1 PROLOG (Permintaan Untuk Menikah)

Pagi hari tiba. Sinar mentari menerobos masuk ke dalam sela-sela jendela kamar milik Sheila.

Pagi ini Sheila akan mengantar pernikahan kakak sepupunya. Satu-satunya saudara yang ia miliki di dunia ini, dan orang itulah yang paling dekat dengan dirinya.

Sheila sudah rapi dengan balutan dress berwarna salem yang terbuat dari kain brukat dan berkombinasi dengan hiasan cantik dari katun Jepang.

Wajahnya terlihat cantik dengan dandanan sederhana dan rambut yang digelung, menjadikan Sheila terlihat lebih anggun dari biasanya.

"She."

Pintu terbuka. Menampilkan seorang laki-laki tampan yang sudah memakai tuxedo hitam lengkap dengan dasi berbentuk pita di bagian lehernya.

"Lo kenapa? Kok belum keluar?," tanya laki-laki itu sambil berjalan mendekati Sheila yang tengah duduk di depan meja riasnya.

"Gue sedih. Kenapa lo harus nikah secepat ini?," ungkap Sheila dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Emang kenapa? Gue udah merasa mampu buat nikah, makanya gue nggak mau undur pernikahan ini."

"Iya. Tapi nanti gue sama siapa? Gue itu ke sini karena pengen tinggal sama lo, cuma lo yang bisa ngerti keadaan gue." Suara Sheila terdengar lirih, hingga ia tak mampu lagi menahan air mata yang sedari tadi sudah siap untuk keluar.

"Lo tenang aja. Lo boleh tinggal di sini, tanpa takut di usir. Karena rumah ini punya gue."

"Bukan itu maksud gue. Kalo lo nikah, gue ngapain di sini? Sendiri, nggak ada temen, kesepian."

"Siapa bilang lo kesepian? Di sini ada si mbak. Lo jangan manja deh, mending sekarang lo siap-siap, kita udah mau pergi."

Sheila memanyunkan bibir dan menatap kepergian kakak sepupunya.

"Huh.. Lagi-lagi gue sendiri."

***

Rombongan pengantin pria sudah sampai di pelataran tempat acara pernikahan akan dimulai.

Sheila berdiri di samping kakak sepupunya sebari membawa beberapa hadiah yang akan diberikan kepada calon istri kakaknya itu.

"Hai. Kita ketemu lagi,"

Tubuh Sheila meremang. Suara itu terdengar tepat dari belakang tubuhnya. Napasnya terasa menghunus ke dalam ceruk leher Sheila.

"Suara siapa, tuh? Masa iya siang-siang ada setan," batin Sheila.

"Sheila, lo lupa sama gue?"

"Astaga!"

Hampir saja gadis itu terjungkal. Wajah menjengkelkan dari laki-laki yang saat ini ada di hadapannya membuat Sheila langsung mengusap dada.

"Ngapain lo di sini?," tanya Sheila galak.

"Aa kan temennya kakak sepupu kamu. Udah pasti ada di sini dong," jawab laki-laki tersebut dengan cengiran lebar dan kedua alis yang digerakan secara bergantian.

"Mending lo minggir! Muka lo ngerusak mood gue!"

"Gak mau. Aa mau di sini aja, di samping Neng Sheila."

Sheila memutar bola matanya jengah. Ia meremas dress nya sendiri untuk menyalurkan rasa kesalnya.

"Untuk rombongan laki-laki dipersilakan memasuki pelataran."

Sheila menghela napas pelan. Interupsi dari moderator acara sudah terdengar, ia tidak boleh merusak riasan wajahnya yang sudah di tata secantik mungkin.

"Neng, berat ya? Mau Aa bawain nggak?"

"Gak! Mending lo diem."

Sebisa mungkin Sheila memberi senyuman indah ke semua orang, meski hatinya sedang merasa dingkol saat ini.

"Aduh, kok kaki gue nggak bisa ngelangkah, sih?"

"Ini kenapa? Kayak ada yang nginjek," Sheila berusaha melangkahkan kakinya. Tapi terasa sangat sulit dan berat sekali.

"Anjir! Cowok sialan, ternyata dia nginjek sepatu gue," batinnya.

"Heh, cowok jelek!"

"Ya, Neng? Neng manggil Aa?"

"Ngerasa jelek juga, lo. Mending lo angkat kaki lo, gue susah jalan,"

"Ya ampun. Iya, Neng, maaf. Aa Ilham nggak sengaja," Ilham melepas injakan kakinya di sepatu milik Sheila.

"Mending lo diem. Lo bukan keluarga dari rombongan mempelai laki-laki."

Sheila berlalu. Meninggalkan Ilham yang masih berdiri tegak sebari menatap wajah cantik Sheila yang berhasil membuat hatinya jedag jedug.

"Baru kali ini seorang Ilham di cuekin cewek."

***

Acara ijab kabul telah selesai. Kini saatnya para tamu menikmati hidangan yang sudah di sediakan.

"Dari tadi kek, gue udah laper banget," gumam Sheila sebari mengambil piring yang telah di sediakan.

"Halo, Neng,"

Sheila memejamkan kedua matanya. Meredam emosi yang mungkin akan meledak sesaat lagi.

"Kenapa, sih?" tanya Sheila sewot.

"Kenapa apanya?," tanya Ilham.

"Kenapa lo ada di mana-mana? Mood gue rusak kalo liat muka lo!."

"Ah, Neng Sheila becanda nih. Belum ada cewek yang mood nya langsung rusak kalo liat wajah Aa. Yang ada nih ya, wajah Aa Ilham ini bisa bikin mood para cewek jadi bagus."

"Hueeekkk.. Gue enek dengernya," sahut Sheila sebari berekspresi jijik dan ingin muntah.

"Mbak, kalo mau muntah jangan di sini dong. Kita mau makan, nih."

"Eh, maaf Mbak. Saya gak sengaja," sahut Sheila tidak enak. Ia lupa kalau saat ini dirinya sedang berada di stand makanan.

"Ini semua gara-gara lo!"

"Eh, Neng. Neng Sheila!."

Ilham berlari mengejar Sheila yang pergi begitu saja.

"Dia kemana, sih? Kok perginya cepet banget. Padahal gue punya niat baik sama dia."

"Punya niat baik apa lo sama gue?," tanya Sheila yang muncul dari arah belakang.

"Neng Sheila? Aa cari ke mana-mana, taunya kita selalu deket."

"Gak usah banyak omong. Tadi lo bilang, kalau lo punya niat baik sama gue. Apa? Lo mau minta maaf sama gue? Udah sadar lo?," tanya Sheila beruntun, dengan ekspresi wajah menantang sekaligus meremehkan.

"Aa punya niat baik, karena Aa mau ngelamar Neng buat jadi ibu dari anak-anak Aa."

***

"Gak! Gue gak mau!"

"Ayolah, Neng. Bentar aja, ya. Lima menit, Aa janji cuma lima menit"

"Ogah! Udah cukup lo bikin mood gue rusak hari ini. Gue gak mau berurusan lagi sama lo!"

"Ah, Neng Sheila. Aa janji deh, cuma bentar," teriak Ilham dari jarak yang lumayan jauh.

Sheila tidak peduli. Ia sudah dibuat malu oleh laki-laki itu.

"Dasar cowok sinting! Dia udah bikin muka gue ilang di depan orang-orang. Ngapain juga dia bilang ke penghulu mau nikahin gue hari ini. Dasar cowok gila!."

Sheila berjalan sebari mengomel. Ia menjauh dari tempat pernikahan kakak sepupunya itu. Terlebih, ia mencoba menjauh dari laki-laki yang bernama Ilham.

Laki-laki menyebalkan yang ia temui di acara perayaan kelulusan kakak sepupunya, kini menjadi bumeran tersendiri untuk Sheila.

"Kenapa sih, gue harus ketemu sama cowok kayak dia? Hidup gue udah terlalu ribet, sekarang dia dateng dan nambah beban dalam hidup gue," Sheila bermonolog. Ia duduk di atas kursi panjang yang berada di bawah pohon mangga yang rindang.

"Oh iya, ini kan kebun stroberi. Kayaknya asyik kalau gue jalan-jalan," ia beranjak dan berjalan menuju kebun stroberi yang terletak tidak jauh dari pohon mangga yang tadi ia tempati.

"Kota Bandung emang ajip. Dingin banget suasana di sini," gumamnya.

Sheila menarik napas dalam-dalam sebari memejamkan kedua mata. Sudah lama ia tidak menikmati udara sesejuk ini.

"Kalo tau gini, mungkin udah lama gue tinggal di Bandung."

"Kenapa gue jadi pengen punya pacar orang sini, ya?"

"ALHAMDULILLAH! Akhirnya Neng Sheila sadar dan pengen punya jodoh orang sini!"

Sheila terperanjat. Pekikan suara dari laki-laki yang ia benci tiba-tiba terdengar dari belakang tubuhnya.

"Nagapin lo di sini?" tanya Sheila galak.

"Neng, Aa Ilham ini asli Bandung. Punya perkebunan teh dan juga rumahnya deket sama tempat wisata. Jadi Neng Sheila bisa pergi wisata tiap hari, mau tiap jam juga nggak apa-apa. Atau, mau tiap malem sebari bulan madu sama Aa juga boleh. Kita produksi anak sebanyak-banyaknya!."

avataravatar
Next chapter