2 Beri gue keturunan! (Benar-benar jadi bodoh!)

Jose Martin Axel, pria di hadapanku yang memaksa untuk menuruti keinginannya. Menikah dalam waktu yang mendesak. Tidak kukenal dan tidak juga terbayangkan olehku. Tapi aku takut ketika menolak lalu dia membawaku kepada pria tadi.

Aku menggelengkan kepala. "Nggak, jangan! Saya nggak mau sama dia." Mataku menatap raut wajah tampan pria ini.

Dia mulai membalas dengan senyuman kecilnya. Seraya tawanya terukir manis begitu menawan. Aku sontak terpesona sejenak dan terbawa halusinasi. Tiba-tiba saja dia menyeretku entah ke mana?

"Lihat tuh!"

"Dia itu CEO, masih muda cakep pula!"

"Siapa tuh namanya?"

Mereka berbisik-bisik di antara kepergian kami berdua. Aku yang akhirnya harus melupakan tanggung jawab sebagai pelayan malah tersendat. Kakiku mengikuti arahan pria ini membawaku ke ujung ambang pintu.

Mataku menyorot lurus kepada rekanku yang banci. Dia menaikkan dua pundaknya, lalu menggelengkan kepala. Ah! Rasanya aku mau mati saja, pikiranku sudah kacau sekarang.

Kami melewati lorong yang panjang dan terang. Berbeda dari aula pesta tadi. Dia malah mengantarkanku ke dalam lift. Dia menarikku secara paksa dan tidak berkata banyak.

Baru saja dia berkata halus, tetapi sekarang dia jadi pria dingin tanpa bicara. Kami menuruni bangunan, tidak beberapa lantai. Aku menghitung dalam hati.

'21, 20, 19, 18.'

Lalu berhenti dan pintu terbuka. Dia menarikku lagi.

"Hei, kamu mau bawa saya ke mana?" resahku harus menahan segala jeritan yang bahkan tidak kukenal. Sepertinya pria ini orang kaya yang sangat keras kepala. Entah dia mendapat masalah apa sampai aku jadi korban.

Sebuah ruang kamar, bernomorkan 1254.

Deg!

Jantungku rasanya ingin copot. Kenapa dia malah mengajakku ke dalam kamar hotel? Padahal aku bekerja di sini, jika ketahuan aku akan dipecat sekarang juga.

Pintu itu terbuka tanpa dikunci dari dalam.

"Ayo!" tegasnya mengajakku.

Tanganku masih dirampas kuat olehnya. Sontak mataku terpelangah ketika di ruang kamar itu duduk seorang pria biasa dan satu pria lainnya.

"Papa??" Mataku tak percaya kalau itu ayahku. Dia benar-benar duduk di sana, sedang apa?

Jose yang ada di dekatku menoleh, "Duduklah! Kamu bilang kalo kamu nggak mau nikah sama orang nggak kamu kenal. Tapi saya kenal kamu dan papa kamu."

Jose mengambil posisi tempat duduk bersama dua pria itu.

"Ocha, kemarilah Nak!" pinta ayahku beranjak dari posisi duduknya.

"Nggak mungkin, Pa." Aku menggelengkan kepalaku.

Dari pertemuan ini, aku harus menerima kenyataan. Aku harus duduk dan mendengar cerita mereka semua. Di salah satu meja bulat, kami duduk saling berhadapan. Tepat di depan sebuah cermin kamar, kami seakan menikmati keindahan gemerlapnya perkotaan Jakarta.

Di depan mataku, mereka mendesakku untuk menandatangi surat tadi.

"Jangan takut, om udah tahu sama kamu dan papa kamu. Ini Jose, dia harus menikah sama kamu karena suatu hal, nanti dia bisa cerita sama kamu. Kamu hanya perlu terima dan besok dateng ke acara pesta di sini juga. Tapi, ruangan yang sangat khusus."

Pria asing di depan mataku ini berbicara, pikiranku seakan mengalihkan dunia dalam sekejap. Warna malam ini seketika berubah dalam sesaat. Entah ditipu dalam satu malam atau aku yang mendapat nasib sial.

Apa ini semua ulah ayahku yang suka melakukan bisnis anehnya? Sehingga, hutangnya bertumpuk dan dia menjualku. Aku tidak yakin, jemariku harus memaksa batin di waktu yang sama pula.

Tertanda.

Atas namaku di ujung kertas di antara materai enam ribu.

***

Rupanya, aku sudah sangat cantik. Dengan gaun pengantin yang mekar, memperlihatkan keanggunanku di depan cermin lebar. Berdiri dengan putihnya gaun yang seksi, tetapi mataku rasanya sendu. Karena tiba-tiba, aku menikah dengan pria kaya dan asing bagiku.

Hanya satu malam terjadi begitu saja. Dia datang menyelamatkanku, bukan karena memang menyelamatkanku. Tapi ternyata ada maksud lain.

***

"Papa, apa ini ulah papa?" keluhku kepada sang ayah ketika pulang dari hotel, semalam.

Ayahku malah terdiam sambil menghisap sisa puntung cerutunya. Dia membuang ke dalam tong sampah lalu menoleh ke arahku. "Menikah dan tidurlah dengannya! Kau harus memberinya keturunan, dan setelah itu kau bisa keluar dari rumah tangganya."

"Apa karena hutang papa?!" Nadaku agak tinggi.

"Papa!!" seruku memanggil lagi.

Tapi ayahku malah masuk ke kamarnya.

***

Di depan cermin, aku menunduk pilu. Kenangan semalam hanya tersentuh bagiku kian tak terasa. Aku keluar dari pekerjaan yang melelahkan, dan akhirnya aku menjadi istri orang kaya.

Mataku melihat sebuah kalender yang berdiri tegak di atas meja. Tepat pada tanggal 03 Mei 2022.

"Ocha, yuk ke sini!" Seorang wanita memanggilku.

Tidak kusangka, aku memutar badanku dan duduk di samping pria yang sama sekali asing. Baru semalam aku melihat wajahnya. Aku kira dia benar-benar orang baik, ternyata dia hanya melakukan tugas keluarganya.

Ini kesepakatan yang buruk. Mataku ingin terisak tangis namun tak mampu. Mereka mencoret-coret tanda tangan di dua surat pernikahan kontrak. Pernikahan ini akan berlangsung sekitar satu tahun. Setelahnya, aku terbebas dan bisa melanjutkan hidupku lagi.

03 Mei 2022 sampai dengan 03 Mei 2023.

Ah! Mataku sangat resah ketika melihat angka-angka yang harus aku cegah tapi tak bisa. Kami masih saja duduk di antara ruangan, tetapi tak satu pun undangan yang hadir. Ini pernikahan macam apa?

'Kenapa mereka begitu kejam ke gue? Ini nggak adil!'

Gelisahku dalam hati sembari memutar penglihatan. Jose berdeham kecil mengarahku agar menerima sambutan tangannya. Aku harus membalas dan akhirnya menyalaminya.

"Untuk satu tahun ke depan kalian bisa terlepas menjadi suami-istri." Pria yang duduk di hadapan kami beranjak.

Kami ikut mereka, berdiri dan menunduk hormat untuk kepulangan dua pria yang menjadi saksi pernikahan kami. Di belakang, hanya ada dua keluarga yang saling melihatku menikah.

'Apa-apaan ini?'

Tak kuasa, malam ini kami melangsungkan pernikahan secara diam-diam. Rekanku dan beberapa kerabat lainnya bahkan tidak mengetahui kalau aku sudah menikah. Kami segera menghampiri dua keluarga ini untuk menyapa hangat.

Jose menarik cepat tanganku ke luar dari ruangan itu, setelah kami menyambut dari kedua orang tuanya.

Dia menyeretku ke lorong menuju kamar yang seperti kemarin. Dia berbalik, "Mulai sekarang, jangan bicara secara formal. Panggil saya nama saja, pake lo gue juga boleh. Itu lebih nyaman!" Lalu dia menyeretku lagi dengan paksa.

"Jose, lo mau ke mana sih?" resahku menahan tubuhku.

Jose menoleh, tidak menjawab dia langsung memapahku masuk ke kamar. Aku melihat keunikan di wajahnya, tetapi aku pun membuang muka. Dia menaruh tubuhku di atas kasur empuk dan nyaman.

Ruang kamar yang sama seperti kemarin. Dia menatapku dengan penuh keseriusan.

"Beri gue keturunan!" perintahnya.

"Apa? Kita bahkan baru nikah," keluhku hendak menolak.

"Gue udah punya istri, dia nggak akan tahu kalau kita udah nikah. Gue mau punya keturunan, tetapi istri gue mandul." Jose seakan mengatakan kejujurannya.

Aku terpaku, harus menolak atau memaksa diriku untuk menuruti dirinya.

KIRIM BATU KUASA SEBANYAK-BANYAKNYA!!!

Buku ini wajib disimpan ke perpustakaan ini/tambahkan ke rak.

Bagaimana dengan cerita selanjutnya?

Jangan pernah berpikir, kalau cerita ini hanya mengandung unsur romantis dan alur yang mudah ditebak. Jika kau merasa kurang puas, saya akan menguji anda supaya bisa mengikuti cerita ini setiap babnya.

Sesuatu yang tidak anda duga dan bertanya-tanya. Berani coba? Jika anda bisa menemukan plot twist dalam cerita ini, saya acungkan jempol dan gift untuk anda.

Berikan semangat kepada penulisnya, tunjukkan bahwa kalian adalah pembaca yang cerdas dan kompeten dalam menemukan jawaban serta teka-teki dalam cerita ini.

Bisa jadi, anda telah melewatinya.

Bagaimana dengan cerita selanjutnya?

Klik terus yuk!

Dukung ceritaku ya, Kawan!

Jangan baca apa lagi taruh ke rak!

Anda suka berarti menambahkan ke rak. Saya tunggu review dari semuanya ya.

Tak kenal maka tak sayang, kayak cerita di atas.

Jangan lupa kirim batu kuasa setiap hari. Ini wajib!

avataravatar
Next chapter