webnovel

Part 5

     Hari sudah sangat larut. Salju turun dengan semangat, menghiasi malam itu dengan udara menusuknya. Masih disana entah melakukan apa. Terlihat gusar memikirkan sesuatu. Membersihkan jendela raksasa itu dengan sebuah kain. Tidak berpindah, tetap di posisi itu. Dengan matanya yang menerawang hingga menembus kaca. Wajah sendunya jelas memperlihatkan kecemasan yang tengah gadis itu rasakan.

"Kau belum pulang?" tegur seseorang dibelakangnya. Yoona tidak menjawab pertanyaan itu, ia masih tenggelam pada lamunannya. "Yoona-a.." menepuk bahunya pelan, yang ternyata berhasil menyadarakannya dari lamunan itu.

"Oo, ketua.." menatap wanita betubuh gemuk itu dengan bingung.

"Kenapa kau masih bekerja? Sudah seharusnya kau pulang, ini sudah sangat larut." wanita gemuk itu meraih kain yang ada ditangannya.

"Ah itu.." ia juga bingung dengan apa yang ia lakukan.

"Kau mengkhawatirkannya?" seakan bisa membaca pikirannya, ketua terlihat serius. Yoona tidak tahu harus menjawab apa. "gwenchana.. tuan muda hanya mengkhawatirkannya." kata ketua sembari mengelus bahunya.

--

     Satu hal yang membuatnya menyesal hingga saat itu. Ia tidak menyangkal perkataan ketua. Dengan begitu, secara tidak langsung ia telah mengakui perasaannya. Kesadarannya perlahan kembali hingga benar-benar kembali tepat ketika dia duduk di dalam bis. Lantas ia meringis kesal menyesali kebodohannya itu. Ketika itu perkataan ketua kembali mengganggunya. Tuan muda hanya mengkhawatirkannya. Entah mengapa, ia berharap perkataan itu adalah benar.

     Turun dari bis dengan wajah sayunya. Tidak bisa menepis rasa cemas yang terus meresahkannya. Melangkahkan kaki pun sulit ia lakukan. Ia terlalu malas melakukan itu.

    Dari jauh ia lihat sebuah taksi terparkir didepan tangga menuju rumahnya. Seseorang berdiri di sekitar taksi tersebut, seperti pria paruh baya yang kelelahan. Buru-buru ia melangkah, merasa tidak mengenal orang itu, ia berpura-pura tidak menyadari keberadaan orang itu dan segera menaiki tangga.

"J-jogiyo! Cakamanyo." pria tua itu berteriak penuh tenaga. Masih terlihat malas, ia berbalik dan mendapatkan pria tua itu tengah memapah seorang pria keluar dari taksi. "pria ini memintaku membawanya ke alamat ini." ia terlihat kesusahan mengangkat tubuh itu.

     Yoona terdiam tidak percaya. Melihat tubuh itu saja ia sudah dapat mengenalinya.

"Tuan!" segera ia berlari mendekat. "apa yang terjadi?" tanya gadis itu kepada pria tua yang ternyata sopir taksi.

"Kurasa dia mabuk." sopir taksi itu menyerahkan Sehun kepada Yoona. membuatnya kesusahan berdiri dikarenakan tubuh jakung itu bertumpu padanya. "kalau begitu saya pergi dulu." belum juga gadis itu menjawab, taksi sudah menghilang dihadapannya.

"T-tuan.. benar kau mabuk? Ah.. percuma aku bertanya." susah payah ia membawa tubuh yang setengah sadar itu. Menaiki tangga hingga terduduk di anak tangga, berkali-kali. Saking lelahnya, keringat berhasil terlihat pada malam yang dingin itu.

--

     Membaringkan tubuh itu diatas sofa. Yoona terduduk di lantai tak kuasa menahan getaran di sendi kakinya akibat memapah beban berat itu. Menyeka keringat dikeningnya.

     Mata pria itu terpejam, seperti tengah tertidur. Ketika itu Yoona terpenjara oleh wajah itu. Dan tanpa sadar ia mendekati wajah itu, memandangi wajah itu dari dekat. Kenapa ia sangat tampan? Apa dia manusia?

"Buatkan aku minuman hangat." terperanjat hingga berdiri dari duduknya. Mata yang tadinya terpejam kini Sudah menatapnya dengan tenang.

"T-tuan, kupikir kau.." kaget dan malu bercampur aduk.

"Aku tidak mabuk." katanya yang tengah berusaha untuk duduk. "tidak terlalu." sambungnya seraya memijit keningnya.

     Sehun menatapnya diam. Heran melihat Yoona yang masih berdiri disana, dengan pipinya yang bersemu merah.

"Kau kenapa? Sakit? Lagi?"

"Tidak." jawabnya cepat.

    Sehun masih saja menatapnya. Oh tidak, bagaimana ini? Aku lupa bernafas! Im Yoona, bernafaslah.. erangnya yang kikuk dalam tatapan itu.

"Kalau begitu, cepat buatkan aku minuman hangat.."

"Baiklah." cepat-cepat ia melangkah menuju dapur, setidaknya ia bisa kembali bernafas.

     Menaiki sebuah kursi guna mengambil sebuah cangkir yang terletak di laci teratas, lalu sibuk meracik minuman yang hasilnya hanya sebuah teh hangat. Ia membawa minuman itu bersamanya, menghampiri pria itu disana. Kosong.

    Pria itu tidak terlihat disana. Ia meletakkan minuman itu diatas meja didepan sofa. Dilihatnya jaket pria itu yang masih terletak asal disisi sofa. Dengan begitu tuan mudanya itu belum meninggalkan rumahnya.

    Suara air keran mengalir terdengar dari dalam kamar mandi. Entah mengapa, raut wajah Yoona berubah cemas. Cemas bukan main. Oh tidak!!!

"Tuan, apa kau didalam? Ah, dia memang didalam. Tuan, itu.. aish.. apa yang harus katakan! Tuan, kumohon untuk tidak melihat.." pintu kamar mandi terbuka, Pria tampan itu sudah keluar dari sana. Duduk di sofa dan menikmati minuman hangatnya.

"Waeyo?" tanya Sehun setelah menyeruput minumannya. Melihat aneh kearah Yoona yang masih terpaku didepan pintu kamar mandi. Malu-malu gadis itu melirik ke arah Sehun.

"Ani." menyengir lemas, namun penuh harapan. "kuharap dia tidak.."

"Aa, kuning berbintik-bintik?" gumam Sehun pelan sembari memainkan ponselnya. Tengah menyembunyikan senyuman dibalik wajah nakalnya itu.

     Bibir Yoona mengatup rapat. Menatap Sehun tak berdaya. Semburan api mengamuk disekitar tubuhnya, menggambarkan sebesar apa kemarahannya. Keringat muncul di keningnya, ia sudah bekerja keras untuk menahan amarah juga rasa malunya. Dengan langkah lemahnya ia masuk kedalam kamar mandi, membanting pintu kamar mandinya. Disana, disamping wastafel, dilihatnya sepasang pakaian dalamnya masih terletak dengan baik. Kuning berbintik-bintik. Meringis hebat dalam kebodohan itu.

     Duduk berdampingan dihadapan televisi. Tidak mungkin juga untuknya membiarkan pria itu sendiri disana. Sehun tidak henti-hentinya memencet remote TV, tidak jelas ingin menyaksikan apa. Disampingnya, Yoona masih berusaha menahan kesal.

     Setelah sekian lama bingung memilih, akhirnya pria itu berhenti pada sebuah channel TV yang tengah menayangkan film horor. Mata Yoona melotot lebar nyaris terlepas dari kepalanya. Dengan sekuat tenaga, ia merampas remote tersebut dari tangan Sehun. Segera ia menukar channel, terlihatlah aktor Lee Kwang Soo di layar kaca. Tengah berlari menyelamatkan diri dari si garang Kim Jong Kook.

"Mwoya.. Kenapa kau menggantinya." kata Sehun mencoba meraih remote darinya. Gadis itu meletakkan remote ke atas sofa lalu mendudukinya. "yak.." mengerti maksud gadis itu. juga merasa tidak dihormati. "Bukankah seharusnya kau mendengarkan perkataanku?" berpura-pura tidak mendengar itu, Yoona malah memaksakan sebuah tawa dengan matanya yang lurus ke layar televisi. "yak! dengarkan aku!" bentak Sehun.

"Wae.. wae? Kenapa kau berisik sekali." ujarny tanpa menoleh.

"M-mwo?"

"Begini tuan, benar jika aku pelayanmu, tapi.. saat ini bukan jam kerjaku. Kau bisa memerintahku besok pagi." tersenyum puas ke wajah tampan itu.

     Kembali menonton dan tak lupa tertawa. Sedangkan Sehun, pria itu memaksakan tubuhnya untuk berbaring di sofa, saking memaksanya membuat Yoona terdorong dari sofa dan terduduk di lantai.

"Yak!" teriak gadis itu sudah sangat kesal dengannya.

"Salahkan sofamu yang kecil ini." gumam pria itu yang tengah asik mengotak atik ponselnya.

"Hoh!" Yoona berdiri kesal, mengacak pinggang dan menatap pria itu dengan tajam. "mau sampai kapan kau disini? Tidakkah seharusnya.." ucapannya terhenti. Itu dikarenakan lampu pada ruangan itu mati. "omo!" reflek membuatnya terduduk diatas tubuh atletis itu.

"Yak.. yak.. kau itu berat!" ujar Sehun mencoba mendorong tubuhnya menjauh. Tapi Yoona mencengkram kerah kemejanya.

"Hidupkan senter ponselmu!" menepuk kuat dada Sehun. Pria itu sampai terbatuk berkat pukulan itu.

"Perhatikan posisimu. Kupikir ini sangat berbahaya." kata Sehun belum juga menghidupkan senter di ponselnya. Mengingat Yoona duduk diatas pahanya dan sedikit menyentuh.. Titit?

"Aish, hidupkan saja dulu senternya!" semakin mencengkram kerah itu dengan kuat. Dengan malas akhirnya Sehun melakukannya, lalu mengarahkan cahaya itu tepat ke wajah Yoona.

"Sekarang enyahlah." melirik kondisi tititnya yang tengah gadis itu duduki. Seakan baru menyadari itu, Yoona mengikuti arah lirikannya. OMG!

     Ternyata ia benar-benar tidak menyadari itu. Shock berat. Ia terlompat kaget hingga berdiri tegak. Mendapatkan wajah kesal Sehun disana. Sehun sudah kembali duduk, memandangi bola lampu yang tidak bercahaya itu.

"Gantilah." katanya kepada Yoona.

"Tetap arahkan kesana, mengerti?" segera ia berlari menuju sebuah rak yang tengah diberi peneranagan dari ponsel milik Sehun. Hanya butuh beberapa detik, ia sudah kembali.

"Mwo?" tanya Sehun yang tidak mengerti maksud gadis itu. Yoona menyerahkan bola lampu yang baru saja ia ambil ke pria itu.

"Aku terlalu pendek untuk menggapainya. Jadi kau saja yang yang mengganti lampu ini." menarik tubuh itu agar segera berdiri. Lalu mendorong tubuh itu agar segera menaiki meja yang ada dihadapan sofa. "lepaskan dulu yang itu.." menepuk paha Sehun dengan geram dikarenakan pria itu masih saja ragu.

"Yak! kenapa kau memerintahku!" kembali gadis itu menepuknya kuat.

"Saat ini kau bukan tuanku! Lagi pula kau sudah mempermalukanku tadi." menyentuh bola lampu yang sudah mati itu pun Sehun takut. Tangannya gemetaran ketika hendak menyentuhnya. "apa yang sedang kau lakukan? Kau hanya perlu melepaskannya dari sana!" menepuk paha Sehun lagi.

"Jangan memukulku!"

"Karena itu cepatlah." masih saja sulit untuknya melakukan itu. Sehun terlalu takut untuk menyentuh bola lampu itu. "aish! Namja namja.. Apa kau pria, hah?" sudah tidak sabar menunggu. Yoona mengangkat sebuah kursi kecil. "yak pikyeo pikyeo!" meletakkan kursi kecil itu diatas meja. "pegang kursi ini kuat-kuat." pintanya kesal.

     Dengan malas Sehun memegang kursi itu untuknya. Yoona mulai menaiki kursi itu, sedikit bergetar karena Sehun kurang kuat menahan kursinya. Ia ampir saja terjatuh karena tidak memiliki keseimbangan. Tapi setelah ia meletakkan tangan kirinya di kepala Sehun, ia terselamatkan.

"Yak, dimana kau meletakkan tanganmu.." geram luar biasa dengan gadis itu.

"Aku bisa terjatuh jika tidak seperti ini." ia kembali serius dengan bola lampu itu. Berhasil melepaskan bola lampu yang sudah rusak, kini ia memasang yang baru. "tau begini aku saja yang melakukannya dari tadi." celutuknya yang sudah berhasil mengatasi persoalan bola lampu itu.

     Sehun melepaskan pegangannya dari kursi, turun dari meja lalu berdiri tak peduli disana. Namun karena ia melepaskan pegangannya, membuat gadis itu kehilangan keseimbangannya. Bersusah payah untuk tetap berdiri dengan baik, tapi keseimbangan itu benar-benar menghilang, membuatnya terjatuh ke arah Sehun. Reflek pria itu menangkapnya. Tidak seperti yang ia bayangkan, tubuh Yoona yang berat membuatnya terjatuh kebelakang. Hal hasil mereka berdua mendarat diatas lantai, dengan posisi Yoona yang menindih diatas tubuh Sehun.

     Sehun sudah pasrah dengan tubuh yang menghimpitnya itu. Mencoba mengangkat wajahnya dari dada pria itu. Lalu mendapatkan wajah Sehun yang tengah menatapnya kesal. Yoona berusaha tersenyum.

"Kau benar-benar berat." kata Sehun ketus, membuat senyuman diwajah Yoona berubah menjadi tatapan mengutuk. Yoona bangkit lalu duduk diatas sofa. Begitu juga dengan sehun, sembari mengancing kemejanya yang entah kapan terlepas, ia kembali duduk disana.

"Tapi, kenapa kau kerumahku? Bukankah seharusnya kau.."

"Sudah ada pria yang menunggunya disana." jawab Sehun dengan cepat. Dapat Yoona lihat ekspresi wajah itu. ekspresi berusaha untuk terlihat tegar.

"Tapi.."

"Aku lapar." sela Sehun. "Ayo." ia bangkit dari sofa lalu meraih jaketnya.

"Mau kemana?"

"Bawa aku ke penjual odeng." katanya setelah menggunakan jaketnya. Menatap Yoona menunggu.

"Kau mengajakku?" tanya Yoona bingung.

"Menurutmu?"

--

     Mulutnya terus mengunyah odeng dengan nikmat. Terus mengambil setusuk demi setusuk. Sedangkan Yoona sibuk menghitung tusukkan kosong ditangannya.

     Sehun sudah terlalu banyak menyantap odeng. Tapi tidak terlihat puas dan terus menikmatinya. Yoona berusaha menghentikannya, tapi dengan santai Sehun memberikan beberapa lembar uang kepada si penjual. Membuat si penjual menjadi bersemangat dan semakin melayaninya dengan baik.

"Tuan, kau sudah makan terlalu banyak." kata Yoona.

     Sehun tidak bisa menjawab dikarenakan odeng yang memenuhi mulutnya. Melihatnya menikmati odeng, didalam lubuk hati Yoona yang terdalam ia tersenyum. Sehun terlihat berbeda dengan tuan muda yang berada didalam rumah mewah itu.

    Yoona duduk tidak jauh darinya. Duduk dihadapan air mancur kecil yang terlihat beberapa pasangan disana. Sesekali melirik kearah Sehun yang masih menikmati odengnya.

     Sejenak ia terhanyut pada keindahan air mancur tersebut. Air yang terhempas keatas, lalu terjatuh hingga menghantam ke kolam air. Dengan lampu warna-warni yang menghiasi nya, tentu terlihat indah.

     Disela itu seorang pria berdiri dihadapannya. Tersenyum kepadanya dengan ramah. Yoona tidak mengenalinya, maka itu ia tidak membalas senyuman itu.

"Kulihat dari tadi kau hanya sendirian." ujar pria itu malu-malu. "jadi kupikir untuk menemanimu." Yoona masih saja diam tanpa ekspresi. "apa kau sedang menikmati pemandangan disini?" tanya pria itu mencoba akrab. Pemandangan? Apa yang bisa kulihat di pasar ini? Hanya air mancur ini yang kebetulan ada. Pikirnya dalam hati dan tetap tutup mulut. Pria itu masih saja berdiri disana, masih berusaha mengobrol dengannya.

"Kau seorang pelajar? Dimana sekolahmu?" tanya pria itu lagi. Entah mengapa, Yoona merasa tidak senang. Yoona mengerutkan keningnya, menatap pria itu menantang. "bukan? Ah jesong hamnida. Karena kau masih terlihat muda." ia tertawa kecil dengan ucapannya sendiri. Yoona merasakan hawa panas ditubuhnya. Ingin memaki, tapi ditahannya. "lalu kau bekerja? Kau bekerja dimana?" ia diam menunggu jawaban Yoona yang masih menatapnya bingung. "atau mungkin kau belum memiliki pekerjaan? Wah, aku bisa membantumu." pria itu mendadak bersemangat. Ia meraih sesuatu dari saku jaketnya, lalu memberikannya ke Yoona.

    Yoona tidak meraih itu, hanya melihatnya dalam diam. Kartu nama.

"Tidak masalah, ambil saja. Jika nantinya kau berniat mencari pekerjaan, kau bisa menghubungiku." kembali tersenyum ramah kepada Yoona. Membuat Yoona merinding.

"Huh, aku benar-benar kenyang." kata Sehun yang baru saja duduk disamping Yoona. Dengan santai Sehun meraih kartu nama dari pria itu. "Aku akan segera menghubungimu." katanya kepada pria itu. Tapi nada suaranya terdengar mengancam. Pria itu seakan dapat merasakan aura menakutkan dari kata-kata Sehun.

"K-kalau begitu saya permisi dulu." mungkin berkat Sehun, pria itu pergi dari sana. Seiring kepergian pria itu, kartu nama yang tadi diraih Sehun sudah mengapung di kolam air mancur.

"Kenapa kau hanya diam? Seharusnya kau mengusirnya." ujar Sehun kepada Yoona.

"Entahlah, aku merasa malas berbicara dengannya." Yoona bangkit dari duduknya. "kalau kau sudah selesai, aku mau pulang." Yoona mulai melangkah pergi.

"Baiklah, kajja.." seru Sehun dan mulai mengikutinya.

"Kenapa kau mengikutiku?" tanya gadis itu yang sudah berhenti melangkah.

"Bukankah tadi kau bilang ingin pulang?" tangkas Sehun terus melangkah.

"Maksudku.." ia mencoba berpikir. "yak, kau tidak bermaksud kembali kerumahku kan?"

"Kenapa?" jawab Sehun beberapa langkah didepannya. Yoona mencoba menyamakan langkah mereka.

"Tentu saja tidak bisa!" jawab Yoona tegas. Sehun tersenyum lucu mendengarnya, tapi tetap saja melangkah menuju rumah gadis itu. "kau mendengarkanku kan?" Sehun terus melangkah dan tidak menghiraukannya.

     Mereka sudah berada disekitar rumah Yoona. Berjalan dibawah lampu jalan yang remang. Jalanan sangat sepi, yang terlihat hanya beberapa pria yang berdiri di sebuah lorong kecil didepan mereka. Melihat keberadan pria-pria itu, Yoona sedikit merasa bersyukur karena Sehun bersamanya.

     Ditambah kini pria-pria itu tengah melirik kearah mereka. Tentu ia merasa takut, mengingat pria-pria itu merupakan preman pasar. Ia reflek mencubit lengan jaket Sehun dan berjalan dibelakang pria itu. Sehun menyadari itu.

"Gwenchana.." kata Sehun seraya merangkul Yoona. Tangan Sehun meremas bahu Yoona, menuntun gadis itu melewati pria-pria itu.

     Yoona menundukkan wajahnya karena merasa takut. Melihat tingkahnya Sehun hanya tersenyum. Mereka berhasil melewati itu dan kini sudah berada dihadapan tangga rumah Yoona. Sehun melepaskan rangkulannya.

"Hoh.. syukurlah." Yoona menghela nafas dengan lega.

"Masuklah." kata Sehun.

"Oo?"

"Masuklah." ulang Sehun, meminta Yoona untuk segera masuk kedalam rumahnya.

"Bukankah tadi kau bilang.."

"Masuklah." mengibaskan tangannya tanda bahwa Yoona harus segera menaiki tangga.

    Langkah bingungnya membawa gadis itu menaiki tangga. Hingga tiba di teras rumahnya, ia mencoba melihat kebawah. Dilihatnya Sehun melangkah menjauh dari rumahnya.

"Kupikir dia akan menginap dirumahku." gumam gadis itu. Ia terbersin beberapa kali. "aish, dingin sekali!" segera ia berlari masuk kedalam rumahnya. Mengunci pintu dan jendela. Siap untuk berbaring di kasurnya.

--

"Jangan menyiram kearahku.." ujarnya kepada Xiumin. "aish, ketua itu benar-benar. Kenapa kita harus melakukan ini?" menendang pot kecil itu dengan geram, lalu mengelus pot itu kembali merasa bersalah.

"Jangan begitu. Tanaman ini kenang-kenangan dari nyonya besar. Tuan muda juga sering merawatnya." Yoona terdiam. Ia baru mengetahui itu. "nuna, kenapa kau jadi terlihat sedih begini?"

"Apa dia kesepian?" Tanya Yoona

"Kurasa begitu. Tapi, akhir-akhir ini aku merasa tuan muda sedikit berbeda. Mungkin saja ia sudah bisa melupakan temannya itu." Yoona menatap Xiumin penuh harap. Kuharap juga begitu.

     Sebuah mobil memasuki perkarangan rumah. Yoona dan Xiumin menghentikan pekerjaan mereka sejenak. Seseorang keluar dari dalam mobil mewah itu. Ternyata Jessika.

     Wajahnya masih sangat pucat. Gadis itu melangkah melewati Yoona dan Xiumin, masuk kedalam rumah. Mendadak Yoona merasa khawatir, tentu mengkhawatirkan Sehun. Kakinya gatal ingin segera berlari dari sana.

"Nuna?" tegur Xiumin yang menyadari perubahan raut wajahnya. Kenapa dia kesini? Bukankah dia sedang sakit? Ani, kenapa dia menghampirinya lagi? batin Yoona.

"Kita lanjutkan saja." seperti tengah memaksakan dirinya. Yoona kembali melanjutkan pekerjaannya. Diikuti Xiumin yang mulai mencurigainya. Sesuatu mulai terlihat jelas olehnya. Jatuh cinta, ia merasa Yoona tengah jatuh cinta.

--

     Yoona tengah membantu ketua di dapur. Mencuci piring yang sebenarnya bukanlah pekerjaannya. Tapi ia merasa bosan jika hanya berdiri.

     Ketua sibuk dengan masakannya. Xiumin menghampiri mereka. Memaksa ibunya agar mengijinkannya mencicipi masakan yang tengah dimasak itu, yang berakhir nyaris menghabiskan makanan itu. Mereka duduk disudut dapur, duduk berdampingan disebuah sofa. Menikmati teh panas dengan nikmat.

"Nuna, kau baik-baik saja?" tanya Xiumin yang membuat Yoona dan ibunya menoleh padanya.

"Apa aku terlihat tidak baik?" tanya balik gadis itu.

"Lupakanlah."

"Ketua, semuanya sudah siap." kata salah seorang karyawan dapur kepada ketua.

"Baiklah. Kau sudah bisa mengantarnya." kata ketua kepada Yoona. Gadis itu menarik nafas dengan semangat, lalu menghembuskannya dengan tenang. Ia bangkit dari duduknya. Mengangkat sebuah nampan yang berisikan semangkuk bubur dan juga minuman hangat.

"Nuna, bagaimana jika aku saja yang mengantarnya." Xiumin menghalangi langkahnya.

"Ini sudah tugasku. Kau istirahat saja, kita baru saja membeku diluar sana."

     Langkah terlihat mantap, walau sebenarnya pikirannya benar-benar gusar. Ia harus mengantar makanan itu kekamar pria itu, dimana Jessika masih berada disana. Melihat Jessika saja ia sudah panas, apalagi melihat gadis itu bersama Sehun.

--

     Pintu ganda itu tidak tertutup rapat, membuatnya dapat dengan mudah masuk kesana. Hening. Tidak ada suara yang terdengar disana. Ia mulai melangkah masuk. Disudut ruangan, disamping kaca besar, Sehun dan Jessika sedang berdiri berhadapan.

     Dapat Yoona lihat, Jessika yang tengah menangis dihadapan pria itu. Tersedu-sedu. Yoona merasa mematung disana.

"Bukankah kau mencintaiku?" kata Jessika. Fapat Yoona dengar dari posisinya berada.

     Sehun tidak dulu menjawab itu. Pria itu terlihat kaget mendengar pernyataan itu.

"Sehun-a.. katakanlah.. katakan kau menyukaiku." ujar gadis itu meremas lengan baju Sehun.

"Kau mengetahui itu?" tanya Sehun seperti bisikan. Tangis Jessika terhenti. "kau tahu bahwa aku menyukaimu?" sambung Sehun.  Jessila benar-benar terdiam. "jadi selama ini, kau berpura-pura tidak menyadarinya?" raut kecewa terlihat jelas diwajah itu.

"Sehun-a.. bukan itu maksudku." sela Jessika. Tapi Sehun sudah tidak menatapnya lagi. Melainkan menatap Yoona yang baru ia sadari keberadaannya disana. Yoona tersentak kaget. Menyadari tatapan itu, gadis itu segera berbalik hendak melangkah pergi.

"Menyukaimu? Tidak lagi." lanjut Sehun, membuat langkah Yoona terhenti.

    Pria itu masih memandangi tubuh Yoona disana. Jessika mengikuti arah pandang Sehun, gadis itu mendadak terbakar emosi setelah menyadari keberadaan Yoona disana.

"Karena gadis itu?" nada suara Jessika terdengar berbeda. "yang benar saja." dengan langkah lincahnya ia menghampiri Yoona disana. Menarik tangan Yoona dengan kasar, membuat nampan yang ada ditangan Yoona terjatuh ke lantai.

     Jessica menarik Yoona mendekati Sehun.

"Kau bisa lihat sendiri, sejauh apa perbedaan kami." ujarnya mencela.

"Lepaskan tangannya." kata Sehun ketus. Jessika menghempaskan tangan Yoona dengan keras. Yoona meringis kesakitan, tapi ia menelan baik-baik raut wajahnya itu.

     Mendengar semua hinaan itu, ingin sekali ia menampar wajah itu. Tetapi mengingat siapa dirinya disana, ia hanya bisa menahannya baik-baik.

     Jessica tak berkutik. Sehun menarik Yoona untuk berdiri di sampingnya. Airmata kembali mengalir diwajah geramnya itu. Meraih tasnya dari atas sofa, Jessika melangkah pergi. Tapi baru tiga kali melangkah, ia tersungkur ke lantai. Yoona buru-buru berlari menghampiri tubuh itu.

"Tuan, kurasa dia pingsan." kata Yoona yang sudah mengangkat tubuh itu kepangkuannya. Sehun masih saja berdiri disana. Masih belum bisa menerima perlakuan Jessika tadinya. "tuan!" bentak Yoona mencoba menyadarkannya.

"Siapkan mobil." kata Sehun yang sudah menggendong tubuh Jessika. Yoona segera berlari.

    Xiumin baru saja keluar dari mobil setelah memarkirkannya di halaman rumah. Yoona membukakan pintu mobil untuk Sehun.

"Kau masuklah." kata Sehun kepada Yoona.

"Ne? Saya?" Yoona tidak berniat untuk ikut dengannya.

"Nuna, cepat masuk!" Xiumin mendorong tubuhnya hingga benar-benar masuk kedalam mobil. Sehun membaringkan tubuh Jessika di kursi penumpang bagian belakang. Kepala Jessika berada di pangkuan Yoona. "tuan.." Xiumin berniat menyetir, tapi Sehun menahannya.

"Aku saja yang menyetir." kata Sehun yang sudah masuk kedalam mobil. Sedetik kemudian mobil itu sudah melesat pergi. Meninggalkan Xiumin disana.

Continued..

Lanjut???