webnovel

Akhir Kisah

Karena ada Hiashi mereka gagal melakukannya, sebagai gantinya, salah satu dari mereka menusuk perut Hinata dengan kaca.

Begitulah kronologisnya.

Namun, di mana Toneri?

Mata Toneri perlahan membuka. Pertama kali yang ia lihat adalah wajah Hinata. Rambutnya masih panjang seperti dulu. Masih wangi dan senyumnya masih sama. Tak ada yang berubah kecuali raut wajahnya yang semakin dewasa dan tegas.

" Shitakaalin Mahila," sapanya parau.

Hinata mendekatinya. Tersenyum padanya seraya mengusap punggung tangan laki-laki itu dengan lembut.

"Kamu datang?" Toneri bertanya lagi. Ia hampir tak memercayai penglihatan matanya. Perempuan yang sepuluh tahun lalu mengacaukan hatinya tengah berada di dekatnya. Terlampau dekat malah. Matanya yang sewarna es di kutub nampak berkaca-kaca.

"Apa Anda tahu siapa namaku?" tanya Hinata mengabaikan pertanyaan Toneri.

Toneri tak langsung menjawab. Ia berusaha mendudukkan dirinya. Hinata membantunya hingga ia bisa duduk nyaman di atas kasur rumah sakit tersebut.

"Terlepas dari siapa pun namamu, apa pun nama yang semua orang sebutkan untuk memanggilmu, bagiku kau tetap sama. Kau tetap Shitakaalin Mahilabagiku."

Hinata tersenyum. Ia mengambilkan air mineral dari nakas, kemudian ia minumkan pada Toneri.

"Maaf karena aku mengingkari janjiku saat itu. Maaf, aku terlambat menjemputmu," kata Toneri setelah ia menandaskan air di dalam gelas yang Hinata sodorkan.

Hinata mengambil gelas kosong yang berada di tangan Toneri. Ia letakkan kembali ke atas nakas.

"Jika saja saat itu aku, jika saja ..." Toneri melanjutkan, tapi akhirnya terputus karena Hinata memotongnya.

"Aku sudah tahu semua. Sai- santelah memberitahuku. Bahkan dia yang menjemputku untuk melihatmu di sini."

Sai memang telah membertahukan Hinata beberapa waktu lalu bahwa saat dalam melaksanakan tugas, Toneri celaka yang mengakibatkannya koma hingga sekarang. Sai yang putus asa kemudian mencari-cari Hinata hingga kini ia menemukannya.

"Oh ya, apa aku belum pernah mengatakan pada Anda bahwa aku tidak membutuhkan janji Anda. Aku percaya pada Anda."

Toneri tentu saja mengingat kalimat indah itu. Kalimat Hinata yang ia dengar untuk terakhir kali sepuluh tahun silam. Tak membuang waktu lama, ia langsung memeluk Hinata erat, seakan-akan Hinata bisa hilang jika tak dia memeluk seerat itu. Pelukan kerinduan yang teramat dalam.

"Aku sangat menyukaimu. Sangat suka. Bisa dibilang sebanyak aku menghirup napas selama hidupku."

Hinata tertawa. Senang, geli, dan haru, bercampur menjadi satu. Perlahan, Hinata melepaskan pelukan mereka.

"Kamu memberiku kehidupandengan menjengukku ke sini. Berikan aku satu kehidupanlagi dengan memberiku tempat di hidupmu dan di hatimu. Sudikah kamu?" Toneri berkata serius.

Pandangan mereka menyatu. Sepuluh tahun ini tak sesaatpun Hinata melupakan Toneri. Demikian pula dengan Toneri terhadap Hinata.

"Sudah sejak lama aku memberikan hatiku pada Anda. Karena telah kuberikan hidupku pada Anda-lah makanya aku ada di sini,"

Kembali Toneri merengkuh Hinata ke dalam dekapan tubuhnya.

"Katakan sesuatu yang ingin kudengar, Sayang. Katakan padaku, Shitakaalin Mahila,"

" Anata no koto ga daisuki!"