18 Tidak Mudah Dijalankan

Aku tidak bisa mempercayai orang lain dengan begitu mudah karena kejadian yang sudah dialami oleh keluargaku dulu ....

Kejadian itu membentuk karakterku yang sekarang ini ....

Begitu pula diriku yang masih belum siap menjalin hubungan cinta dengan orang lain. Kupikir cinta itu bukanlah hal sembarangan yang diucapkan di bibir melainkan sumpah yang harus dipenuhi untuk menjalin hubungan yang erat ....

Kita mencintai sesuatu, kita menyukai sesuatu itu, kita mencintai seseorang, kita menyukai orang itu, maka harus melibatkan perasaan di dalamnya ...

Kalau hanya cinta yang manis di bibir saja atau hanya kata-kata indah yang dituliskan, aku pun juga bisa.

Tapi, sejak aku menerima surat cinta dari Febri itu, aku sadar ... kata-kata itu tidak bisa dirangkai dengan mudah jika tidak melibatkan perasaan di dalamnya.

Kenapa aku tidak bisa sembarangan percaya pada orang lain? Bahkan sampai sekarang, meski rasa tidak percaya dari kejadian itu kian memudar tapi, aku rasanya sulit sekali percaya pada orang lain.

Yang kupercaya saat ini hanyalah ayah dan ibuku, karena mereka keluargaku, dan orang yang paling dekat denganku.

-Menjalin hubungan atau kepercayaan tanpa kepastian adalah proses menuju sakit hati-

contohnya, cintanya mbak Alisa waku itu.

****

Beberapa jam kemudian, kurang lebih satu setengah jam, kami tiba di Jember.

Rumah om-ku yang nomor satu ini ada di Jember Lor (Jember bagian utara) dan rumahnya masuk gang kecil di belakang Kodim.

Ayah memarkir mobil di depan halaman tetangga yang sekiranya luas dan muat untuk mobil. Lalu, kami berjalan menyusuri gang sempit itu ke rumah om.

Tidak lupa kami membawa oleh-oleh khas dari Lumajang yakni keripik pisang, karena Lumajang adalah kota pisang dan paling banyak tanaman pisang di sini beraneka ragam.

Walaupun di luar kota sana banyak yang jual keripik pisang tapi, saat membawa oleh-oleh dari kota asalnya itu seperti ada rasa senang tersendiri, menunjukkan 'Ya, inilah kotaku.'

Berbagai olahan pisang di Lumajang jug beragam dan keripiknya yang khas punb beragam.

Ketika kami bertiga masuk, om menyambut kami dengan tawa ceria nan lebar. Saudara-saudara yang ada di sana berpelukan seperti sudah lama sekali tidak bertemu. Padahal setiap bulannya biasanya ibu ke Jember.

Lalu, om juga menyapaku ....

Aku memang jarang ke sana, om juga menanyakan kabarku dan kami saling memandang dengan memasang senyum lembut.

Aku agak sungkan saat akan bercakap-cakap dengan om, dan ibuku mengawali pembicaraan di sana ....

Ibu bilang ingin om pemperlihatkan cara mengajarnya padaku makanya mereka berdua berusaha membawaku kemari.

Om menerima usulan dari ibuku dan nanti di hari Senin, om akan mengajakku ke sekolahnya. Aku diperbolehkan melihat cara mengajarnya ....

Aku malu untuk ke sana tapi, yang namanya ingin sukses dan berkarir tidak boleh ada kata malu, yah~ namanya aja usaha.

Ayah dan ibuku sudah berusaha sejauh ini, maka aku harus memberikan hasil yang terbaik untuk mereka berdua.

Kebetulan, kuliah di hari senin nanti ... mata kuliah agama islam, libur! Karena dosennya sakit.

Akhirnya kami menginap di Jember sekitar 2 hari, rencana pulangnya hari Selasa aja.

Om Marzuki namanya ....

Dia pak Marzuki yang mengajar seni di SD Negeri Jember, tempatnya tidak jauh dari alun-alun kota.

Om juga mengajakku berkeliling layaknya anak sendiri. Beliau sebenarnya memiliki 2 anak perempuan, yang pertama namanya Misca dan yang kedua masih SD kelas 5 namanya Mustika.

Misca sudah kelas 1 SMA, sedangkan Mustika atau dipanggil Tika, dia bersekolah di tempat pak Marzuki mengajar.

Walaupun saat di rumah, Tika memanggil pak Marzuki ini ayah ... di sekolah dia harus memanggilnya pak guru.

****

Bunga di depan SD saat itu adalah bunga matarahi yang menghadap ke timur, bahkan sekolahnya juga menghadap ke timur. Di dekat SD itu ada abang batagor dan cimol ... saat tiba di sana, aku langsung lapar ingin membelinya.

Tahan dulu!! Niatnya ke sini kan, cari ilmu.

Tapi, om tahu dari ekspresiku dan dia tersenyum lembut menatapku dan bilang 'Nanti aku belikan.' Ah~ aku jadi sungkan sendiri.

Di hari Senin, selalu mengadakan ucapara bendera.

Upacara bendera awalnya dilakukan untuk memperingati hari kemerdekaan.

Halaman sekolahnya cukup luas, dan pak Marzuki juga mengenalkan aku dengan guru-guru lain.

Saat guru-guru perempuan menjabat tanganku dan menatap wajahku, mereka sering bilang dengan wajah terpukaunya menatapku ... "Oh cantiknya ...," dan mereka mengira aku adalah anak pak Marzuki yang pertama.

Pak Marzuki memang jarang menceritakan keluarga besarnya mungkin yang orang lain kenal di lingkungan sekolah ini adalah Tika, anaknya pak Marzuki yang menjadi murid SD sini, dan istrinya yang selalu mengambil rapot anaknya.

Aku lihat, cara mengajarnya pak Marzuki sangat santai ... terlihat dari cara bicaranya yang lugas, cepat, dan cepat juga ... dia pasti sudah berpengalaman.

Pak Marzuki juga mengenalkanku pada guru matematika di sana, namanya bu Ayu.

Dia mengajar matematika kelas 4-6 ... orangnya ramah dan memakai kacamata namun, di mana pun yang namanya matematika, pasti ada embel-embel guru killer sekalipun guru itu tampan atau cantik.

Soal-soal matematika benar-benar sadis di kalangan murid-murid, yah begitulah padahal cuma angka.

Namun, aku menyukainya ....

Sebelum jam pulang sekolah (jam pulang anak SD biasanya jam 1 siang), pak Marzuki benar-benar membelikanku cimol dan batagor di pinggir sekolah itu.

Waaah~ sangat enak, bumbunya jauh berbeda dari bumbu cimol yang biasanya dijual di Lumajang.

Harganya memang agak mahal tapi, rasanya enak.

Di Jember banyak toko-toko besar.

Jember yang dulu memang belum sebagus ini mungkin 11 12 dengan kota Lumajang, sekarang Jember hampir sama seperti kota selatannya Lumajang, Malang.

Bedanya, luas daerah Malang lebih luas beberapa kali dari Jember.

Aku agak terpukul melihat keindahan kota sebelah ini, mengapa kotaku tidak seperti ini?

Kota kecil yang tidak tampak kemegahannya ....

Hal yang paling bisa ditonjolkan dari kotaku mungkin ciri khasnya sebagai kota pisang, dan wisata alamnya.

****

Tak lupa di Jember, mengunjungi nenek yang ada di Patrang. Kebetulan, rumah om yang kedua ini dekat dengan rumah sakit Patrang, jadi kalau berobat di sana mudah dan fasilitasnya lumayan lengkap.

Terlebih lagi, istri dari om ku yang kedua ini adalah dokter tapi, dokter yang menangani X-ray dan lab.

Sementara om sendiri, namanya Om Gunadi yang biasa di panggil Aba Gunadi adalah pengusaha 'Martabak Manis Spektra,' dan beliau menggeluti usahanya yang kini sudah 3 cabang berdiri di kota.

Semua saudara-saudaraku sudah sukses.

Nenek yang lama tak bertemu ini makin lama makin kurus saja ....

Mungkin karena faktor usia tapi, syukurlah nenek betah tinggal bersama Om Gunadi di sana ....

________

Melihat mereka memiliki pekerjaan yang berbeda-beda dan menekuni bidang masing-masing aku jadi tahu, bekerja itu membutuhkan kerja keras, rajin, dan disiplin serta prosesnya bertahun-tahun untuk menjadi sukses itu.

Semua itu tidaklah mudah ....

avataravatar
Next chapter