webnovel

Obat Merah

“Aaaaaarrrggh... noona G! Aku di manaaaaa....” teriak Emma histeris dan kaget

“Whoaah, kau membuat aku kaget!” seru Tae yang ketiduran di sofa

“Kenapa aku tidur di kamarmu Tuan? Apa ini hukumanku?”

“Apa? Kau bilang tidur di kasurku itu hukuman? Baru kau yang boleh tidur di atas kasurku harusnya kau bangga!”

“Aku dan BB yang tidur di sini! Hihihih...”

“Siapa BB?”

“Ini BB beruang manisku Big Bear, pemberian noona G.”

“Aku bisa membelikannya lebih bagus lagi dan lebih besar lagi!” Tae kenapa jadi kompetitif sana G? Hahahha... dasar gak mau kalah

“Tapi aku cuma mau BB bukan yang lain.”

“Karena kau belum lihat yang lain! Ayo kita akan pergi ke toko boneka yang terlengkap dan mahal! Cepat ganti baju kita akan ke sana!”

“Aku gak mau ke sana, aku mau berenang, apa boleh?”

“Berenang? Boleh....”

“Apa BB boleh juga?”

“BB? Berenang? Nanti ia basah..”

“Hmmm... aku mau berenang bersama BB.”

“Terserah kau saja. Sana ganti baju renang. Aku tunggu di bawah.”

“Noonaaa..G!”

“Ya Emma aku di sini, tak usah berteriak...”

“Aku mau berenang, apa aku punya baju renang?”

“Maaf aku belum membelikan Emma baju renang, tapi kita bisa berenang dengan celana pendek dan kaos ketat. Nanti Noona carikan.”

“Ayo Noona semua ikut berenang...”

“Hanya tuan Tae yang boleh berenang di sana. Kami tidak boleh Emma.”

“Tapi Emma kata Tuan Tae boleh kok?”

“Iya Emma diperbolehkan...”

“Ayo cepat....!”

Tae sudah duduk dipinggir kolam dengan ipad dan kopi. Ia mengecek pekerjaan dan menikmati cemilan.

“Emma kenapa BB dibawa?”

“Aku mau BB lihat aku berenang.”

“Ya sudah..”

“Aaaakkkk....” Emma berlari dan meloncat ke dalam air.

“Emmaaa... kenapa senang sekali teriak dan mengagetkan orang sih?!”

“Emma lihat di TV kalo loncat ke dalam air itu harus berteriak. Tuan Tae tidak berenang? Airnya enak loh...tidak dingin..”

“Ya itu sudah diberi penghangat. Aku tak ingin berenang. Jangan terlalu lama, kakimu nanti keram karena kelamaan berjinjit. Airnya itu tinggi...”

“Ah..aaah.. iyaa..aku keraaam..aah.. tuan toloong.. aah...” Tae yang melihat Emma meringis kaya malam itu langsung terjun menolong tanpa berpikir lagi.

“Apa aku bilang!”

Tae membopong Emma di dalam air... “Hihihihi...hihihih...” Emma cekikikan

“Kau bohong yaaa!? Anak nakaaal!” tae melepaskan Emma lagi

“Tapi tuan merasakan air ini enak kaaaan.. hihi.. sudah berenang sajaaaa... aku gak suka sendirian...”

“Lihat? Aku masih memakai jubah handuk!”

“Hihihii..ya buka saja jubahnya.” Tae membuka jubahnya dan menyisakan boxernya saja.

“Tuan, kenapa badanmu? Kenapa tidak rata? Perut appa rata dan bulat...”

“Itu karena perut appamu buncit. Tidak bagus sama sekali. Yang bener seperti ini. Namanya sixpack.”

“Ooooohhh....” Emma spontan mengelus perut Tae dengan polosnya

“Aduh anak ini... gak tau apa akibat perbuatannya..” Tae sedikit degdegan “Sudah jangan sentuh lagi, siapa yang memberimu izin menyentuh perutku?”

“Maaf.. Emma baru lihat perut seperti itu. Tuan mau lihat terjun gaya batu aku? Tunggu!” Emma keluar dari kolam... mata Tae tak berkedip melihat baju basah yang menempel membentuk lekuk tubuh Emma begitu jelas, ia menelan ludah berkali kali..

“Ha... dull.. set... Byuurrr!!” teriak Emma “Apa tuan melihatnya?”

“Eh.. apa.. oh.. apa loncat?”

“Iiiisssh... pasti gak liat... Aku ulang!” Emma mengulang adegan tadi

“Emma jangan lariiii... ini liciin...!”

“Dubraghh!” seperti prediksi Tae Emma jatuh di lantai kayu yang licin.

“Aaah.. awwww... auuuuuwwwhhh...” Emma menangis kencang sekali.

“Aku bilang juga apa!? G! Ambil obat!” Tae panik.

“Ini obatnya tuan.”

“Noooooo... Emma gak mau pake obat merah ituuuuu!” Emma berlari kencang ke arah taman.

“Nona Emma jangan lari, nanti kakainya sakit..”

“Emma, cepat kesini!” teriak Tae

“No, aku gak mau pake obat itu perih sekaliiiii! Jangaaaaan.. ampun tuan Tae... Kaki Emma akan sembuh sendiri kok...!”

“Tangkap dia G! Ia berlari tanpa alas kaki! Park jaga di sana. Mana yang lain! Kepung ke tengah!”

Terjadilah kejar mengejar yang cukup drama dan Emma dengan mudah tertangkap.

“Ampun Tuan Tae.. jangan hukum Emma dengan obat itu.. ampuuun....” mata Emma ketakutan dan badannya bergetar.

“Aku tak ingin menghukummu, tapi kakimu terluka harus diobati.”

“No.. bohoong.. bohoong.. appa juga bilang gituuu... tapi appa bohoong, obat itu periiih.. ahaakkhaaa.. appa cuma mau bikin aku tambah tersiksa.. uuuuwaaa...”

“Okey kita gak pake obat itu, kita ke rumah sakit untuk dijahit saja!”

“No, aku juga gak mau ke rumah sakit...” jawab Emma kecil

“Lalu? Kita biarkan saja kaki itu membusuk dan nanti harus dipotong?”

“Uhuuukk.. uuuwww... uhuhuuuuk.. Gak mau di potong... nanti aku gak bisa jalan.... huuuwwweeee...” Emma makin kencang menangisnya.

“Aku janji gak akan perih... nanti langsung di tiup okeee? G ambil kipas angin...”

“Janji engga perih?”

“Sedikit... lalu kita tiup pake kipas yang besar, biar tak perih.. mau yaaa?”

“Tapi gak usah ke rumah sakit?”

“Iyaaa...”

G menyalakan kipas angin ke arah kaki Emma dan Tae mengulas obat merah itu. Sedikit perih memang tapi Tae mengalihkan perhatian Emma.

“Ayo ganti baju. Nanti masuk angin.”

“Tapi kakiku masih sakit.. Masih harus ditiup...”

“G aku ganti baju dulu, segera setelah ditiup kakinya Emma ganti baju ya..”

“Baik tuan...”

"Paman Wong.. ganti semua lantai kayu yang licin. Besok sudah harus selesai! Aku tak mau Emma jatuh lagi!"

"Baik tuan.."

Setelah Tae mandi dan ganti baju, ia mencari Emma di kamarnya, tapi tidak ada.

“Di mana anak itu, apalagi ulahnya..”

Ternyata Emma masih di pinggir kolam dan tak mau berjalan.

“Ada apa ini kenapa masih di sini? G? Jelaskan!”

“Nona Emma bilang ia tak bisa jalan, Park sudah mau menggendongnya ke kamar tapi Nona Emma tak mau. Maunya digendong Tuan Tae. Memilih berdiam di sini saja, sedang saya bujuk tuan.”

“Kenapa jadi nakal seperti ini sih?”

“Emma suka bau tuan Tae, Park Ahjusi baunya tak samaaaaa!” rengek Emma polos.

“Anak ini tak tahu kalau kelakuannya membuatku deg degan!” pikir Tae dalam hati. “Ya sudah aku gendong! Huh! Badanku sudah kering basah lagi dooong! Gulung dengan handuk!” Tae membopong Emma yang seperti lemper gulung ke kamarnya

“Segera makan malam, aku tunggu di meja makan G!”

“Ya tuan..”

Waktunya makan malam Tae sudah duduk sambil minum teh. Cukup lama menunggu Emma yang tak kunjung datang dari kamarnya. Padahal kamarnya ada di lantai dasar.

“Paman Wong ke mana Emma? Lama sekali?”

“Masih di kamar tuan...”

“Anak iniiiiiiii... bikin ulah setiap detik!” Tae beranjak dan menuju ke kamar Emma. “Kenapa lama sekali? Aku sudah ada di meja makan!” teriak Tae kesal

“Maaf tuan, saya belum bilang. Nona Emma demam setelah mandi. Mungkin kelamaan terkena kipas angin tadi. Dan lama sekali memakai baju basah.”

“Ada-ada saja. Besok belikan baju renang yang benar! Ambilkan kompres dan pengukur suhu juga obat sirup penurun panas rasa strawberry dan makanan minuman hangat. Pindahkan kamar Emma si sebelah kamarku saja agar aku mudah mengawasinya.”

Tae langsung membopong Emma ke lantai atas bersebelahan dengan kamarnya. Emma mengigau lagi... ia sangat ketakutan, keringat dingin bercucuran.

“Jangan appa.. periiih... jangan siram dengan obat itu, periih...” igau Emma

“Gadis ini penuh trauma dan luka, mungkin appanya sengaja melukainya dan menyiram dengan obat merah yang perih ini. Kasihan sekali..” gumam Tae.