1 Flower Boy

"Rencana penyihir tua itu berhasil, seorang pangeran yang dijebaknya memakan buah semangka yang sudah diberi kutukan itu tertidur pulas. Satu-satunya cara untuk membangunkannya kembali adalah dengan ciuman cinta sejati. "

Atmosfer dalam ruang teater kembali tenang, dan aku tahu tentang ini. Semua ini jelas bukanlah karena mereka benar-benar tenang tetapi tentu saja mereka sedang menunggu adegan selanjutnya dimana akhirnya sang pangeran yang tertidur dibangunkan oleh cinta sejatinya. Oh, untuk bagian yang satu itu aku sama sekali tidak senang. Jangan tanyakan lagi bagaimana kesalnya perasaanku saat ini. Kalau bisa, aku ingin menghilang saja sekarang!

"Sial, kenapa harus aku sih!" Aku mulai mengumpat aku dalam hati, kenapa? Tentu saja karena yang memerankan pangeran itu aku! Kalau misalkan ini adalah sebuah drama yang mengikuti cerita aslinya dan aku yang jadi pangeran yang nantinya mencium putri yang tertidur aku pasti bakalan senang bukan main. Tapi ini? Malah aku yang dicium. Gila, turun sudah drajat aku!

Oke, ada seseorang yang harus bertanggung jawab dengan ide gila ini. Ini semua gara-gara si Chandra dan ditambah tangan aku yang selalu sial setiap memilih. Hah! untuk kedua kalinya selesai sudah kehidupan sekolah yang normal. Setelah festival ini berakhir pasti anak-anak sekolah bakalan kasih aku julukan baru, dan itu sudah pasti.

Sebelum akhirnya pipi aku direbut kesuciannya alangkah baiknya aku mengenang kembali masa-masa sekolahku yang tenang atau paling tidak sebulan sebelum festival sialan ini diadakan.

***

1 bulan sebelum festival sekolah.

"Bagaimana kalau bikin kafe?"

"Enggak ah, rempong."

"Kalau rumah hantu?"

"No no no, aku eenggak mau!"

"Bikin komik terus jual?"

"Orang sinting mana yang mau beli?"

Semua kalimat di atas adalah ungkapan hati anak-anak di dalam kelas. Mau bagaimana lagi? Kami sama sekali kesal dengan keputusan yang mendadak dan menurut kami terlalu mengada-ngada. Sekarang para murid di dalam kelas menjadi dua kubu. Yang pertama ialah orang-orang yang sangat bersemangat tentang festival. Lalu, kubu yang kedua ialah yang sebaliknya.

Kelas yang awalnya tenang berubah jadi arena debat gara-gara pengumuman kepala sekolah mengenai festival sekolah yang selalu diadakan setahun sekali saat upacara tadi pagi. Bagi teman-teman seangkatan, ini merupakan kesempatan terakhir dalam berpartisipasi di festival sekolah. Tahun depan kami tidak bisa lagi mengambil bagian dari festival karena disibukkan dengan ujian kelulusan dan ujian-ujian lainnya. Yah, kalau aku pribadi sih enggak masalah, jujur aku lebih suka kalau festival ini ditiadakan, alasannya? Tentu saja karena rasa malas.

"Hah ... merepotkan!" Teman-teman sekelas yang mendengar ucapanku barusan langsung melotot bersamaan. What the … perasaan suara aku kecil deh. Lihat mereka, melotot seperti zombie yang kelaparan, menakutkan. "Apa, mau adu jotos?" tantangku dengan mengerahkan kepalan tangan ke arah mereka. Bukannya takut, mereka malah tertawa. Sial!

"Flower boy kita sudah besar ya … uwuwu akut," ledek Mark ketua kelas yang resenya enggak ada obat. Yang lain ikut tertawa.

Sumpah, aku mulai naik darah dengan sebutan itu. Ini semua gara-gara cewek psikopat itu! Kalau saja aku waktu itu tidak sengaja numpahin minuman di sepatunya, semua ini tidak mungkin terjadi! Kalau saja dia enggak memanggilku flower boy didepan banyak orang, aku enggak mungkin berakhir dengan julukan itu. Oh, mengingatnya saja membuat aku sakit kepala. Aku menggelengkan kepalaku beberapa kali.

Lupakan-lupakan. Tidak ada gunanya mengingat kejadian memalukan itu!

"Lagian ni ya, Mama kamu ngidam apaan sih sampai anak cowoknya jadi cantik gini. Kalau kamu cewek pasti sudah jadi pacar aku." kali ini William dengan omong kosongnya. Kenapa juga ia harus sampai membawa tentang ngidam dalam masalah ini?

"Kalau aku cewek, hm … mana mungkin aku mau sama kamu, hama!" balasku dengan sinis. Ya kali aku mau pacaran sama otaku udang, jijik. Kalau bisa ingin sekali aku juga menambahkan kalimat terakhir tadi. Anggap saja aku sedang dalam keadaan baik, jadinya, aku tak mengatakan kalimat sadis itu untuknya.

Belum sempat William membalas, Chandra murid yang selalu punya ide gila memukul meja dengan kuat. Saking kuatnya anak kelas sebelah sampai mengumpat menyuruhnya untuk tenang. Dan tentu saja pada akhirnya Chandra tetap pada kehebohannya.

"Aku ada ide brilian buat festival!" ucap Chandra dengan suara toanya.

Semua mata langsung tertuju padanya, penasaran dengan hal absurd apa lagi yang akan dibuatnya. Mereka semua langsung mengelilingi bangku Chandra tak terkecuali aku. Tapi kali ini beda, entah kenapa bulu kuduk berdiri, pertanda buruk apa lagi ini?

Melihat anak-anak kelas yang menunggu dengan antusias, Chandra tersenyum. Lalu, ia mulai dengan kalimat pertamanya. "Bagaimana kalau kita bikin pertunjukan drama musikal?" lanjutnya dengan semangat membara, oke anak ini memang enggak waras. Aku melihat sekitar, dari gerak tubuh dan tatapan anak-anak yang lain ada yang setuju, dan ada yang sangat tidak setuju.

"Kamu gila ya, drama musikal? Duh, belum naskahnya, kostumnya, lagunya, latarnya, dan lain-lainnya. Mana sempat pintar!" ucap siska dengan wajah sinisnya.

Bagus siska, lanjutkan. Aku juga enggak setuju kalau kelas ini ngadain drama musikal.

"Tapi ide Chandra bagus juga kok, jarang-jarang loh di festival sekolah ada kelas yang ngadain drama musikal." Kali ini Rena yang angkat bicara.

Sumpah, mendengar kalimat yang dikeluarkan dari mulut Rena saja sudah membuatku mulai merasakan sebuah pertanda yang buruk. Apa lagi yang akan terjadi setelah ini? Siapapun itu, tolong, hentikan semua rencana gila ini! Duh, jangan dong! Aku enggak mau tenaga aku terbuang percuma!

"Aku juga suka sama ide Chandra, kapan lagi coba kita bisa bikin ginian?" Rena kembali lagi dengan kalimatnya yang sangat terkesan mendukung apapun yang dikatakan oleh Chandra.

"Tapi aku enggak mau, rempong tahu!" Jelas saja aku melayangkan protes.

"Kita kan ada 30 orang, pasti bisalah bagi-bagi tugas. Ini tidak sesulit yang kalian pikirkan …." Rena tak mau kalah. Ia kembali kukuh dengan apa yang diyakininya mudah untuk dilakukan.

Perdebatan itu masih terus berlanjut sampai akhirnya Siska memukul meja dengan keras. Maksudnya mungkin baik—menghentikan keributan ini. Oh, aku sudah bisa menebak apa yang akan terjadi setelahnya. Oke, ini akan menjadi keputusan akhir. Sudah jelas dari jumlah murid yang setuju … tidak ada yang bakalan berani menentang keputusan akhir.

"Aku enggak setuju, waktu sudah mepet, walaupun nanti kita bagi-bagi tugas tidak mungkin bisa selesai. Kita juga masih punya kesibukan lain. Tugas sekolah juga banyak, aku enggak mau nilai aku anjlok gara-gara sibuk urusin kegiatan enggak jelas ini." Meski begitu, aku masih tetap berusaha.

Seorang Reno yang sangat tak suka dengan kerempongan, jelas akan melakukan sesuatu, hahaha!

"Hei, Reno … kamu itu …."

avataravatar
Next chapter