webnovel

Slow Journey

KMJ-CYJ-HHJ Dia sedang tidak merasakan emosi yang ada. Saat melihat matanya, hanya ada rasa takut, putus asa, dan amarah disana. Dengan senyuman lebar tanpa beban, aku.... menyukainya.

aurelllr · Celebrities
Not enough ratings
4 Chs

Happy ?

Sepasang mata sembab itu terbuka dengan pelan. Secara perlahan bangun dari tidurnya. "Ugh" erangnya ketika ia berhasil merenggangkan lengannya. Ia bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan menuju ke kamar mandi. Beberapa saat kemudian, sosok itu kembali dari kamar mandi dan muncul di hadapan kaca. Memperhatikan dan meneliti dirinya sendiri sesekali menghela nafas.

Rambut panjang berwarna kecoklatan itu pun terurai rapi dengan seragam putih dan jas sekolah bertuliskan "Seoul Art School" dengan warna senada yang sangat pas di tubuhnya.

Ia memberi senyuman dihadapan kaca. "Semoga hari ini berjalan dengan baik." Itulah kata yang ia katakan sebelum memulai harinya. Hari yang sangat berat dan tentunya melelahkan.

Tok! Tok! Tok!

Gadis yang bernama Minju itu menoleh kearah pintu coklat yang berbunyi.

"Nona sarapan sudah siap. Anda ditunggu untuk sarapan bersama."ucap salah satu maid yang berada di rumah besar itu.

"Ya tunggu sebentar"Ucap Minju dengan nada yang sedikit tinggi.

Minju pov

Sekarang aku terjebak di acara sarapan yang hening dan membosankan. Sebenarnya tidak semembosankan itu, tapi aku hanya merasa diabaikan. Seseorang yang duduk tepat di depanku adalah kakak perempuanku, Irene. Ia dan aku hanya berjarak satu tahun.

Kakakku adalah definisi dari "sempurna". Semua orang menyukainya. Orang-orang mengatakan bahwa dia adalah gadis yang baik, ramah, cerdas, dan bertalenta.

Sedangkan aku, hanya tersenyum miris.

Selalu ada kecanggungan diantara kami. Tidak seperti saudara pada umumnya, kita bahkan hanya mengatakan kata secukupnya dan hal itu tidak terlalu penting.

"Irene bagaimana sekolahmu?" Tanya Papaku sebelum ia menyuapkan makanannya.

"Cukup baik, Aku terpilih untuk mengikuti olimpiade matematika minggu depan" ujar kakakku.

"Tingkatkan terus prestasimu. Jangan mau kalah dengan anak dari rekan-rekan Papa" ujar Papaku dengan nada yang tegas.

Papaku, Kim Jinyoung, seorang direktur dari perusahaan elektronik terbesar di Korea.

Papa yang dulunya selalu membuatku merasa ada yang melindungiku dan menyayangiku.

Sekarang? Papaku yang dulu telah hilang

Ia berubah setelah perusahaan nya menjadi perusahaan besar.

Menjadi egois dan semaunya.

"Bagaimana dengamu Minju? Jangan bilang kau betah berada di posisi terakhir" ujarnya lagi yang membuat nafsu makanku hilang seketika.

Kata-kata tajam Papaku selalu menjadi hal yang aku dengar setiap hari. Kata-kata yang selalu membuat hatiku teriris itu selalu aku dapatkan dari mulut Papaku.

Aku mencekram garpu dan pisau yang ada di tanganku. Selalu saja membuat atmosfer canggung disini. Saat aku melihat kakakku, dia hanya menatapku sekilas dan melanjutkan memakan sarapanya.

"Jangan selalu meremehkanku. Jangan berbicara seperti orang pintar. Papa menjadi seperti ini karena Mama. Jangan mengatakan hal yang tidak berbobot." Desisku

Brak!!

"SIAPA YANG MENGAJARIMU BERUCAP TIDAK SOPAN!. APA WANITA ITU YANG MENGAJARIMU SEPERTI INI?" ujar Papaku dengan memukul meja yang ada di depannya.

"Mulai besok pindahlah sekolah dan jadilah seperti kakakmu serta tinggalkan teman-teman kurang ajarmu itu. Tinggalkan gitar dan piano mu yang tidak berguna. Kau akan masuk di Seoul National High School seperti kakakmu." ujar Papa ku lagi

Aku benci ketika aku dibandingkan. Aku benci tidak ada seseorang pun yang mengerti aku. Hanya ada paksaan untuk menjadi seperti orang lain.

"Inilah yang membuat Mama meninggalkan Papa"

"Aku berangkat" ucapku dan langsung meninggalkan meja makan. Aku benar-benar segera ingin keluar dari rumah. Tidak bukan rumah, melainkan neraka.

"Siapkan dirimu untuk hari pertamamu masuk sekolah yang Papa tentukan. Tidak ada penolakan!"

Itulah kata-kata terakhir yang aku dengar dari Papaku sebelum meninggalkan rumah.

-

-

-

Author Pov

Mungkin bisa menginjakkan kaki di sekolah megah dan mewah itu sudah merupakan keberuntungan. Tidak terbayangkan seperti apa jika kita bersekolah disana juga. Pastinya itu akan menjadi hal yang harus di catat di rekor ajaib dalam kehidupan.

Seoul National HighSchool

Masuk dalam peringkat 1 di Korea sebagai sekolah termahal yang pernah ada. Mereka memiliki tanah berpuluh-puluh hektar untuk menjadi lembaran gedung-gedung yang berdiri kokoh di atasnya. Fasilitas yang mewah dan lengkap, serta dilengkapi dengan guru-guru professional dari berbagai Negara. Menjadikan sekolah ini sangat di sanjung oleh semua orang.

Sangat tidak mudah bahkan kemungkinannya hampir mencapai 0% untuk seseorang yang bukan berasal dari keluarga kaya raya bisa menambahkan nama mereka di daftar nama sekolah ini, kecuali melalui beasiswa.

Hari ini adalah hari pertama Minju masuk ke sekolah barunya. Gadis itu menyusuri koridor-koridor yang berada di gedung sekolah yang sangat besar. Dalam perjalanannya, Ia hanya bergumam tidak jelas. Minju tidak peduli masuk sekolah termahal maupun sekolah terbesar. Dipikiran Minju sekarang hanyalah apakah dia sanggup berada di sekolah seperti ini.

Mengapa Minju tiba-tiba pindah sekolah ?

Jawabanya adalah tidak ada yang bisa menghalangi yang Papanya lakukan.

Siapa yang bisa mencegah hal-hal yang ingin dilakukan seorang direktur yang sangat disegani itu.

Minju Pov

"Sahamku turun 20%, ini buruk."

"Berarti kau rugi 12 Miliar?"

"Iya. Papaku pasti akan membunuhku."

Aku tidak begitu yakin dengan apa yang telah ku dengar, tapi dari setiap mimik wajah mereka tidak menunjukan bahwa itu hanya bualan belaka.

Aku kembali mengedarkan pandanganku ke setiap sudut yang bisa bola mataku jamah. Ada yang sedang berlarian tergesa, bermain di taman rumput yang hijau sembari membaca buku atau sekelompok Gadis yang masing-masing dari mereka mempunyai wajah yang berkelas sedang bergurau dan sesekali tertawa. Bahkan guru dengan paras mereka yang berwibawa dengan langkah mereka yang gagah.

Oh tidak! Sekarang mereka memperhatikanku, mungkin mereka menyadari bahwa ada santapan baru yang berjalan di sekitar mereka. Mati aku. Tuhan lindungi aku dari wajah-wajah yang mulai mengukirkan senyum licik itu.

Aku melihat wajah mereka yang menatapku sinis. Aku sedikit terkejut karena mendapatkan terjangan senyuman yang ramah dari beberapa siswa dan siswi disini. Kelihatan sekali papan muka mereka yang menyambutku hangat.

Akan tetapi, kebanyakan pasang mata itu menamparku dengan tatapan jahat seperti di film-film.

Ini pertanda buruk.

Author Pov

Nafas Minju terengah, ia benar-benar lelah untuk mengambil langkah lagi, sekarang ia benar-benar telat dan tidak tau dimana letak kelasnya. Sekolah ini memang terlalu luas. Sudah kesana-kesini tapi ia tak kunjung sampai, ingin dia bertanya namun perasaan malu menyergarpinya lebih dulu.

Ia mengedarkan pandangannya kemana-mana kakinya terus berlari cepat dan jangan lupa keringat di wajah cantiknya itu bahkan mulai meluncur sempurna.

Ketika Minju sudah menapakkan kakinya di kelas yang sangat susah untuk di temukan, semua mata tertuju padanya karena datang terlambat termasuk guru yang sedang mengajarnya.

"Bahkan di hari pertamamu, kau sudah melanggar peraturan."

Minju menunduk sembari mengayunkan kakinya masuk. Ia benar-benar malu akan situasi ini. Keringat yang bercucuran deras itu bahkan masih menghiasi jalan mulus kedua pipinya.

"Saya tidak akan memberikanmu hukuman mengingat ini adalah hari pertamamu. Sekarang perkenalkan dirimu!"

Minju mendongak dengan ragu menatap nanar gurunya itu berharap semua akan baik-baik saja. Berharap ketika ia berbicara nanti, sebuah keajaiban datang dan ia akan membuka mulut dengan perkenalan yang mulus dan lancar.

Minju menelan ludahnya sekali sebelum akhirnya mulai memperkenalkan dirinya.

Ia benar-benar tidak bisa mengatasi situasi ini.

Semua mata kini tertuju padanya dan tampak jelas mereka bertanya-tanya siapa sebenarnya gadis yang kini berdiri tepat di depan kelas mereka.

"Hai aku Kim Minju. Kalian bisa memanggilku Minju"

Suasana hening seketika, lalu seseorang mengangkat satu tangan kananya yang menandakan ada yang ingin ia ketahui dari sosok Minju yang kini sedang bergetar di depan.

"Apa pekerjaan orang tuamu?"

Minju mengangkat satu alisnya

"Apa itu penting?"

"Katakan saja!" ucap murid lainnya dengan cepat menyambar jawaban Minju.

Minju menghela nafas pelan dan memutar bola matanya tidak habis pikir. Apa yang sebenarnya anak-anak ini ingin ketahui dari dirinya.

"Kamu tidak perlu menjawabnya,Minju."

Minju membuang nafasnya lega. Akhirnya ada orang normal yang mengerti situasi seperti sekarang. Ia bahkan berpikir semua orang di sekolah ini tidak beres.

Maksudnya, apakah sopan untuk menanyakan hal seperti itu?. Bahkan yang lebih buruk, ia bahkan tidak mempunyai jawaban untuk pertanyaan bodoh itu.

Minju bisa saja mengatakan bahwa dia anak dari Kim Jinyoung, tapi dia tidak ingin melakukan hal itu.

Ia tidak ingin ada yang tau siapa dirinya sebenarnya Minju hanya sudah nyaman dengan dirinya tanpa ada yang tau siapa dia, Papanya dan siapa kakaknya.

"Duduklah di samping Ryujin, bangku ketiga"

Tepat setelah perintah dari gurunya itu, seorang siswi mengangkat tangannya. Minju menatapnya. Ia tersenyum tipis melihat wajah yang ramah dan periang sudah terlukis jelas di papan muka gadis tersebut.

Ia melangkah ke tempat gadis tersebut dan duduk disebelahnya.

"Hai! Aku Ryujin"

***

Mereka berdua tampak sedang bergurau bersama. Baru beberapa jam saja mereka bertemu dan berkenalan, tapi mereka sudah seperti sahabat sejak lama. Awalnya Minju merasa canggung jika bertemu dengan orang yang baru dikenal. Akan tetapi, gadis ini benar-benar bisa mencairkan suasana. Mereka saling bertukar cerita seperti sudah saling mengerti satu sama lain. Sosok Ryujin yang baik, sabar dan menyenangkan, membuat Minju merasa nyaman untuk terus dekat dengan teman barunya itu.

Ryujin adalah satu-satunya anak beasiswa yang berada di kelas unggulan. Ia bahkan tidak mempunyai teman di sekolah ini, karna banyak yang melihatnya hanya sebagai seorang gadis miskin dan aneh.

Mungkin kehadiran Minju akan merubah semuanya.

Sementara itu, di lain sisi, ada seorang laki-laki dengan wajah dinginnya sedang mendengarkan musik melalui headset seakan tidak peduli dengan orang sekitarnya. Ia tidak memikirkan apa pun.Bahkan ia juga,

Tidak sedang merasakan segala perasaan dan emosi yang ada.

**