

"Kim Mingyu. Dua puluh dua," ujar pemuda itu dengan sopan.

Setelah polisi mencatat data-data anak muda ini, ia mendesah pelan dan mengusap wajahnya dengan kasar. Selanjutnya ia bertanya. "Hah ... jadi, salah satu anak buahku yang sedang berpatroli melihat kalian sedang berkelahi. Kenapa kalian lakukan itu?"

"Pak, Mingyu bajingan ini mengatakan bahwa ia akan meniduri Jang Gaeun, kekasihku. Tentu saja saya tidak terima!"

"Bohong, Pak! Jang Gaeun itu kekasih saya. Dia yang merebutnya dariku."

"Aku tak tahu apa yang harus kulakukan dengan ini. Penjarakan saja mereka dan panggil orangtua mereka. Segera!"

Asisten polisi tersebut yang berada di sampingnya menanyakan nomor telepon rumah Yoongi. "Nomormu, cepat," ujarnya sembari menggenggam gagang telepon dan bersiap menekan tombol. Netranya memicing seolah menahan kantuk dan Yoongi tidak bereaksi apapun.

Melihat ulah Yoongi, kepala polisi menggebrak meja dan membuat semua yang ada di kantor tersentak di tengah malam yang damai. Untung kepala polisi itu masih sabar dan hanya mengutarakan kekesalannya melalui gebrakan.

Kepala polisi itu mulai berbicara perlahan. "Nomor rumahmu. Bekerja samalah, Nak. Ayo." Namun Yoongi masih diam dan melirik ke arah Mingyu dengan netra yang sayu. Polisi itu berbicara lagi. "Kenapa? Kau takut bahwa orangtuamu akan marah atas ulahmu ini?"

"Tidak."

"Lalu? Kenapa kau diam saat aku menanyakan nomor rumahmu?"

Yoongi perlahan menatap polisi itu sembari mendesah pelan. Air mukanya sangat tidak menyenangkan, rasanya polisi itu ingin menonjok wajah pemuda itu. Akhirnya Yoongi menyerah dan memberitahu asisten polisi tersebut. Mereka tak berterima kasih. Mereka diam dan menunggu suara seseorang di ujung panggilan sembari menatap Yoongi.

"Kenapa hanya aku yang ditanya? Bagaimana dengan Mingyu?"

Tidak ada jawaban.

"Yeoboseyo? Dengan ... ibu Min Yoongi?"

Detik itu juga, Yoongi merasa bahwa ia takkan pernah bisa meminjam uang lagi pada ibunya. Kemudian sekonyong-konyong kedua pemuda itu mendengar ketukan yang berasal dari meja di depannya. Kepala polisi itu memanggil mereka dan meminta mereka untuk fokus pada pemeriksaan.

"Konsentrasi. Sekarang, bagaimana kau bisa memukul Kim Mingyu?"

"Kukatakan sekali saja karena aku tidak ingin terkesan terlalu membela diri." Ada jeda sejenak, kemudian Yoongi melanjutkan dengan tatapan sinis pada Mingyu dan juga sang kepala polisi.

"Jang Gaeun, gadis cantik itu adalah kekasihku. Orang ini membohongi kalian. Ia berfantasi bahwa Gaeun adalah kekasihnya karena ia terlambat mengenalnya. Paham? Jadi wajar saja aku marah. Ayolah pasti kalian juga akan sangat marah jika istri kalian diaku-aku oleh kawan kalian sendiri."

Kakinya dibuka sedikit lebar, seolah ia bersedia untuk membuka semua rahasia yang dimilikinya. Oh, tidak. Tidak mungkin. Rahasianya sangat gelap dan ia mendapat uang tambahan dari situ. Ia menjual narkoba.

Kim Mingyu yang sedianya diam saja, kini tertawa karena Yoongi terdengar sangat menyedihkan; dipojokkan sehingga ia merasa bahwa ia berhasil membuat Yoongi marah.

"Itu hanyalah candaan semata. Apakah kau tak tahu caranya bercanda, Yoongi?"

"Itu bukanlah candaan jika itu menyinggung seseorang. Di mana otakmu?" tanya Yoongi. Mingyu hanya berseringai.

"Tetap saja dia juga salah, Pak. Karena tersinggung dan merasa marah, ia memukulku. Bukankah ini kekerasan?"

Di sisi lain, ada seorang wanita paruh baya yang datang ke kantor polisi tersebut. Ibu-ibu yang berada di usia sekitar lima puluhan tengah membawa jaket dan tas tangan kecil. Mungkin tas itu berisi uang tebusan karena anaknya melakukan tindakan yang tidak terpuji.

"Min Yoongi?"

Yang empunya nama menoleh ke belakang, mendapati seorang ibu yang wajahnya kusut. Di dahinya seolah tersirat bahwa ia mengkhawatirkan orang yang dipanggilnya: Yoongi. Ibunya telah datang.

Perlahan tapi pasti wanita itu mendekat dan diam tepat di depan anaknya yang kini tengah berdiri. Mungkin dalam benak Yoongi, ia menyesali tingkahnya hingga harus melibatkan eksistensi sang ibu. Wajah beliau sendu, menangkup kedua pipi Yoongi dan menangis.

"Kenapa kau selalu saja membuat masalah? Huh?"

"Aku tidak membuat masalah, Ibu." Yoongi kemudian mencerling ke arah lelaki Kim itu. Ia diam dan turut mendengarkan drama antara ibu dan anak yang tengah berlangsung.

"Ayo pulang. Sekali ini saja, patuh padaku. Tinggalkan Gaeun dan pikirkan keluargamu."

Apa jawaban Yoongi?