7 Ketulusan

"Hanya Tuhan yang bisa menilai seseorang dari sisi baik ataupun buruknya."

___________________________________________________

Melia juga Pak Pramu bernafas lega setelah menunggu selama satu minggu, akhirnya hasil pemeriksaan menyeluruh terhadap Melia memberikan hasil yang sangat diharapkan. Kondis Liver milik Melia sangat sehat dan cocok dengan kebutuhan pasien.

Dan jadwal operasi pun sudah ditentukan atas persetujuan Melia. Disini dirinya tak perlu meminta saran dan izin dari suaminya yang tak lain adalah anak kandung pasien. Karena selain tak menghasilkan apapun, dirinya juga mengajukan menjadi donor karena keinginan pribadi dan atas nama pribadi tanpa embel-embel nama suami.

Sementara tim dokter menyiapkan semuanya, Melia tetap menjalankan tugasnya menjaga ayah mertuanya sepulang dari bekerja.

Menjadi pendengar cerita-cerita yang disampaikan oleh mertuanya atau hanya sekedar duduk diam sembari membaca buku saat ayah mertuanya beristirahat. Dan selama dirinya menemani ayah mertuanya, Reinald sama sekali tak meliriknya apalagi sekedar menyapa sebagaimana layaknya pasangan yang sudah resmi menikah.

Namun Melia tak mempermasalahkan hal itu, wanita itu tetap diam dan juga tak menyapa Reinald. Pria tampan dan mantly yang berstatus suaminya itu.

Namun sore ini berbeda, saat melia tanpa sengaja bertemu Reinald di lobby rumah sakit, pria itu tanpa berkata-kata menarik tangan Melia untuk masuk kedalam lift dan membawanya kerooftop lantai tiga.

Tatapan tajam Reinald seakan ingin menguliti wanita cantik yang semestinya diperlakukan dengan baik, karena dia adalah istri yang resmi dinikahinya baik secara agama maupun negara.

Namun bukan Melia kalau dia langsung takut dan memohon untuk dilepaskan. Wanita itu berlaku seolah-olah tak ada orang disekitarnya, dimana hal ini membuat Reinald geram. Dengan cepat dicengkeramnya kedua bahu Melia dan mendorong wanita itu hingga membentur dinding.

"Sewaktu papa masuk rumah sakit, apa benar kamu mencariku di club?"

"Iya, benar."

"Kenapa kamu mencariku kesana?"

"Karena anda sulit dihubungi apalagi ditemui, tuan muda Wibisena."

Melia menekan intonasi suaranya. Ada perasaan jijik saat Reinal menyebut kata Club. Tiba-tiba saja adengan percintaan diluar batas normal itu muncul kembali di ingatannya. Dan dia sangat jijik hingga membuatnya merasa mual.

"Kalau kau sudah tau aku ada disana, kenapa tidak menungguku?"

"Karena saya tidak tahu, butuh waktu berapa lama untuk menunggu seseorang yang sedang berada didalam kubangan kenikmatan."

"Kau marah?"

"Apa aku berhak untuk marah?"Melia ganti menatap kedua mata reinald dengan tatapan yang tak kalah dinginnya,"Bukankah anda pernah berpesan untuk tidak mengusik kehidupan pribadi anda, termasuk bagaimana gaya kehidupan seksual anda. Dan saya sudah melakukan itu."

Reinald tampak mendengus kasar. Sejujurnya dirinya malu saat mendapat laporan dari asistennya kalau Melia mencarinya di club pada malam dirinya bersama pasangan bercintanya. Dan berdasarkan rekaman cctv yang dia lihat. Melia tampak masuk kedalam kamar private dimana dirinya berada malam itu. Dan bisa dipastikan, wanita itu juga melihat apa yang tengah dia lakukan bersama Yoga, Shandy juga Cindy didalam kamar itu. Satu hal yang tak pantas dilihat namun nikmat dilakukan.

"Lalu, sekarang. Apa yang kamu inginkan? Kau akan mengatakan itu kepada papa?"

"Mengatakan apa?"

"Jangan, pura-pura. Kamu pasti paham dengan apa yang saya maksud."

"Oh itu," Melia tampak tersenyum tipis lalu kembali berkata dengan sedikit sinis,"Anda beruntung tuan, saya tidak memiliki kemampuan membagi aib orang lain. Karena aibku sendiri pun masih perlu aku tutupi."

Jawaban Melia membuat Reinald tak bisa berkata-kata lagi. Pria itu hanya terdiam di tempatnya berdiri.

Dengan lunglai dilepaskannya bahu Melia dari cengkraman tangannya. kenapa hatinya tiba-tiba terasa sakit dan dadanya terasa sesak.

"Maaf! Jika tak ada lagi yang ingin disampaikan, saya mau pergi menjenguk ayah mertua, saya. Dan pastikan anda untuk mampir walau hanya sekedar menyapa, papa anda sudah merasa sangat senang."

Tanpa menunggu jawaban dari Reinald, Melia berjalan menuju pintu namun baru saja tangannya menyentuh pegangan pintu, dia merasa seseorang menarik tangannya. Dan ternyata yang melakukan itu adalah Reinald.

Dan tanpa meminta persetujuan Melia, pria itu kembali menarik Melia ke pintu dan kembali berjalan menuju lift untuk mengantar mereka ke lantai lima dimana Andreas Wibisena dirawat.

Dengan masih menggandeng tangan Melia, Reinald memasuki kamar inap papanya. kedatangan mereka ini tentu saja mengejutkan tiga orang yang sedang berada disana.

Raina tampak menatap kakak juga kakak iparnya dengan tatapan yang sulit diartikan, sementara satu wanita lainnya menatap keduanya dengan tatapan tidak suka.

"Kenapa wanita ini masih bersama kakak?" tanya Reina dengan sinis.

"Kenapa?" tanya Reinald dengan acuh.

"Bukannya kalian tidak benar-benar menikah?"

Reinald menatap wajah adiknya dengan tatapan tajam, lalu beralih berjalan menuju sofa bersama Melia yang bersamanya.

"Memangnya ada pernikahan pura-pura? Melia adalah istri saya, seperti yang tercatat di hukum agama juga negara. Kalau tidak ada kepentinganm lebih baik kamu pulang saja," usir Renald tanpa menoleh kearah adik juga teman adiknya itu.

Saat ini dia sedang malas berbicara dengan banyak orang. Dia harus menunjukkan pada papanya, kalau dia adalah suami yang baik bagi Melia.

Reina jelas mendengkus kesal, lantas berjalan kearah papanya seraya berbisik,"Papa jangan sampai terpengaruh dengan wanita rubah itu! dia hanya menginginkan harta papa saja," ucap Reina penuh provokasi, tetapi pak Pras hanya tersenyu, tipis dan balas berbisik.

"Dia bukan rubah tetapi kucing yang sangat manis juga jinak! tidak seperti kamu yang sangat liar, bahkan papa saja sampai tak mengenali kalau kamu adalah anakku."

Ucapan menohok papanya jelas membuat Reina terkejut dan semakin kesal. Dengan menghentakkan kakinya, Reina pun berjalan keluar kamar rawat sang papa bersama temannya.

Sementara Reinald malah merebahkan tubuh jangkungnya di sofa dan meletakkan kepalanya di pangkuan Melia.

"Kalau hanya ingin tidur kenapa kesini?" tanya pak Pras kesal.

"Papa kalau mau bicara, bicara saja! aku pasti dengar," sahut Reinald seraya menarik tangan Melia hingga setengah memeluknya.

Sementara Melia setengah mati mengatur detak jantungnya yang tak beraturan.

***

avataravatar