webnovel

Skandal Pil Biru

Lita Arsyila tak pernah menduga, malam pertunangannya terancam batal karena Bosnya yang super menyebalkan memaksanya lembur sampai proposal yang ia minta selesai. Namun ternyata, keterlambatan itu justru membuka perselingkuhan menjijikkan sang ibu dengan Harry, tunangannya sendiri. Diliputi perasaan sakit hati dan benci, Lita yang tahu bahwa Harry memiliki masalah jantung, merencanakan sebuah pembunuhan dengan mencampurkan pil biru pada minuman Harry. Namun suatu hal diluar rencana terjadi. Elanda Bagaskara CEO dari Perusahaan di mana ia bekerja, malah menenggak minuman itu. Karena panik, Lita memilih jujur tentang rencananya. Tapi kejujuran itu justru membuatnya menghabiskan malam panas dengan sang Bos yang terkenal menyebalkan itu tanpa terduga!

Shiraa_Sue3 · Urban
Not enough ratings
230 Chs

Canggung

"Kamu mau sarapan?" Elanda melirik Lita yang berada di sampingnya. duduk dengan tegang.

"Enggak usah, Pak. Saya terlalu deg-degan sampai enggak mau makan." jawab Lita jujur. Ia sudah lelah berpura-pura bahwa kejadian tadi malam tidak mempengaruhinya. Nyatanya, kejadian semalam begitu mengganggu pikirannya. Semoga saja, ia bisa fokus saat di kantor nanti.

"Ya sudah, makan dulu camilan. Jangan sampai enggak sarapan terus kerjaan di kantor kacau. Saya enggak mau, di meja saya ada sampah lagi." ujar Elanda melempar sebuah camilan berbahan gandum. Lita melirik Elanda tajam, cara bicara Pak Elanda berubah lagi, bahasa yang digunakan nyaris baku, ini pasti Pak Elanda mode legging ketat.

"Siap, Pak." jawab Lita sekenanya.

"Lagian kamu deg-degan kenapa? Grogi ketemu mantan kamu?" tanya Elanda yang sudah memasuki basemen kantor untuk memarkirkan mobilnya.

Lita tercekat. Ia baru teringat bahwa semalaman ia tidak memberi kabar pada ibunya atau Harry, mungkinkah mereka akan bertanya-tanya di mana Lita menginap? Tidak, malah mungkin mereka menikmati malam panas dengan tenang. Lita mengepal, sanggupkah ia bertemu Harry dengan ekspresi biasanya seakan tidak terjadi apa-apa?

"Ya, begitulah Pak. Enggak gampang pura-pura kalau saya enggak tahu." tatapan Lita menerawang ke atap mobil.

"Jadi kamu belum putus?" tanya Elanda.

Lita menggeleng, "Belum, saya bakal tetap pura-pura lanjutin tunangan ini sampai Harry pikir kita bakal nikah terus dia resign dari sini! Saya pinter, kan!"

Elanda terkekeh, "Ternyata kamu dendaman. ngomong-ngomong kamu enggak sopan, ya." ujar Elanda yang seketika membuat Lita terdiam.

Tidak sopan? memangnya apa yang ia lakukan hingga menyinggung Pak Elanda? Apakah itu tentang membuat Harry resign? Ah lagi-lagi Lita tidak bisa mengontrol mulutnya. pastilah mengutarakan rencana membuat salah satu karyawan bagian IT nya agar resign tidak sopan.

"Saya enggak bermaksud buat enggak sopan, Pak. Itu emang rencana awal kami kan, kalau Harry resign terus saya tetap kerja."

"Hmm? Saya enggak peduli sih kalau memang kamu mau buat Harry resign. Tanpa resign pun, kalian sudah melanggar kode etik perusahaan. Balik lagi ke kalian, siapa yang sadar dengan pelanggarannya. Kadang, pelajaran baru bisa didapat kalau udah ngejalanin langsung. Kamu paham maksud saya?" tanya Elanda tanpa melirik Lita.

Otak Lita terasa berputar, ucapan Pak Elanda terlalu rumit, atau ia yang malas menyimak? harusnya ia jawab jujur saja kalau ia terus terngiang apa yang terjadi semalam. Ah, sedari awal memang salahnya yang memilih bercerita dan curhat pada Bosnya ini.

"Iya, Pak. Saya mohon maaf."

"Saya tidak menerima permintaan maaf untuk kesalahan yang sama. Jangan sampai perasaan, mengganggu profesional kerja kamu. Tapi sebenarnya, bukan itu yang saya maksud soal kamu enggak sopan, Lita." Elanda melirik Lita sekilas, sementara Lita menggigit bibir menahan emosi. Jadi di mana letak ketidak sopanannya?

"Kamu makan sendiri, lupa nawarin sama yang punya." ujar Elanda yang membuat Lita gelagapan memberikan camilan kue gandum itu pada Elanda.

"M-maaf Pak! Saya pikir, Bapak lagi nyetir kan, jadi enggak bisa makan." ujar Lita kehilangan seleranya terhadap camilan itu padahal mulutnya masih sedikit penuh.

"Ya saya memang lagi nyetir, bukan lagi joget. Saya mau tanya Lit. Kamu tahu enggak salah satu nilai untuk meningkatkan pandangan atasan pada bawahannya itu apa?" tanya Elanda melirik sekilas Lita yang bingung. Duh lagi-lagi pertanyaan. Lita sungguh kehilangan minat dan tenaganya hari ini, kenapa Pak Elanda malah tanya-tanya keluar topik? pertanyaannya berat, lagi. Lita mengeluh dalam hati.

"Em, tepat waktu? Pekerjaan rapi, mungkin? Oh inisiatif!"

"Nah itu kamu tahu."

"Eh, tahu apa Pak?"

"Inisiatif." Elanda melirik Lita dan tersenyum.

"I-inisiatif?" ulang Lita.

"Ya, kamu harusnya inisiatif lho, kamu tahu kan saya lagi nyetir dan enggak boleh lepas tangan, dari setir mobil. Kamu bisa inisiatif buat suapi saya."

"Suapi? Eh SUAPI?" hentak Lita kaget. Membuat Elanda terbahak.

"Tapi Pak, suapi itu buat orang yang pacaran."

"Enggak juga. kamu tahu pertandingan gulat? Kalau pegulatnya lagi istirahat itu mereka disuapi sedotan minuman. Berarti Pak pelatih sama pegulatnya pacaran?"

"Ya itu beda, Pak. Mereka kan partner."

"Lho, kita juga partner kan? Saya Bos dan kamu bawahan saya, Kamu pegulatnya saya pelatihnya. Situasinya sama." ujar Elanda melirik Lita dengan senyum sekilas menampilkan deretan gigi putihnya. Lita merasakan sesuatu meledak dalam tubuhnya dan membuat wajahnya panas. Ternyata Pak Elanda Bosnya yang galak itu bisa seganteng itu kalau senyum tulus dari hati.

"Jadi, kapan kamu mau suapi saya? Saya juga lapar lho. Semalam kan kita minum bir perut kosong. Di tambah obat kuat, lagi." ujar Elanda yang seketika mendapat suapan tak terduga Lita.

"Kata Bapak, lupain aja kejadian semalam! Tapi Bapak bahas terus, semalam Bapak juga bilang kalau Bapak bakal jaga rahasia tapi Bapak malah bahas depan Mas Dirga! Bapak bahas terus lho kejadian semalem. Kan saya jadi deg-degan enggak tenang!"

"Ya saya cuma ingetin kamu, kalau kamu hampir bunuh saya. Kamu bahkan enggak tanya gimana keadaan jantung saya sekarang, apa ada yang sakit atau bermasalah." ujar Elanda, membuat Lita kesal namun juga membenarkan. Ia lupa menanyakan jantung Pak Elanda.

"Bapak bisa skidipapap beberapa kali semalam sama saya, Bapak bisa buatin saya kopi, Bapak bisa nyetir mobil buat ke kantor. Bapak juga bisa ceramahi saya seperti biasanya, apa itu enggak baik-baik aja, normal, alias sehat wal afiat?" sarkas Lita.

Bos nya ini benar-benar aneh. Terkadang ia serius, galak, dan kejam. Tapi, terkadang ia memperlakukan Lita dengan perlakuan tidak wajar yang membuat Lita salah paham. Tapi tidak hanya Lita saja, bukan? Wanita lain juga akan salah paham dengan tingkahnya. Lita yakin seratus persen.

"Berapa kali tepatnya?" tanya Elanda yang membuat Lita benar-benar ingin menonjok Bosnya itu.

"Mana saya hitungin lah Pak! Bapak masih hidup aja saya bersyukur. Asal Bapak tahu nih ya, semalam saya deg-degan takut Bapak lagi skidipapap tiba-tiba karena serangan jantung, enggak bangun lagi. kan saya parno!" gerutu Lita panjang lebar. Elanda menatap Lita dengan senyum lalu terkekeh.

"Kalau saya meninggal saya bakal hantuin kamu."

"Makannya saya bilang horror!"

"Tapi saya lihat semalam kamu menikmatinya. Saya lihat wajah kamu pas-" Elanda tidak melanjutkan ucapannya karena Lita menutup bibirnya.

"Stop! Aduh Pak, saya enggak nyangka ya, Bapak kok mesum banget sih?" tanya Lita masih menutup mulut sang Bos dengan tangannya. Elanda menatap Lita dengan tatapan yang tak bisa Lita jelaskan, hingga membuat Lita salah tingkah.

Lita memutuskan menarik tangannya, ia mengusap-usap tangannya dengan canggung. Akhirnya keadaan di dalam mobil menjadi hening, keduanya terhanyut dalam pikiran masing-masing.