1 1 : Home

"Kamu di mana?" tanya seorang lelaki pada lawan bicaranya melalui sambungan.

"Kantor," balas seseorang di ujung sana dengan enggan.

"Aku di apartemen kamu sekarang. Kamu pulang jam berapa?" tanya nya lagi.

"Gak tau."

"Aku baru banget pulang loh, dari bandara langsung ke apartemen kamu." Ia merengek pada seseorang di seberang sana.

"Gak ada yang nyuruh kan?"

"Yaa iya sih. Yaudah aku tungguin kamu pulang." Ia memutuskan untuk menunggu sang empunya unit.

"Gak usah. Pulang aja sana! Aku mau lembur."

"Tadi kamu gak ada bilang mau lembur, kenapa tiba-tiba jadi mau lembur?" Sang penelepon mengerucutkan bibirnya karena kesal mendengar balasan dari seberang sana.

"Suka hati aku lah."

"Ck. Yaudah lah aku tetap nunggu kamu." Ia berjalan menuju sofa dan mengistirahatkan tubuhnya yang lelah.

"Terserah." Sambungan telepon diputus secara sepihak oleh lawan bicara.

"Ishh kebiasaan." Ia menghembuskan nafasnya melihat kelakuan lawan bicaranya.

Tak lama berselang, ia sudah masuk ke dalam mimpinya. Nampaknya ia sangat kelelahan.

Entah berapa lama waktu yang dihabiskan lelaki tersebut untuk terlelap, karena ia sangat menikmatinya. Tubuhnya lelah setelah melakukan pekerjaannya dan baru ada kesempatan untuk tidur dengan benar ketika di apartemen yang disinggahinya.

Drrtttt. Dddrrtttt. Dddrrrttt.

"Hallo," ujarnya dengan suara berat khas bangun tidur.

"Lo dimana?!" tanya penelepon dengan cukup keras.

"Santai dong. Kenapa?" balasnya ikut keras.

"Gue di apartemen lo sekarang. Dan gak ada orang."

"Ohh iya, gue gak pulang tadi." Kesadarannya sudah mulai terkumpul.

"Cepattt bilang, lo dimana? Gue jemput."

"Emang mau ada apa sih?" Ia mengernyitkan dahi pertanda bingung.

"Kita mau ada konferensi pers, menyambut kepulangan tour dunia kita. Jam 8 malam di hotel Santika, dan lihat sekarang udah jam 6 sore. Kemungkinan akan telat karena lo yang menghilang Christian!" ujar sang penelepon dengan menggebu-gebu.

"Sumpah? Kok gue gak tahu kalau mau ada conference?!" Ya, Christian atau yang biasa dipanggil Tian langsung berdiri mendengar info tersebut.

"Baru tour berapa bulan dah amnesia kau rupanya."

"Gue di Rajawali tower 3. Jemput di lobby. Cepat cepat!" Tian mulai kelimpungan karena hanya sisa sedikit waktu untuk sampai di tempat tujuan.

"Gila kau! Buat apa gue jauh-jauh jemput ke Central Park kalau lo ternyata di dekat kantor!" maki sang penelepon.

"Yaudah lo langsung ke Santika aja, gue berangkat dari sini." Akhirnya Tian memutuskan berangkat sendiri.

"Tunggu orang kantor jemput. Bahaya kalau berangkat sendiri."

"Gak papa, biar gak terlambat. See you." Tian memutuskan sambungan telepon mereka.

Christian bergegas membuka koper miliknya yang tergeletak di ruang tamu. Bahkan sekedar memulangkan koper pun tak ia lakukan.

Tian memilih outfit untuk dikenakannya pada konferensi pers. Pihak agensi membebaskan mereka untuk style pakaian karena terlihat waktu yang semakin sempit.

Ia mengambil ransel milik Ria-pemilik apartemen- yang terlihat mata. Tak mungkin ia langsung mengenakan pakaiannya dari apartemen, bisa-bisa sudah terlanjur bau karena harus berjibaku dengan rush hour.

"Kok gue bisa lupa sih kalau ada jadwal konpers." Ia memasukkan barangnya sembari merutuki kelalaiannya yang lupa jadwal.

Selesai merapikan perlengkapannya, ia masuk ke walking closet di kamar Ria dan memilih aksesoris untuk dikenakannya. Tian mengambil kacamata minus miliknya yang memang sengaja ia tinggalkan, bandana hitam, scraf motif bunga, masker hitam dan topi hitam yang semuanya milik Ria. Tak lupa iWatch milik Ria juga ia kenakan.

Ah. Bomber warna coklat yang terlihat olehnya langsung ia kenakan. Semua perlengkapan itu digunakannya untuk penyamaran, karena Tian akan menggunakan ojek online agar sampai di hotel Santika tepat waktu sebelum siaran dimulai.

"Riaa, aku harus ke hotel Santika untuk siaran pers. Kalau kamu mau dibawain sesuatu kabarin aja. Lampu udah ku nyalakan semua. Semangat lemburnya. Kalau mau dijemput kabarin juga ya." Tian mengirim pesan suara pada Ria karena sudah tak sempat untuk meneleponnya.

Tian bergegas turun ke lantai bawah untuk menemui pengemudi ojek yang sudah ia pesan.

"Christian Hartanto, hotel Santika?" tanya Tian pada pengemudi ojek online yang memiliki plat sesuai dengan aplikasi.

"Iya betul mas."

"Let's go! Yang cepat ya pak bawa nya, saya sudah terlambat." Tian menyuruh pengendara tersebut.

"Baik mas, kencangkan helm nya ya!"

Dan wusssssss... Motor yang membawa Christian Hartanto menuju hotel Santika melaju dengan sangat cepat di tengah kemacetan ibukota.

******

"Hhhhh kenapa dia gak pulang aja sih?" Ria yang baru saja mendengar pesan suara dari Tian hanya bisa menghela nafas.

"Kenapa? Si Tian lagi?" tanya Vera, teman kantor Ria yang tahu sedikit kisahnya dengan Tian.

"Hmmm."

"Udah lah Ri, jangan keras-keras banget sama Tian, nanti kena karma loh," ujar Vera memberi nasihat untuknya.

"Udah sering. Dah mati rasa gue sama karma," balas Ria dengan datar.

"Huushhh gak boleh gitu ngomongnya." Vera menepuk pelan lengan Ria.

"Udah sana, gue mau lanjut kerja lagi!" Ia mengusir Vera untuk kembali ke mejanya sendiri.

Sementara, di ballroom hotel Santika sudah ramai oleh para wartawan yang siap meliput siaran pers kali ini. Kilatan cahaya hasil bidikan kamera sudah memenuhi ballroom yang memang disewa khusus oleh pihak agensi untuk konferensi pers kali ini. Hampir seluruh member GMC sudah hadir, kecuali Christian yang sulit dihubungi. Sementara konferensi pers akan dimulai kurang dari 5 menit lagi.

"Tian sialan! Kemana tuh anak belum datang juga?!" ujar Januar-leader dari GMC.

"Gak tahu, ini lagi terus coba diteleponin," timpal Elang-member termuda di grup tersebut.

"Boys, konpers akan dimulai sekarang juga. Seadanya aja tanpa Christ. Kalau Christ datang nanti tinggal buat skenario alasan. Yok keluar yok," ujar manajer GMC menghentikan segala usaha mereka untuk menghubungi Tian.

Christian baru saja tiba di lobby dan sepertinya sudah terlambat. "Terima kasih banyak pak, nanti saya transfer tips nya." Ia langsung berlari menuju ballroom yang tampak ramai dan diyakini sebagai tempat conference diadakan.

Begitu ia berhasil memasuki ballroom, terlihat para member GMC baru keluar dari backstage sedang menuju kursi dan meja yang telah disediakan. Christian berlari sekencang mungkin dan berhasil memasuki urutan kelima untuk duduk. Ia tak sempat mengganti pakaiannya.

Bergegas ia melepas masker dan topi yang ia gunakan untuk menaiki ojek. Nafasnya tersenggal, karena berlari dari lobi hotel menuju ballroom yang memiliki jarak cukup jauh. Tian menyisir rambutnya yang sangat basah dan berminyak karena menggunakan helm dan topi saat berkendara tadi. Para member terkejut sekaligus senang melihat kehadiran Tian yang tepat waktu, walaupun dengan tampilan yang di luar dari kata normal sosok boys group.

"Minta air. Gue gemeteran dari tadi ini," ujar Tian pada Julio-member di sebelahnya.

"Style lo boleh juga Yan," ujar Julio sambil memberi air pada Tian.

"Duh gak guna gue bawa baju berat-berat di tas kalau gak sempat ganti gini." Tian mendumel.

"Gak masalah kok, bagus perpaduan bomber dan syal nya." Januar memuji pakaian yang dikenakan Tian.

"Gak dipakai aja topi nya Yan? Wihh inisial apa nih RACH? Atau nama orang?" Julio yang usil mulai berulah.

"Bukan siapa-siapa." Tian memasukkan topi tersebut ke dalam tas. Ia lupa kalau barang milik Ria banyak terdapat inisial Ria dan Tian.

###########################

avataravatar
Next chapter