1 Bab 1

Di sebuah hotel bintang lima, Los Angeles, California

Kolam renang berkilau di bawah kaca yang transparan. suasananya tenang selain gemercik air. hotel yang indah dan sepi.

Alessa terbangun dari tidurnya beberapa saat yang lalu di kursi berwarna cokelat di tepi kolam renang, sekujur tubuhnya terasa sakit. Dalam keadaan duduk, Alessa melirik ke bawah di pahanya yang ada bekas darah dan hampir tidak percaya dengan apa yang telah terjadi padanya.

Sebelumnya, tunangannya, jose, memintanya untuk mengantarkan beberapa dokumen ke hotel tempatnya bekerja. Dia ingat berjalan ke dalam ruangan dan tiba-tiba mulutnya dibekap dari belakang setelah itu pandangannya menjadi gelap, dia jatuh pingsan.

Setelah sadar pandangan Alessa menjadi kabur, seperti mimpi erotis, di mana dia mendengar nafas seorang pria, tangan Alessa di kungkung oleh lengannya yang kuat, meliuk-liuk di sekitar tubuhnya dan dia digunakan seperti jalang untuk memuaskan hasratnya. Dia merasakan dirinya di setubuhi pada pria itu, tubuhnya bergoyang dan berdenyut, rasa sakit yang luar biasa saat pria itu mendorong intinya ke dalam dirinya. Dan pria ini, pria yang ada di dalam mimpinya bukan jose tunangannya.

Tapi sekarang, melihat di antara pahanya yang ada bekas darah, tubuhnya yang penuh dengan rasa sakit dan luka, dia tahu bahwa ini bukan mimpi.

Kenapa? Pikirnya. Dia merapatkan lututnya ke dada, melihat sinar matahari menari-nari di atas air. Bagaimana hal ini bisa terjadi di siang bolong? Pikirannya berkelana. Haruskah dia menelfon polisi? Atau menyimpan bukti?

Ya, bukti. Dia harus memfoto tubuhnya yang sakit dan bekas darah. Menyimpannya di dalam hp dan menggunakannya untuk menghukum orang yang telah melakukan hal ini padanya. Ketika pikirannya berkecamuk, pintu-pintu kaca di lantai hingga langit-langit berderit terbuka.

Dia melirik ke samping, seorang pria asing yang tinggi dan tampan melangkah masuk, handuk putih tersampir di bahunya, air menetes dari ujung rambutnya yang hitam pekat, tubuhnya yang indah menampilkan postur tubuh yang gagah. Mata abu-abunya yang tajam menatap fokus padanya dan seperti percikan api yang mengejutkannya.

Itu dia! Dia berpikir, Alessa berdiri, tidak yakin arah mana yang harus diambil. Kamu yang melakukan ini padaku! dia merasakan kemarahan yang membuncah di dadanya karena ketidakadilan dan penghinaan atas semua ini dan Alessa mendekat padanya.

Alessa memukul orang itu membabi buta, "Kamu, kamu brengsek!" dia berkata.

Dia mencengkeram lengannya dan menjauh darinya. Panas dari tubuhnya membuatnya terengah-engah, suaranya seperti menggebu-nggebu, bercampur dengan amarah yang luar biasa. "Saya?" bibirnya menyunggingkan senyum lebar. "Kenapa? Jose yang menyuruhmu kemari."

****

Dua jam sebelumnya, Brian dan Jose, telah berhasil menyelesaikan kesepakatan bisnis di hotel keluarga mereka. Setelah rekan-rekannya pergi, Jose mengambil dua gelas whiskey untuk merayakannya, sambil beradu gelas dengan pamannya. Brian menjungkirbalikkan gelasnya dan seketika itu juga dia merasakan tubuhnya terbakar oleh hasrat yang membara. Jose tersenyum padanya dan mempersilahkan asistennya untuk membawa Brian kembali ke kamarnya.

Merasa pusing, Brian terkejut ketika dia masuk ke kamarnya dan melihat sosok langsing yang tidak asing baginya, tergeletak di tempat tidur. Brian menyadari bahwa itu adalah gadis yang pernah dia lihat di ponsel Jose. Saat itu, dia berusaha keras untuk tidak terlalu tertarik padanya. Gadis itu cantik tetapi dia tidak ingin mengacaukan perasaannya dengan urusan bisnis.

Apakah Brian merasa tertarik dengan tunangan keponakannya? Apakah Jose telah mengirimnya sebagai hadiah?

****

Dia menyadari sekarang. Bahwa, berdiri di depan gadis pendendam ini, tentu saja itu adalah ide Jose. Dia telah menjebak mereka berdua dan membiarkan mereka melakukannya. Tapi kenapa?

Dia memberitahunya.

Alessa menggigil, air mata memenuhi matanya. "Apa? Tidak mungkin," katanya, meringkuk dalam diam. "Mengapa dia melakukan..." Alessa menunjuk dirinya, "Ini? aku tunangannya" kata terakhir terasa pahit di mulutnya sekarang.

"Tunangan Jose?" Brian mengerutkan keningnya dan bibir tipisnya membentuk senyuman. "Aku tidak tahu," katanya, sambil mengangkat tangannya. Pria ini benar-benar, pikirnya, hanya dengan melihat sekilas ke arahnya di telepon. Dan kemudian Jose menyerahkannya padaku dalam keadaan terikat, mulut tersumpal, dan telanjang. Brian menatap Alessa dan berkata, dengan datar,

"Itu benar, percaya atau tidak."

Kenyataan menghantamnya seperti busur panah. Dia merasa dirinya kehilangan keseimbangan dan kemudian jatuh ke dalam jurang yang dalam. kemarahan, kesedihan, rasa malu semuanya bercampur di dalam dirinya dan mengancam untuk menghancurkannya. Dia memelototinya, mengepalkan tangan, kakinya tidak bisa bergerak.

Tunangannya telah menjualnya seperti budak kepada brian dan dia telah memakannya seperti sekotak coklat, pikirnya. Bajingan itu. Dia harus pergi, dia tahu. Pergi sejauh mungkin dari pria ini.

Dia melihat wanita itu menoleh ke belakang untuk lari seperti binatang yang terluka. Dia akan langsung melapor ke polisi, Brian tahu, dan dia tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Dengan satu gerakan cepat, dia mengangkat wanita itu ke dalam pelukannya dan mengangkatnya ke atas kolam.

"Apa yang kamu lakukan?" dia tersentak, terkejut dengan betapa mudahnya dia dikalahkan. "Biarkan aku pergi! Biarkan aku pergi! Biarkan aku pergi!" Alessa berteriak, tetapi hanya dibiarkan saja.

Kebetulan atau tidak, disaat dia berontak, bajunya tiba-tiba robek dan memperlihatkan payudaranya yang bulat untuk dilihatnya. Mata Brian berubah menajam saat melihat tubuh Alessa yang bertelanjang dada di dalam pelukannya.

"Lepaskan aku! Kamu, Kamu mengacauku." Alessa merintih, air matanya menetes. Kata-kata itu seperti orang yang lemah. Seolah-olah mengatakannya dia menyerah.

Brian menatapnya, ada rasa kasihan dan simpati saat dia menatapnya, dan melepaskanya. Alessa terjebur ke kolam.

****

Alessa menarik bajunya erat-erat, basah kuyup saat dia berjalan di sepanjang jalan raya menuju rumahnya. Obat-obatan itu perlahan memudar.

"Apakah anda baik-baik saja?" teriak seseorang didalam truk pickup yang lewat. Truk itu berjalan lambat di samping Alessa. "Apakah anda ingin saya memanggil polisi?" ucap orang itu lagi.

Apa gunanya? Alessa berfikir. Bukti apa yang aku miliki? Setelah dilemparkan ke kolam, apakah masih ada yang tersisa untuk membenarkan tuduhannya? Alessa menggelengkan kepalanya dan berterimakasih kepada orang itu. Orang itu mengangkat bahu dan melanjutkan perjalanan.

Setelah Brian melemparkannya ke kolam, dia menatapnya dengan senyum masam, geli saat Alessa menyiratkan air, menendang dan berteriak menjauh darinya. Brian tidak mengerjarnya, tetapi mengawasinya dari kursi tempat Alessa terbangun, lengannya menangkup di belakang kepala dan mulutnya tersenyum geli.

Sekarang Alessa berjalan di sepanjang trotoar yang terpanggang matahari, kakinya yang telanjang terasa pegal karena berlari. Burung-burung yang sedang bernyanyi dan bisa mencium bau laut di dekatnya. Dia melempar ponselnya ke lantai dan rusak karena tercebur ke kolam renang. Alesaa menghabiskan penghasilannya setengah bulan untuk membeli ponsel itu, pikirnya sambil menginjak-injak tumitnya.

Kaparat itu.

Alessa berbelok di sebuah tikungan dan tiba di sebuah pom bensin. Dia menemukan sebuah telepon umum di pinggir jalan tempat mobil kemah parkir di malam hari, lalu mengeluarkan uang receh dari sakunya dan menghubungi Jose.

Dia mendengar suara yang tidak asing lagi.

"Hallo?"

avataravatar