webnovel

Part 3

     Sudah satu jam berlalu sejak Sehun mengantarnya kerumah. Kini Yoona tengah sibuk membersihkan rumahnya. Dengan sesekali menyaksikan drama korea yang sedang tayang di televisi. Ia juga memasak sebungkus ramen dan tak lupa memasukkan beberapa cabai kedalamnya. Duduk bersila didepan televisi dengan ramen buatannya, lalu tertawa dan menangis sesukanya.

     Yoona terlihat menikmati waktunya. Ia bahkan lupa bahwa dirinya tengah demam. Berbeda dengan kondisinya, Sehun terlihat murung dikamarnya.

     Berdiri dihadapan jendela kamarnya dengan kedua tangannya yang bersembunyi didalam saku celananya. Mengamati taman dari balik jendela yang lebar. Tapi tidak benar-benar menikmatinya, karena hampir seluruh pikirannya melayang ke gadis itu. Jessika.

     Ia kembali mengingat perkataan gadis itu dipertemuan terakhir mereka. Pernikahan? Hah. Dirinya merasa bara api berkumpul didalam tubuhnya. Ia tidak menyangka, akan sesulit itu baginya untuk melupakan gadis itu. Melupakanmu adalah hal yang paling aku inginkan. Tapi, aku tidak tahu akan sesulit ini.

     Lama memikirkan itu membuatnya terhanyut akan kekesalam. Tidak ingin terjebak terlalu dalam, ia beranjak dari sana. Tapi, mendadak langkahnya terhenti tepat ketika dirinya melewati rak buku.

     Memori akan malam itu kembali mengisi pikirannya. Dimana ia mendekap Yoona dan juga menciumnya. Cepat-cepat ia menggelengkan kepalanya. Tidak berharap kejadian itu hadir di pikirannya. Tapi ia kembali memikirkan hal lain, yang juga berhubungan dengan Yoona.

     Dimana ia menyantap jajanan kaki lima yang tidak pernah sekalipun ia lakukan, juga disaat ia merasa peduli akan keselamatan gadis itu, satu hal yang pasti, tadinya ia benar-benar mencemaskan Yoona.

     Berdiri dibawah shower dengan santai. Siraman air hangat membanjiri tubuh atletisnya. Usai itu melangkah menuju wastafel. Ia memandangi wajahnya di cermin yang ada dihadapannya. Ia menemukan sebuah paster yang sudah kucel, masih menempel dengan baik di keningnya. Tentu membuatnya kembali memikirkan gadis itu.

     Kali ini senyuman terlihat diwajahnya. Ia melepas plaster tersebut dan menggantikannya dengan yang baru. Setelah plaster miliknya menghiasi keningnya, ia merasakan hal berbeda. Tidak ada yang special dengan itu. Berjalan santai menuju kasur dengan senyuman yang masih menghiasi wajahnya.

--

"Selamat pagi semuanya!" Sapa Yoona kepada seluruh karyawan di dapur. "omo? Apa hidungku tidak salah?" merasa menghirup sesuatu yang tidak seharusnya berada di dapur itu.

"Oo, Yoona-a, kemarilah." panggil ketua yang tengah menyiapkan sebuah hidangan.

"Ketua, apa yang sedang kau hidangkan?" matanya melihat semangkuk sup dengan beberapa tusuk odeng yang mengisi mangkuk tersebut. "Kenapa ada odeng disini?"

"Aku juga tidak mengerti. Tadi malam tuan muda mengirimkan sebuah pesan kepadaku. Ia memintaku untuk memasak ini." kata wanita gemuk itu.

"Hoh, apa mungkin?" mengingat semalam ia telah memaksa pria itu menyantap odeng bersamanya.

"Wae? Wae?" tanya ketua yang menyadari perubahan raut wajah Yoona.

"A-aniyo." membantah sebelum ketua sempat melanjutkan perkataannya.

"Xiumin-a, apa tuan muda sudah pulang?" tanya ketua kepada salah seorang karyawan disana. Pria bertubuh pendek itu berlari kecil mendekati ketua.

"Sudah ketua, baru saja aku melihat tuan muda memasuki perkarangan rumah." jawabnya dengan yakin.

"Baiklah kalau begitu. Yoona, kau bisa bawa ini kekamar tuan muda?" tidak mungkin untuknya menolak perintah itu, yang pada akhirnya terpaksa mengangguk dan menerima nampan berisikan odeng.

--

     Pintu ganda itu tidak tertutup rapat, sedikit memudahkan Yoona untuk masuk kesana. Pada saat itu, entah mengapa ia berharap untuk tidak bertemu dengan tuannya. Langkahnya mengendap-endap menelusuri ruangan itu. Terlihat kosong seperti kemarin, dengan begitu cepat-cepat gadis itu melangkah mendekati meja kerja.

     Perlahan meletakkan nampan tersebut, berusaha agar tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Ia berhasil. Segera ia berbalik untuk keluar dari sana. Tidak ia sangka, pria itu baru saja memasuki kamar itu, dan memaksa mereka untuk saling bertemu di hadapan pintu ganda yang sudah tertutup rapat.

     Tidak berani menatap langsung. "Aku baru saja meletakkan sarapanmu di atas meja kerja." jelasnya yang terdengar gugup.

"Baiklah." jawab pria itu singkat, ia sudah melangkah melewati Yoona menuju meja kerjanya.

     Yoona mengehela nafas dengan lega. Ia kembali melangkah untuk keluar dari sana ketika tuannya kembali berkata.

"Kenapa ini terlihat berbeda?" suara itu reflek membuatnya melangkah mendekati pria itu. Yang tengah memandangi mangkuk itu dengan sorot mata tak puas.

"Ne? Apa yang kau maksud dengan berbeda?" tanya Yoona heran. Melihat pria itu berulang kali menyeruput kuah sup dengan sendoknya, dan masih terlihat bingung akan cita rasanya.

"Bahkan supnya jauh berbeda dengan yang kita makan." kata pria itu santai. Kita? Sedikit aneh untuk gadis itu mendengar kata 'Kita' dari tuannya itu. Yoona diam sejenak.

"Lalu, apa yang harus aku lakukan? Apa kau mau dibuatkan yang baru?" ujarnya dengan sopan tanpa menatap langsung.

     Sehun tidak menjawab, penasaran akan itu, Yoona beranikan diri untuk melirik tuannya itu yang ternyata tengah menatapnya. Cepat-cepat ia menundukkan wajahnya untuk menghindari mata itu.

"ada apa denganmu?" suaranya terdengar berat dan ada sedikit kekecewaan didalamnya. Sehun meletakkan sendok dengan sedikit hentakkan. "kau menghindariku?" dapat Yoona rasakan tatapan menusuk itu dari sudut ekor matanya. Berusaha untuk tidak membalas tatapan itu.

"Tidak. Aku hanya.." ia bingung harus berkata apa.

     Yoona seperti itu dikarenakan mengingat apa yang telah terjadi pada malam itu. Ia merasa dirinya terlalu dekat dengan tuannya itu. dan itu tidak boleh terjadi mengingat siapa dirinya dirumah itu.

"Aku bisa meminta pihak dapur untuk membuatkan yang lain, jika kau menginginkannya." tetap tidak ada jawaban.

     Kali ini ia memberanikan untuk menatap wajah itu. Sehun masih saja menatapnya dalam diam. Saat itu, Yoona seperti merasakan setitik kekecewaan dari tatapan pria itu kepadanya. Yang membuatnya terhanyut beberapa detik dalam tatapan itu.

"Bawa pergi makanan ini. Aku tidak menginginkannya lagi." usai itu ia pergi dari sana dan masuk kedalam kamar mandinya. Meninggalkan Yoona yang masih sulit tersadar berkat tatapan itu.

    Yoona mengerjapkan matanya, sadar bahwa pria itu sudah tidak berada disana. Mendadak ia menjadi tidak bersemangat, mengangkat nampan itu dan membawanya pergi dari sana.

--

"Loh, kenapa kau membawanya kembali?" wanita gemuk itu menghampirinya yang baru memasuki dapur.

"Tuan muda tidak menginginkannya lagi." ujarnya yang baru saja meletakkan nampan tersebut diatas meja dapur.

"Waeyo? Tuan muda tidak menyukai rasanya?" tanya ketua seakan sudah bisa menebak. Yoona mengamati karyawan dapur yang ada disana, mereka terlihat sedih.

"Tidak. Dia hanya tidak ingin menyantapnya pagi ini." jawabnya dengan cepat.

"Lalu? Kapan?"

     Dilihatnya semua karyawan dapur menatapnya penuh harap. Ia juga bingung hendak menjawab apa, karena sesungguhnya pria itu memang tidak menyukai rasanya. Tapi tidak mungkin untuknya mengatakan itu.

"Jika dia menginginkannya, ia akan mengatakannya." tersenyum berusaha membuat semua karyawan disana kembali bersemangat. Seperti yang ia harapkan, senyuman mulai terlihat dari wajah mereka, tapi tidak dengan wanita gemuk itu.

     Merasa menyadari sesuatu, ketua menariknya dari sana dan membawanya ke ruang istirahat miliknya.

"Ada apa sebenarnya? Ceritakan padaku." desak ketua.

"Ketua, aku.."

"Aku tahu, maka itu katakanlah." Yoona masih ragu untuk mengatakannya. "gwenchana.. katakanlah."

"Ia mengatakan bahwa makanan itu terlihat berbeda, begitu juga dengan rasanya."

"Jadi begitu?" wanita gemuk itu menggaruk keningnya pelan. "aish kau ini. Kenapa kau tidak mengatakannya dari tadi. Membuatku memikirkan yang tidak-tidak."

"Aku hanya tidak tega setelah melihat ekspresi kecewa dari wajah mereka." Ujarnya polos. Ketua tersenyum mendengarnya.

"Tapi.. Akan lebih baik jika mereka mengetahuinya." Yoona mengangguk menyesalinya dan membalas senyuman itu. "kau sudah membersihkan kamarnya?" baru Yoona sadari, seharusnya tadinya ia lanjut membersihkan kamar itu. Setelah menggeleng pelan, ia buru-buru pergi dari sana. Kembali kekamar itu dengan penuh keberanian.

--

     Kembali mengendap-endap memasuki kamar itu. Hingga tidak sadar bahwa ia tengah menahan nafas. Diakhir pertahanannya, tepat ketika dirinya melihat pria itu disana, rasa kaget membuatnya reflek terbatuk kecil dan buru-buru menarik nafas dengan tenang. Syukur pria itu tidak menyadari kehadirannya disana.

     Mengelus dada dengan lega diikuti langkahnya yang hendak melangkah pergi dari sana. Ia akui itu, ia merasa sesak berada di ruangan itu.

"Bukankah ini waktunya untukmu bersih-bersih?" suara itu menyadarkannya. Kakinya berhenti melangkah, perlahan menoleh kepada pria itu. yang tengah menatapnya dari jauh.

"Ne?" ragu-ragu membalas tatapan itu. Aish, dia kembali menatapku dengan tatapannya yang tak terbaca! Ani, aku tidak boleh seperti ini. ada apa denganku? Kenapa aku harus gugup seperti ini! Yoona, kau harus kuat! erangnya dalam hati. "aa, ne.." dengan cepat tangannya menarik vacuum cleaner yang tadinya ia bawa.

     Ia mulai mondar mandir di ruangan itu. Sejenak pikirannya fokus untuk bersih-bersih. Walau pria itu masih berada disana, hebatnya Yoona dapat bersikap santai dan menjalani tugasnya dengan baik.

"Tuan muda, ada surat untukmu." karyawan yang bertubuh pendek itu melangkah mendekati tuannya.

"Oo kau. Sudah beberapa hari aku tidak melihatmu?" tanyanya sembari menerima sebuah amplop. Pria bertubuh pendek itu hanya tersenyum kepadanya. "ini dari siapa?" membalik-balikan amplop itu.

"Saya menerimanya dari sopir sahabat anda, Jessika." jelas si pendek takut-takut. Tentu, setelah itu raut wajah Sehun menjadi tegang.

"Baiklah, kau boleh pergi." seakan tidak berniat membukanya, dengan santai ia mencampakkan surat itu ke atas meja kerjanya. Yang kebetulan Yoona tengah serius bersih-bersih disana.

     Gadis itu mengerjap kaget, nyaris berteriak tapi berhasil ditelannya rapat-rapat. Sehun menyadari ekspresi kaget dari wajah gadis itu, tapi pura-pura tidak menghiraukannya. Ia malah meraih sebuah buku lalu duduk di sebuah sofa, menghadap jendela nan besar itu.

     Yoona terus melirik ke amplop tersebut. Penasaran dengan isi amplop yang telah dicampak oleh pria itu. Sesekali ia melihat kearah pria itu, yang tengah serius dengan buku yang ada ditangannya, merasa aneh seakan menyadari bahwa pria itu tengah mempertahankan diri.

     Melihat ke sekeliling ruangan itu, sudah bersih sempurna. Dengan begitu untuk sementara pekerjaannya sudah selesai. Ia menarik vacuum cleaner bersamanya, melangkah menuju pintu ganda dengan rasa letih yang tertinggal.

Brukk!

     Pintu ganda itu terbuka lalu tertutup kembali dengan suara bantingan yang keras. Dan ketika itu, Jessika terlihat disana.

"Omo! Kau?" ia menutup mulutnya dengan jemarinya yang nyaris dipenuhi berlian. Melotot tak percaya melihat Yoona yang tengah memegang alat pembersih debu.

     Melihat keadaan Yoona seperti itu, ia tertawa, setengah bahagia, setengah mencela.

"Hah, sejak awal aku merasa aneh melihatmu, aku merasa mengenal seragam itu. Jadi, kau pembantu dirumah ini?" tajam menusuk dengan telak.

     Yoona terdiam mendengar kata-kata itu. Tak menyangka dirinya akan menerima kata-kata seperti itu. Segera ia menguatkan diri. Digenggamnya vacuum cleaner itu dengan erat. Memaksa dirinya untuk menunduk hormat lalu lanjut melangkah keluar dari ruangan itu. Tapi sebuah tangan menahan langkahnya. Sehun sudah berdiri disampingnya.

"Kata-katamu itu terlalu kasar." tangkas Sehun penuh penekanan. Menatap Jessika tak senang.

"Mwo? Yak.. Apa aku salah?" gadis itu tersenyum tak percaya. "aku hanya mengatakan.."

"Ada perlu apa kau kesini?" sela Sehun, pertanyaannya terdengar sangat ketus.

"Sehun-a, kenapa kau bertanya seperti itu? Bukankah selama ini aku sering mengunjungimu? Lalu mengapa.."

"Jadi selama ini hanya sebatas mengunjungiku?" Sehun tampak kecewa. Disampingnya, Yoona hanya menatap lantai dan membisu.

"Sehun-a, bukan itu maksudku. Aku.."

"Pergilah." tak lagi berdiri disana, pria itu sudah kembali ke sofanya dan memaksa dirinya untuk kembali membaca bukunya.

     Dengan penuh kebencian dan rasa malu yang ia terima, Jessika melangkah pergi dan tak lupa kembali membanting pintu dengan keras. Tinggallah Yoona yang baru sadarkan diri setelah lama mematung disana. Dengan sisa kesadarannya, ia menarik vacuum cleaner itu, segera keluar dari sana adalah yang terbaik untuknya.

--

     Membasuh wajahnya berkali-kali dengan air dingin. Keluar dari kamar mandi lalu menghampiri ketua yang tengah asik menyaksikan berita di televisi. Ditemani pria bertumbuh pendek yang baru Yoona ingat, pria itu ada dihari pertama dirinya bekerja. Melihat ketua dan pria itu duduk berdampingan seperti itu, mereka terlihat seperti ibu dan anak.

"Yoona-a, duduklah." tegur ketua disela keseriusannya pada layar televisi.

"Kalian terlihat seperti ibu dan anak." ujarnya setelah meraih segenggam kacang telur ditangannya. Duduk diantara ketua dan si pendek, Mengunyah perlahan dan mulai ikut menyaksikan berita.

"Eomma, dia tidak tahu itu?" pria itu berkata seakan tak percaya. Dengan cepat Yoona memutar bola matanya lalu bergantian menatap kedua orang itu.

"Mwoya? Apa aku benar?" kacang telur yang ada ditangannya terlepas begitu saja.

"Apa aku belum mengatakannya padamu?" wanita bertubuh gemuk itu malah bertanya kembali padanya.

"Ketua! Kau memang tidak pernah mengatakannya!" kesal Yoona yang merasa seperti orang bodoh. Tidak, Semakin terlihat bodoh.

"Ehei.. Kau juga tidak bertanya." mendorong kening Yoona pelan. "sudah jangan ribut, aku sedang serius." tidak menghiraukan tatapan mengutuk darinya. Wanita gemuk itu malah bersila diatas sofa empuk itu. Memeluk setoples kacang telur.

"Jadi, anu, dimana kau selama ini? Dihari pertamaku bekerja, sepertinya aku melihatmu." tanya Yoona kepada pria pendek ini.

"Namaku Xiumin, bukan anu." celutuknya sembari mengunyah kacang. "aku sedang berkuliah, beberapa hari ini aku sedang serius dengan pelajaranku, maka itu aku memilih istirahat beberapa hari."

"Memangnya boleh seperti itu?" mengingat mereka adalah pembantu dirumah itu.

"Tuan muda tidak sama seperti majikan lainnya. Walau terkadang suka berubah-ubah mood. Ia sama seperti tuan besar dan nyonya besar. Satu keluarga yang sempurna. Mereka benar-benar orang yang baik. Kau tahu? sudah berapa lama ibuku bekerja disini?" Yoona mencondongkan dagunya beberapa kali guna meminta penjelasan.

"sejak ibuku mengandung diriku. Jika tidak salah, saat itu tuan muda berumur 5 tahun, seperti itulah yang ibuku katakan."

"Memangnya berapa umurmu saat ini?" tanya Yoona setelah terpikir akan itu.

"20 tahun." reflek tangan Yoona menepuk kepala pria itu, yang mengaku bernama Xiumin.

"Jika begitu panggil aku nuna! Aku lebih tua darimu!" kembali meraih segenggam kacang ke tangannya. "kau mengatakan tentang tuan besar dan nyonya besar, memangnya dimana mereka sekarang?"

"Omo! Kau, ah ani, nuna tidak tahu tentang itu?" menutup mulutnya seperti yang telah Jessika lakukan sebelumnya.

"Wae wae?"

"Mereka sudah tiada."

--

     Hari berlalu dengan cepat, matahari sudah pamit hendak bertukar tempat dengan bulan. Mondar mandir di dapur dengan gelisah. Yoona sedang memasak air panas, bermaksud membuatkan secangkir minuman hangat untuk Sehun.

     Setelah mendengar apa yang Xiumin katakan, setitik perasaan iba menggerogotinya. Memaksanya untuk peduli dengan pria itu.

     Ia sudah membawa sebuah nampan dengan secangkir teh bersamanya. Masuk ke kamar itu dengan tenang. Dilihatnya Sehun sedang berdiri bersandar pada meja kerjanya. Dengan penuh keberanian ia menghampiri pria itu.

     Dalam diam ia letakkan secangkir teh itu ke atas meja. Melirik pria itu yang ternyata sedang membuka amplop yang tadinya ia campak begitu saja. Sekilas dapat Yoona lihat, isi dari amplop itu merupakan undangan pernikahan Jessika.

     Walau sangat besar keinginannya untuk menyemangati pria itu. rasa takut untuk menyapa pria itu lebih besar. Sehingga membuatnya kembali melangkah keluar dari sana.

--

"Nuna? Kau kembali?" kata Xiumin yang masih duduk santai di sofa disamping ibunya. Yoona duduk disampingnya dengan lesu. "nuna, Kau terlihat lesu." Ibu dan anak itu saling menatap lalu melirik heran kearahnya.

"Ada apa denganmu?" tanya ketua yang mengalihkan matanya sejenak dari layar televisi.

"Lanjut saja menontonnya.." mengibaskan tangannya dengan malas. Ibu dan anak yang duduk disebelah kirinya itu kembali menyaksikan televisi.

"Wah, kenapa begitu? Bukankah itu sangat kejam?" seru Xiumin yang tengah serius pada berita-berita di layar televisi.

Brukk!

     Suara pintu terbanting terdengar keras.

"Omo kamcakya!" teriak si pendek hingga melompat dari sofa.

"Oo, mian mian.. Aku tidak tahu pintu ini akan terbanting seperti itu." pria itu disana. Tengah melangkah mendekati mereka. Dan berakhir duduk disebelah kanannya Yoona.

     Seakan tidak menghiraukan tatapan penuh pertanyaan dari ketiga manusia yang ada disampingnya. Sehun malah bertindak santai sembari membongkar kotak yang ada dipangkuannya.

"Tuan, ah, hyung, kau sedang apa?" tanya Xiumin masih menatap Sehun dengan mata bulatnya.

"Aku ingin memutar film ini. Aa, bagaimana jika yang ini?" ujarnya sibuk dengan pilihannya sendiri. "yang ini saja. Cepat kau putar." memberikan kaset itu kepada Xiumin agar pria bertumbuh pendek itu segera memutarnya. Masih dipenuhi kebingungan, Xiumin menerima kaset itu dari tangannya, dan segera memutar kaset itu.

     Ia kembali duduk ditempatnya. Layar televisi mulai menampilkan beberapa artis Hollywood ternama, dan irama musik pun horror mulai terdengar.

"Apa ini film horror?" tanya Yoona seperti berbisik.

"Hmm." jawab Sehun yang sudah mengangkat kakinya keatas meja yang ada dihadapannya.

     Ketua dan Xiumin mulai serius dengan layar televisi, begitu juga dengan Sehun. Tapi tidak dengan Yoona. Dari semua jenis film, kenapa harus horor? Erang gadis itu dalam hati. Berniat melarikan diri, tapi ketika itu, Sehun melentangkan tangan kirinya ke sandaran sofa dan menyentuh punggung Yoona. Membuat gadis itu mematung.

     Sekilas Sehun terlihat seperti tengah merangkulnya. Jarak mereka terlanjur dekat, itu juga yang seakan memenjarakan gadis itu disana.

     Suasana menegangkan sudah mulai terasa. Mereka berempat diam dalam rayuan film. Ketua, Xiumin dan Sehun benar-benar menikmati film itu. Sedangkan Yoona, gadis itu nyaris tak bernafas. suara debaran jantungnya mengisi sistem pendengarannya. Ia sudah menggenggam kedua tangannya dengan erat, ia bahkan tidak menyadari, ia sudah menutup matanya sangat lama, tentu untuk menghindari tontonan itu. Tapi walau begitu, ia sudah sangat ketakutan meski hanya mendengar suara menakutkan itu.

     Anehnya, ia merasa tangan Sehun yang terlentang dibelakangnya seperti tengah menyentuh bahunya. Yoona mencoba melirik kearah bahu kirinya guna menyelidiki itu, tapi ternyata tidak. Tangan Sehun masih terletak begitu saja diatas badan sofa.

     Suara teriakan aktor terdengar nyaring hingga membuat Yoona mengerjap kaget hingga melompat pelan, membuat Sehun menoleh kepadanya. Menyadari tatapan itu, cepat-cepat Yoona berpura-pura menyaksikan film itu.

     Sosok-sosok menakutkan mulai terlihat, semakin mengancam pertahanannya. Hingga ketika wajah menakutkan itu memenuhi layar televisi, gadis itu benar-benar melompat dari duduknya hingga berdiri tegak. Semua mata tertuju padanya.

     Ada yang kaget, kesal, dan menahan senyum geli. Menggaruk pelan kepalanya yang tidak gatal, lantas buru-buru ia keluar dari ruangan itu. Berjalan cepat menuju lemari dimana ia menyimpan ranselnya. Sesampai disana buru-buru ia mengeluarkan jaket miliknya dan segera memakainya, menggantung ransel di pundak dan langkahnya mulai membawanya keluar dari rumah itu. Tidak, langkahnya terhenti di teras rumah itu.

     Hujan mengguyur dengan deras. Udara dingin menyerbu tubuhnya dengan kejam. Melihat butiran hujan membuatnya mengingat sesuatu yang berakhir mengutuk dirinya sendiri. ia melupakan payungnya.

     Menghentakkan kakinya kelantai dengan kesal. Satu-satunya cara yaitu meminjam payung dengan ketua. Baru saja ia berbalik, dilihatnya Sehun sedang berjalan menghampirinya. Dengan payung yang sudah di genggamannya.

"Kajja." kata pria itu kepada Yoona.

     Yoona diam tidak mengerti. Pria itu menghela nafas dengan malas, melihat gadis itu yang tidak juga bergerak dari sana. Dengan santai ia merangkul tubuh itu lalu membawa gadis itu bersamanya. Melewati derasnya hujan menuju tempat dimana mobilnnya terparkir.

"Masuklah." ujarnya memerintah Yoona untuk masuk kedalam mobilnya.

"Tuan, kau tidak perlu mengantarku. ku bisa.." tidak ingin menunggu lama, maka itu Sehun langsung mendorong Yoona hingga gadis itu duduk didalam mobil.

--

     Tidak selama ketika dulunya pria itu mengantarnya, kali ini mereka tiba dirumah gadis itu tepat waktu seperti yang gadis itu perkirakan. Anehnya, tepat ketika mereka tiba didepan rumah itu. Hujan tak lagi terlihat, yang tersisa hanyalah udara yang semakin menusuk.

     Saat itu dalam hatinya ia terus mengutuk hujan. Jika kau akan berhenti secepat ini, seharusnya kau mengatakannya padaku! Ucap gadis itu kepada hujan. Pintu yang ada disampingnya terbuka, tubuh atletis itu menyambutnya diluar. Tanpa ekspresi.

"Terimakasih tuan." ujarnya pelan seraya menunduk hormat.

     Menuju rumahnya ia harus menaiki sebuah tangga, itu dikarenakan rumahnya berada di atap dari rumah orang yang telah menyewakan tempat itu padanya. Ia melirik kearah tangga, sudah tidak sabar untuk segera pergi dari sana.

"Pergilah." kata Sehun menatapnya tetap tanpa ekspresi. Malu-malu membalas tatapan itu, kembali menunduk hormat lalu melangkah menaiki tangga.

     Langkahnya terlihat ragu ketika hendak menapakkan kakinya ke anak tangga. Itu dikarenakan efek film horror yang masih tertinggal di pikirannya. Disaat ia diam dalam langkahnya, suara kaleng terjatuh terdengar nyaring dari atas rumahnya. Yoona terlompat kaget dan spontan menuruni anak tangga. Tidak ia sangka, Sehun masih berdiri disana.

     Diam dihadapan wajah itu, Yoona kembali ke posisi awal dimana ia berdiri dihadapan Sehun.  Ia yakin, kini wajahnya terlihat sangat memalukan. Gadis itu bahkan tidak dapat mengucapkan sepatah katapun.

     Dilihatnya, bibir itu mulai membentuk sebuah senyuman. Pertama kali untuknya melihat senyuman diwajah Sehun. bunyi kaleng terjatuh kembali terdengar bahkan lebih nyaring. Tidak ia sadari, kini ia sudah berdiri dibelakang pria itu. Entah kapan ia melangkah kesana.

"Huh.." pria itu menghela pelan. Sadar bahwa gadis itu tengah berlindung dibelakangnya.

     Suara kaleng terjatuh masih terdengar. Yoona masih tidak sadar dengan posisinya. Terus menutup wajahnya dengan jemari tangannya.

    Sehun menoleh kearahnya. Seakan dapat mengerti kondisinya. Dengan santai ia meraih tangan Yoona lalu membawa gadis itu melangkah menaiki tangga. Lantas kesadaran itu timbul kembali. Menyadari bahwa dirinya tengah menapakkan kaki pada anak tangga, rasa takut mendadak menyerbunya.

"Tunggu." mencoba menghentikan langkah itu, tapi Sehun terlalu kuat menggenggam tangannya dan terus memaksanya untuk melangkah. Ia memilih menutup matanya hingga langkah mereka benar-benar terhenti.

"Buka matamu." tegur pria itu yang sudah melepaskan genggaman tangannya.

     Ragu-ragu Yoona membuka matanya, dan mendapat dirinya sudah berada dihalaman rumahnya. Tapi disisi lain, kebenaran memalukan terlihat. Dua ekor kucing tengah memainkan tumpukkan keleng kosong.

     Seakan menerima hantaman keras dikepalanya, ini kesalahan besar untukknya. Ia sudah mempermalukan dirinya dihadapan pria itu. Meringis kesal, menahan malunya dan berusaha menatap pria itu.

"Aa.. emm.. itu.." saking malunya, ia bahkan lupa bagaimana caranya berkata. Aish! Mengutuk kesal dirinya. Dilihatnya Sehun tertawa pelan tak kuasa melihat kebodohannya. "terimakasih."

     Sehun terus mengatup rapat bibirnya. Membuat Yoona merasa bingung harus berbuat apa.

"Kalau begitu saya masuk dulu." ia melangkah memunggungi pria itu.

"Mianhae." suara itu terdengar tepat ketika gadis itu hendak membuka pintu rumahnya. Segera ia berbalik dan mendapatkan pria itu tengah menatapnya. "Jessika telah berkata kasar padamu. Aku.. mewakilinya meminta maaf padamu." raut menyesal terlihat jelas diwajah pria itu.

"Tidak ada yang salah dari kata-katanya." jawabnya yang memang tidak tersinggung sedikitpun akan hal itu. Sehun kembali menatapnya dalam diam.

Dugg! Dugg!

     Sesuatu menghantam jantungnya, membuatnya merasa mual juga sulit bernafas. Mata itu menusuknya hingga menyentuh hatinya yang terdalam, kehangatan tersalur hingga berhasil menyelimuti tubuhnya dari dinginnya malam.

"Baiklah" mengangguk pelan menelan senyumannya. "kalau begitu aku akan pergi." kini gantian Sehun yang melangkah pergi, meninggalkannya dengan perasaan aneh yang tertinggal. Disaat tubuh itu tak lagi terlihat, kesadarannya timbul. Ia reflek menarik nafas setelah lama menahannya.

"Hoh, ada apa denganku?"

--

     Sebelum menyalakan mesin mobilnya, Sehun mengetik sebuah pesan yang ia tujukan kepada ketua. Selama ia mengetik pesan itu, senyuman tak luput dari wajahnya.

     Pria itu terlihat berbeda. Ia juga mendengarkan musik pop, ikut bersenandung mengikuti irama lagu. Senyuman menemani perjalanannya menuju rumah. Pria itu benar-benar terlihat berbeda.

     Setibanya dirumah, melangkah santai mengintari bangunan itu menuju kamarnya. Memainkan kunci mobilnya dengan asik. Melewati setiap karyawan yang memberikan hormat padanya, tak tertinggal, senyuman masih melekat indah diwajahnya. Tentu membuat semua karyawan yang melihatnya merasa asing. Karena ini pertama kalinya Sehun tersenyum seperti itu dihadapan mereka.

"Eomma, ada apa dengannya?" tanya Xiumin yang baru saja menyadari senyuman itu dari kejauhan dan ketua juga melihat itu.

"Aku tidak begitu yakin." guman ketua yang kini tengah melirik Sehun lalu bergantian membaca pesan yang baru saja ia terima dari pria itu.

"Kau mendapatkan pesan darinya? Biarkan aku membacanya." ia sudah merampas ponsel itu dari ibunya. "mwo? Piknik? Mwoya. Eomma, bukankah pernikahan itu berlangsung besok? Lalu kenapa dia.."

"Kecilkan suaramu!" menepuk kepala Xiumin dengan geram. "Aa.." ketua terhanyut dalam pikirannya sendiri. Setelah merampas kembali ponselnya dari tangan Xiumin, ia pergi dari sana dengan senyuman yang perlahan terlihat jelas diwajahnya. 

-

-

-

-

-

Continued..

-

-

-

-

-

Komentarnya dong kak..

Maaci.. ^^