1 Apakah Aku Sedang Bermimpi?

"Ini di mana? Kenapa aku bisa berakhir di sini?"

Entah berapa kali Honey menanyakan hal itu pada dirinya sendiri. Pasalnya dia benar-benar tak mengerti dengan apa yang terjadi.

Beberapa menit yang lalu gadis itu menemukan dirinya terbangun di sebuah tempat yang asing. Tiba-tiba saja dia sudah berada di atas sebuah tempat tidur dengan balutan gaun yang indah, memakai beberapa perhiasan, serta mengenakan sepasang sepatu cantik di kedua kakinya. Begitu mengintip ke luar melalui jendela, Honey menyadari kalau dirinya tengah berada di sebuah kastil tua yang tak dikenal.

Astaga, ini pasti hanyalah mimpi.

Tapi kenapa terasa begitu nyata?

Karena begitu Honey menyentuh beberapa benda di sekitar sana, kulitnya peka terhadap setiap tekturnya. Rasa sakit pun terasa saat dia mencubit kedua pipinya. Sukses membuatnya semakin kebingungan dengan keadaan ini.

"A-Apa yang terjadi padaku?" tanyanya penuh kebingungan.

Akhirnya walau merasa sangat takut dan was-was, Honey memberanikan diri untuk melangkah ke luar kamar. Dibukanya pintu yang untungnya tak terkunci. Lantas perlahan mengintip apa yang ada di luar sana.

Hanya ada lorong yang terbentang dengan begitu panjang. Menghubungkan beberapa pintu yang menempel di dinding-dinding. Tak terlihat ada manusia selain dirinya. Tak ada mahluk lain juga. Bahkan tak ada suara apapun yang terdengar di sekitar sana.

Honey mengalami dilema setelahnya. Di satu sisi dia benar-benar takut dengan apa yang mungkin akan ditemuinya di luar sana, namun di saat bersamaan dia merasa tak aman berada di sini. Honey berharap di luar sana dia akan menemukan jalan keluar. Sehingga secepatnya dia bisa melarikan diri dari apapun yang kini tengah membelenggunya.

"Pikir. Berpikirlah, Honey. Lakukan sesuatu."

Hingga setelah merenungkan beberapa saat, tekadnya membulat. Pada akhirnya Honey memutuskan untuk melangkah keluar. Menyeret kakinya menyusuri lorong yang panjang tadi.

"Tapi kenapa lorong ini seperti tak ada ujungnya saja? Aku terus menyusurinya tanpa henti."

Dipandangnya lagi yang lorong membentang sejauh matanya memandang. Dia tetap tak melihat ujungnya walau tadi sudah cukup lama Honey menempuhnya. Seakan lorong ini memang tidak memiliki akhir. Atau kalaupun ada dia malah akan dibawa melintasi dimensi lain, menuju alam yang berbeda.

Hingga….

Entah setelah berapa lama berjalan, akhirnya ujung lorong ini mulai terlihat. Kini Honey dapat melihat sebuah pintu besar berwarna hitam kecokelatan beberapa meter di depannya. Pintu itu berdiri menjulang setinggi sekitar tiga meter.

"Apa ini jalan keluarnya? Tapi bagaimana kalau malah mengantarkanku pada bahaya?"

Perempuan itu terlihat dilema. Selama beberapa saat tak melakukan apapun, hanya mematung di depan pintu untuk menimbang.

"Tch, pada akhirnya aku tidak akan mendapatkan apapun dengan hanya berdiam diri. Aku harus berani mengambil risiko. Sehingga mungkin dengan begitu, aku bisa keluar dari sini."

Hingga akhirnya setelah mengumpulkan sedikit keberanian, Honey memutuskan untuk bertindak. Perlahan diulurkannya salah satu jemarinya. Dengan berhati-hati menyentuh permukaan pintu.

Namun....

"Aargh!!!"

Honey berteriak ketika secara mengejutkan pintu itu tiba-tiba terbuka dengan sendirinya. Tak hanya itu, ratusan kelelawar langsung terbang bergerombolan keluar.

"Argh, jantungku sampai sakit karena terkejut. Detakannya terasa kencang." Gadis itu meringis sambil memegangi dadanya. "Ini bahkan bukan goa. Kenapa ada begitu banyak kelelawar."

Tapi sekali lagi Honey mengingatkan dirinya sendiri kalau dari awal tidak ada yang normal dengan semua ini. Baik itu tempat, kehadirannya yang tiba-tiba, hingga bahkan kenyataan kalau dirinya seperti sadar di tengah kebingungan ini.

Honey mencoba menepis semua pemikiran itu. Memutuskan untuk melanjutkan niatnya tadi memasuki ruangan. Walau di detik kemudian dia seperti menyesal. Begitu lagi-lagi menangkap hal yang tak biasa.

Di dalam ruangan yang dibukanya tadi, ada sebuah peti besar yang terletak di tengah-tengah. Bentuknya seperti peti jenazah. Terletak apik di antara karangan-karangan bunga putih di sekitarnya.

'Apa lagi ini? Apa yang ada di dalamnya? J-Jangan-jangan… apa mayat?"

Nyali Honey kembali menciut. Hampir saja dia memutuskan untuk kembali keluar dari ruangan itu. Namun ketika dia berbalik, pintu tadi langsung tertutup begitu saja. Dengan sendirinya.

"Jangan lari dari takdirmu!"

Honey tersentak begitu mendengar seruan seorang laki-laki. Membuatnya langsung celingukan ke sekitar untuk menemukan sumber suara. Namun tak ada siapapun di sekitar sana selain dirinya.

"S-Siapa yang bicara?"

Naluri di dalam dirinya membuat gadis itu mengalihkan pandangannya kembali pada peti tadi. Curiga kalau dari sanalah asal suara misterius tadi terdengar.

"Kemarilah. Terima takdirmu."

"A-Apa maksudnya?" Honey memberanikan diri melawannya bicara. "T-Takdir apa?"

Bukannya mendapatkan jawaban, tiba-tiba tubuhnya didorong oleh angin yang datang entah dari mana. Ia pun seperti diseret dengan paksa mendekati peti putih tadi.

Honey kembali terhenyak. Tanpa sadar menutup mulut. Memandang tak percaya begitu menyadari apa yang ada di dalamnya.

Ada seseorang yang terbaring di sana. Tepatnya seorang pemuda yang sepertinya sebaya dengan dirinya. Berbaring dengan begitu tenang seakan tak memiliki nyawa.

'K-Kenapa ada manusia di sini? Apa dia hanya tengah tertidur… atau justru telah meninggal?'

Rasa penasaran membuat Honey melangkah maju tanpa sadar. Jemarinya menyentuh permukaan kaca yang menutupi peti.

Namun baru saja tangannya menempel, tak lama kemudian peti itu tiba-tiba bergetar hebat. Membuat gadis itu mundur tanpa sadar. Sebelum akhirnya terduduk di lantai karena kakinya tiba-tiba terasa lemah. Begitu juga dengan dadanya yang kembali ngeri akibat jantung yang berdetak kencang.

"Setiap takdir seseorang adalah rahasia dimana hanya waktu yang berhak menjawabnya."

Baru saja suara itu terdengar, tiba-tiba penutup peti dari kaca tadi melayang ke sudut ruangan. Sukses membuat Honey memekik di tempat, seraya mencoba berjalan menjauh dengan mengandalkan kaki, tangan, serta pantatnya yang masih menempel di lantai. Malah sebenarnya dia ingin segara lari ke luar. Namun punggungnya ditahan lagi oleh pintu yang tertutup tadi.

'Apa yang terjadi? Apa aku bakalan mati?' tanyanya panik melihat benda itu terus bergetar dan melayang-layang.

Hingga tak lama kemudian, akhirnya getaran peti itu terhenti. Begitu juga dengan hembusan angin yang awalnya sempat menggila. Menyisakan kesunyian setelahnya, tentu saja bersama dengan teror yang Honey rasakan.

Untuk sesaat tak ada hal yang terjadi. Honey masih terduduk di lantai, sambil memantau peti yang akhirnya kembali tenang. Namun dia masih tak berani untuk berdiri dan memeriksa pemuda tadi ke dalam. Entah kenapa firasatnya berkata kalau hal mengejutkan akan kembali datang.

Benar saja!

"Astaga!"

Honey terkesiap. Tanpa sadar menutup mulutnya, ketika giliran tubuh tadi yang melayang ke udara. Awalnya terombang-ambing selama beberapa detik, sebelum kemudian mendarat dengan mulus ke lantai. Dalam keadaan dua kaki yang berdiri tegak.

Di saat itu kedua matanya terbuka.

"Akhirnya aku terbangun," ucap pemuda misterius itu dengan suaranya yang sedikit serak.

Pandangannya lantas beralih pada Honey yang masih terduduk di lantai dengan ekspresi syok.

Mahluk itu lantas menyunggingkan senyuman tipis kepadanya, "Jadi kau yang membangunkanku?"

***

avataravatar
Next chapter