1 SATU

Hari ini, entah kenapa aku tidak punya semangat untuk pergi ke sekolah. Bukan karena patah hati, guru yang kiler, atau PR yang numpuk tapi lupa dikerjakan, tapi... tadi malam aku habis begadang main catur sama Abah (tukang kebun). Biasa insomnia. Abah curang mainnya saat aku lagi nepokin nyamuk, eh, bidak kudaku digesernya, aku balikin ke posisi awal malah aku yang dituduh curang. Aku mengantuk sekali, ingin rasanya tidur sekarang juga.

Keadaan sekolah masih cukup sepi, samar-samar terdengar nyanyian jangkrik sama kodok sahut-sahutan yang berirama absurd di indra pendengaranku. Sepertinya aku masih punya cukup waktu untuk tidur sebentar sementara menunggu bel masuk.

Tuk!

"Ayam ayam ayam ayam!" Sial aku malah latah. Ini siapa sih yang pagi-pagi main bola Pingpong. Kuedarkan pandanganku untuk melihat siapa pelakunya.

"Eh, maaf ya, gue nggak sengaja," ucap seorang cowok menghampiriku. Tampangnya lumayan cakeplah mirip-mirip Teejay Marquez gitu, tapi masih cakepan Teejay lah.

Aku gak nyahutin permintaan maafnya pakai suara, aku cuma ngangguk aja sambil tersenyum tipis. Aku nggak suka drama-drama, marah-marah minta ini minta itu ataupun sok-sokan pingsan atau apalah itu namanya, benjolnya nggak bikin mati juga. Itupun kalau benjol. Lebih baik aku cepetan masuk kelas.

Tuing tuing... Jdak blruugk!!

"Ayam ayam ayam ayam!!!"

Bukan! Itu bukan suara bola Pingpong nyasar lagi di jidatku. Tapi, ada seseorang yang menabraku, eh bukan, lebih tepatnya menubruk, sama aja, ya. Orang yang menubrukku ini sepertinya tadi pas jalan dianya bawa buku sampe nutupin pandangannya makanya nubruk. Soalnya tadi aku sempat lihat dia bawa buku bejibun gitu sendirian. Ngomong-ngomong kenapa aku sama dia betah lesehan di lantai gini? Dianya juga malah liatin aku pakai tanpa kedip segala pula. Nggak pernah lihat bidadari lesehan, ya?

"Heh! Kamu ngapain pagi-pagi bawa buku banyak banget?! Perpus kan belum buka," tanyaku rada ketus setelah berhasil bangkit dari kubur, lah?

"A-aku t-tadi...." Dia gagap beneran apa gimana, ya?

"Hm...?" aku cuma bergumam sambil menaikan sebelah hidungku keatas karena alis sudah terlalu mainstream.

Kulihat dia menarik napas panjang tak lupa menghembuskannya kembali. Kurasa rencana tidurku gagal.

"Tadi pas masuk dalam gerbang ada bapak-bapak dari dinas pendidikan ngasih buku paket trus blablabla...."

Aku cuma manggut-manggut nggak ngerti dengan penjelasannya.

"Eh, aku baru nyadar, seragam kita kok beda? Kamu bukan murid sini? Atau kamu siswi baru?" tanyaku penasaran. Aku sudah mulai bisa bicara santai.

"Iya, aku siswi baru jadi belum punya seragam kayak kamu." Aku cuma manggut-manggut. Lagi.

"Bisa bantuin aku bawain buku-bukunya nggak?" tanyanya kemudian. Aku memandang mukanya sebentar kulihat raut mukanya yang memakai ekspresi pupy eyes memohon.

Aku dan dia sekarang bolak-balik dari pos satpam ke depan ruang perpustakaan. Karena perpusnya belum buka jadi bukunya ditaruh sementara di kursi depan perpus. Lumayan olahraga pagi-pagi. Huh, itu yang lagi main Pingpong nggak peka apa, ya? Dari tadi lihat kita mondar-mandir sudah kayak setrikaan, gak ada niat buat bantuin gitu? Cowok tuh ya... nggak peka!

_________________

Your bright then my dear

Show'n me my direction

Your come in to me and give in me inspiration

How can i ask for more from you my dear

Maybe just a smile in your heart

Give me a smile in your heart

Aku tertegun mendengar suara merdu cewek yang sedang menyanyi di depan warung makan tenda biru pinggir jalan itu. Suaranya yang indah dipadu dengan petikan gitar yang pas. Kombinasi yang bikin aku sih, yes.

Aku tak bisa melihat siapa yang sedang menyanyi itu karena wajahnya tertutup oleh jaket ninja. Baru saja aku ingin menghampirinya dering telponku berbunyi.

"Halo!"

"Lo dimana sekarang? Kita sudah nungguin dari tadi!"

"Aku lagi di jalan. 10 menit lagi sampai."

" Dari tadi 10 menit mulu! Awas ya kalau dalam 10 menit lagi dada lo nggak nongol gue bakal jewer sampai melar!"

"GILA!" sahutku sambil mematikan telpon sepihak.

Aku segera kembali men-starter motor matic-ku yang sempat berhenti karena mendengar konser tunggal seseorang berjaket ninja tadi. Sepertinya dia sudah pergi karena aku sudah tidak melihat ninja itu lagi, maksudku jaketnya.

"3!! 2!!--"

"WOY!" Aku berteriak sesaat setelah menabrakan dengan sengaja kandang rumah Refin.

Aku tahu tadi dia sedang menghitung mundur dengan tangan ke atas. Huh, untung saja dadaku segera muncul sebelum... WHAT?!

"Eh! Kingkong durjana! Lo mau rusak pagar rumah gue?! Itu pagar mahal bego! Barangnya import dari negeri tetangga!" Refin si cowok melambai bersabda. Negeri tetangga apaan, orang aku sempat lihat itu pagar dari rumah sebelah yang lagi di renovasi terus dipinta sama Emaknya Refin. Mayan katanya daripada dibuang.

"O az y kan," sahutku dengan santainya mendaratkan bokong ke teras rumahnya. Ngomong-ngomong Dixy sama Morrez mana, ya?

"Dua tungau pada ke mana, Fin?" tanyaku sambil meneguk minuman yang sudah tersedia di sini.

"Biasa, nguras kulkas," jawab Refin sambil mantul-mantulin bola bekel.

"Eh, Kong, udah nongol. Tapi, kok dadanya nggak nongol, sih?" tanya Dixy tiba-tiba. Kusambut dengan tatapan melotot manjah.

"Jadi, kita ngumpul disini mau ngapain?" tanyaku setelah cukup lama kita diam dengan aktivitas masing-masing. Berapa lama? Setengah detik doang.

"Seperti rencana awal tadi di sekolah, kita bakal berangkat malam ini ke rumah kosong yang mencurigakan itu," sahut Refin dengan mimik muka sok horror tapi jatuhnya malah horror beneran. Bayangin aja muka Refin itu kemayu melambai-lambai gimana gitu terus pakai niru ekspresi valak pula. Horrornya bukan horror nakutin tapi... ya gitu deh.

Mulai deh mereka main detective-detective-annya. Aku sebenarnya malas, tapi karena Morrez mengancamku tidak akan ngasih makan di kantin sekolah lagi, akhirnya aku ikut saja. Terpaksa.

"Jam berapa kita kesana?" tanyaku malas-malasan.

"Jam tujuh malam. Bawa perlengkapan yang diperlukan jangan berlebihan." Refin bersabda. Lagi.

Aku tahu kenapa Refin bicara seperti itu, lantaran karena dulu....

Aku tidak akan menceritakan perihal konyol Refin dimasa lampau. Itu sangat memalukan.

Jam 07:05 malam.

"Kalian sudah siap, ledies?" tanya Refin, dia kali ini berlagak seperti pemandu alay.

"Ya ya ya...." sahut kami serempak dengan malasnya. Bukan malas dengan main detective-nya itu, tapi males dengan lagaknya si cowok melambai itu tadi. Namun, aku sebenarnya juga malas sih ngelakuin ini, kurang kerjaan choy! Konyol!

Kita sudah sampai di halaman rumah kosong yang dimaksud Refin. Rumah ini gelap gulita tidak ada terlihat satupun celah yang memperlihatkan adanya lampu yang menyala di dalam. Refin bilang rumah ini telah ditinggalkan oleh pemiliknya sejak delapan tahun yang lalu. Tapi, beberapa hari yang lalu Refin seperti melihat ada seseorang berada di dalam rumah ini. Eh, ini wajar nggak sih dilakuin anak SMA? Ngintip-ngintip begini.

Refin sudah mulai mengetuk pintu rumah mencoba sopan, mungkin saja rumah ini ada orangnya. Sedangkan Dixy dan Morrez sedang mengintip ke jendela yang ada disekitar. Aku? Aku masih bingung apa yang harus aku lakukan. Aku hanya memperhatikan gerak-gerik temanku. Aku ingin pulang rasanya.

Setelah hampir setengah jam kami di luar akhirnya Refin menyuruh kami masuk.

"Ledies, come on, kita masuk!"

Aku pun masuk bersama temanku yang lainnya. Masing-masing dari kami menyalakan sentar dan mengarahkannya kemana-mana. Hingga akhirnya aku tidak sengaja menyinari sesuatu yang....

"Aaaaaaaaaaa!!!"

...

avataravatar
Next chapter