1 Tak Kasat Mata

"Ini adalah hari pertama aku bekerja, setelah kau mengacaukan segalanya." Alesta berujar di depan cermin seakan mengatakan pada dirinya sendiri tetapi faktanya entah Kenapa di dalam otaknya, dirinya menatap seseorang yang begitu nyata. Sosok tersebut begitu terlihat nyata di depannya dengan wajah yang sama, tetapi aura yang berbeda.

"Kenapa? Kau terganggu dengan hal itu?" Alesta diam menatap sosok tersebut dengan tatapan entah bagaimana mendefinisikannya, sosok itu sangat mirip dengan dirinya tetapi tidak dirinya.

"Alesta kau itu terlalu polos, jangan menganggap setiap apa yang aku lakukan adalah buruk. Jika, kau tau faktanya aku benar-benar sedang menyelamatkan dirimu!" Sosok tersebut tersenyum begitu angkuh menatap Alesta yang hanya terlihat. diam enggan menjawab.

"Jangan hanya diam! Aku hanya memberikan sedikit pelajaran untuk para atasan dan teman-teman bedebahmu itu! Mereka tidak pantas untuk mendapatkan sekadar pukulan, tetapi mereka harus mendapatkan tebasan di kepalanya!"

"Atau kau lebih memilih aku menggendalikan dirimu yang lemah ini!" ujar sosok tersebut seketika membuat Alesta langsung memukul cermin di depannya hingga retak, dan membuat sosok tersebut hanya diam sesaat sebelum akhirnya memberikan tawa yang tampak begitu meremehkan sosok Alesta yang begitu kalem dan lemah.

"Arini jaga ucapanmu! Aku bukan perempuan lemah." Alesta berujar dengan begitu dalam membuat sosok Arini hanya mendengus pelan seraya melipat tangan di atas dada.

"Kenapa?" Arini berujar pelan mengeluarkan sebuah belati, dengan langkah tenang berjalan melangkah mendekati Alesta yang hanya bisa memundurkan langkahnya menatap sosok Arini yang mulai keluar dari kaca. Hingga....

**

"Arini!" Alesta berujar pelan begitu tersadar dari mimpinya, sesaat ia mengusap pelan keringat sebiji jagung pada pelipisnya sembari mengatur napasnya.

"Kau memanggilku!" Alesta benar-benar hampir berteriak menatap sosok tak kasat mata yang masih bergelayut dapat mimpinya, terlihat tengah duduk bersandar pada meja di sudut kamarnya.

"Kau benar-benar penganggu, tidak seharusnya kau masuk kedalam mimpi ku!" Alesta berujar pelan, namun penuh kekesalan menatap wajah Arini.

Arini, tidak salah lagi dia adalah sosok tak kasat mata yang selalu saja setiap hari bergelayut menganggu dirinya. Jika, hanya menampakan diri seperti hantu-hantu di film-film, itu tidak masalah, tapi sesosok makhluk tak kasat mata yang hampir setiap hari menganggu dirinya benar-benar membuat Alesta merasa gila. Bagaimana bisa? Karena makhluk tak kasat mata bernama Arini itu, selalu dengan mudah merasuki tubuhnya.

Beberapa kali Alesta menghela napas pelan, mengacak rambutnya yang terasa frustasi, begitu Arini pergi. Entah kemana yang pasti Alesta berharap Arini tidak akan muncul dihadapannya. Membuang segala pikirannya tentang sosok yang hanya dapat ia lihat, membuat Alesta memilih untuk menatap sejenak jam pada ponselnya. Masih ada waktu setengah jam lagi untuk dirinya bermain, sebelum ia bersiap untuk pekerjaan barunya.

Sesaat Alesta menghela napas pelan, menatap kumpulan kartu tarot pada tangannya dengan penuh konsentrasi dirinya memulai mengacak serta memainkan kartu tarot didalam genggaman tangannya, hingga jatuhlah beberapa kartu tarot yang ia yakini sebagai pertanda sesuatu yang akan datang.

"Wow, kau mendapatkan roda keberuntungan!" ucapan tersebut seketika membuat Alesta berjegit terkejut, menatap sosok Arini yang tak kasat mata tengah berdiri disampingnya. Alesta hanya mampu mendengus pelan kembali pada kegiatannya menatap kartu-kartu di tangannya hingga satu buah kartu membuat dirinya terdiam, tetapi tidak dengan Arini yang hanya tertawa akan keterdiamannya.

"The Devil, sepertinya akan ada sesuatu yang menakjubkan datang dalam hidupmu. Lebih baik lupakan saja permainan yang selalu kau mainkan!" Alesta berdecak pelan menatap tajam Arini yang selalu saja setiap saat mengganggu dirinya.

"Pergilah! Urusi urusanmu sendiri dan aku pikir mungkin yang dimaksud The Devil adalah Kau!" ujar Alesta penuh penekanan membuat Arini hanya menaikan bahunya pelan, sebelum akhirnya secara tiba-tiba kembali menghilang. Membuat Alesta hanya mampu diam, memijat pelipisnya yang terasa sakit memikirkan hal apa yang akan dilakukan Arini setelah membuat dirinya berulang-ulang kali dipecat karena dengan seenaknya sosok tak kasat mata itu selalu merasuki dirinya.

**

Alesta keluar dari kamarnya begitu telah bersiap dengan seragam khas Hitam putih miliknya, sesaat ia menyapa sang Ibu yang tengah menyantap sarapan paginya. Sebelum akhirnya sedikit menatap potret figura milik Arini, tidak salah lagi sosok tak kasat mata yang selalu menganggu dirinya tidak lain adalah kembarannya Arini yang telah pergi enam tahun yang lalu.

"Sebentar lagi peringatan kematian Arini, Mama ingin kamu mengundang papa mu!" ujar sang Ibu dengan suara tampak begitu dingin, membuat Alesta hanya menghela napas sebentar, sebelum akhirnya ikut bergabung dengan sang Ibu yang tengah selesai menyantap sarapan pagi mengabaikan sosok Arini yang terlihat tepat dibelakang sang Ibu dengan tatapan dinginnya. Sungguh, Alesta benar-benar merasa sebentar lagi ia tidak akan menjadi dirinya sendiri begitu melihat tatapan Arini yang begitu dingin dan menakutkan.

"Tentu, aku akan memaksa laki-laki itu untuk datang !" ujar Alesta demikian dengan begitu dingin, karena saat ini jiwa Arini telah berada di dalam tubuh Alesta.

"Jangan lakukan hal yang aneh-aneh, Mama tidak ingin kehilangan kau setelah Arini." ujar sang Ibu dengan nada setengah sendu sebelum akhirnya menghilang dari balik pintu dapur, meninggalkan Alesta dan jiwa Arini yang sedang berada ditubuhnya, yang hanya diam memasang raut wajah yang terlihat begitu geram memainkan pisau ditangannya, sebelum akhirnya menancapkan pisau tersebut pada sebuah apel untuk menumpahkan rasa kekesalannya.

"Kau keterlaluan, kau tidak perlu melakukan itu pada Ayah!" Alesta berujar begitu jiwa Arini telah keluar dari tubuhnya. Dirinya memang tidak tau apa yang dilakukan Arini, tetapi melihat satu buah apel yang telah terpotong dengan begitu mengenaskan membuat Alesta yakin jika Arini telah melakukan sesuatu.

"Santai saja, aku tidak melukai Mama. Aku pergi dulu!" Arini berujar, sebelum akhirnya pergi meninggalkan Alesta yang dengan cepat memakan apel yang telah terpotong-potong dengan mengenaskan, jangan sampai sang Ibu memarahinya karena kesalahan Arini.

"Alesta!"

"Aku pergi dulu Mama!" ujar Alesta berjalan dengan cepat kearah sang Ibu dan memberikan sedikit ciuman, sebelum akhirnya pamit pergi.

**

Alesta berjalan dengan langkah sedikit cepat, ini semua karena Arini yang selalu saja seenaknya menganggu dirinya tanpa melihat situasi. Kadang Alesta berpikir kepergian Arini telah membuat dirinya dan sang Ibu mengalami kesedihan mendalam, tetapi hal itu langsung dirinya tepis begitu setelah seminggu Arini pergi. Dan, secara tiba-tiba jiwa Arini datang membuat dunianya seketika berubah.

Jika, biasanya Alesta akan bersikap tenang dan kalem ketika para teman-temannya membully dirinya. Maka, sejak kedatangan jiwa Arini semuanya benar-benar berubah Arini akan dapat kapan saja merasuki tubuhnya dan memberikan pelajaran pada orang-orang yang bertidak berlebihan padanya, termasuk pada para atasan dan teman-teman tempat kerjanya dulu. Terlepas dari apa yang dilakukan oleh Arini terhadap atasannya dan teman-teman kerjanya, hal itu masih menjadi tanda tanya kenapa Arini melakukan hal itu?

**

avataravatar
Next chapter