1 FLASH BACK

"JAKE!" serunya, begitu pintu di depannya terbuka. Pemandangan di dalam ruangan itu benar-benar membuat Aira syok.

Mata gadis itu terbeliak. Tubuhnya beku. Kardus berisi undangan yang baru saja diambilnya dari percetakan, terlepas. Kardus itu jatuh, isinya berserakan di lantai.

Aira tak peduli dengan semua undangan itu. Aira tak peduli dengan teriakan Jake yang berusaha menghentikannya. Kaki gadis itu terus saja berlari sekuat tenaga menuju ke haltar parkir.

Aira bahkan tak memedulikan air hujan yang mengucur deras membasahi tubuhnya.

Yang ingin dilakukannya hanya lari sejauh-jauhnya daritenpat itu. Dia benar-benar tak ingin ditemukan lagi.

Dengan tubuh basah kuyub, Aira masuk ke mobil, dan memacu kendaraan itu menuju sebuah alamat.

Laju mobil yang nyaris menyentuh kecepatan tertinggi pun, sama sekali tak membuatnya cemas. Aira benar-benar seperti kehilangan akal sehat.

Begitu sampai di sebuah bangunan tua peninggalan zaman belanda yang masih begitu terawat, Aira membelokkan mobilnya.

Dia memasuki pekarangan rumah tua yang luas itu, dan menghentikan mobilnya dengan tepat di bawah pohon jambu madu yang rindang.

Dengan terseok-seok, Aira menaiki tangga batu hingga langkahnya mencapai [intu masuk yang tertutup rapat.

Aira menempelkan pipinya ke daun pintu, dan membiarkan air matanya meleleh di sana.

"Kau benar-benar keterlaluan Jake, sangat keterlaluan," isaknya berulang-ulang.

Aira berupaya menggedor-gedor pintu bercat mulus di depannya, dengan tangan menggigil kedinginan.

Ketukan itu kian lama kian perlahan. Aira sudah tak sanggup lagi mengepalkan tinju untuk melanjutkan ketukannya.

Ketika pintu kayu yang keras itu mendadak terbuka. Aira sudah terlihat syok dan nyaris membeku di tempatnya berdiri.

"Aira! Ya Tuhan, kamu kenapa?" Aira hanya samar-samar saja mendengar seruan kaget Om Hendri. Tubuhnya yang menggigil, maju selangkah demi selangkah.

Penampilan Aira benar-benar persis seperti kucing kecebur got. Dia tak peduli dengan penampilannya yang berantakan itu.

Yang diinginkannya hanya bisa merngkak ke atas ranjang, lalu tidur untuk waktu yang sangat lama.

Aira mencoba maju satu langkah lagi. Tapi, om Hendri berdiri menghalangi. Dan dia, tiba-tiba mendapati dirinya sudah berada dalam pelukan om Hendri yang hangat.

"Ada apa ini?" Tante Selli istri om Hendri, tiba-tiba muncul dari ruangan dalam.

"Aku juga tidak tahu, Ma. Tolong bantu aku membawa gadis ini ke kamar," pintanya pada wanita paruh baya yang baru saja muncul.

Berdua mereka memapah tubuh Aia yang lemas ke lantai atas, dimana terdapat sebuah kamar yang selama ini selalu terkunci.

Om Hendri meraba lubang angin di atas kunsen. Dia menemukan apa yang dicarinya.

Sebuah anak kunci. Dengan anak kunci itu, dia lalu membuka pintu yang selama ini tertutup rapat.

Lama tak dihuni, ternyata isi kamar masih terlihat utuh dan bersih. Tentu saja tante Selli lah yang selalu membersihkannya, sesuai dengan pesan almarhumah majikannya, Hana Aura.

"Tinggalkan kami berdua Mas," kata tante Selli kepada on Hendri suaminya.

"Pastikan dia baik-baik saja." Om Hendri mengingatkan tante Selli, sebelum dia melangkah keluar dari kamar.

Dengan cekatan tante Selli mengeringkan tubuh Aira. Setelah membarut tubuh sedingin es itu dengan minyak kayu putih, tante Selli memakaikannya sebuah piyama yang diambilnya dari lemari pakaian.

"Mas!" serunya.

"Ya." Om Hendri bergegas masuk kembali.

"Bantu aku membaringkan Aira," pintanya.

***

AIRA merasa nyaman berada di atas ranjang yang luas. Merebahkan kepala di bantal yang empuk dan bersembunyi di balik selimut tebal yang hangat.

"Apa sebenarnya yang terjadi, Sayang?" bisik tante Selli di telinga Aira.

Om Hendri ikut meneliti wajah gadis muda yang terlihat begitu muram. Hanya persoalan cinta yang bisa membuat wanita muda terlihat seprustrasi ini.

"Apakah ini perbuatan Jake?" Nada suara om Hendri terdengar tegas.

Aira membuka mata, pandangannya terlihat berkabut. Mulut lelaki tua di depannya membentuk garis keras yang terkesan geram.

Sebelum-sebelumnya, ekspresi seperti itu tak pernah dilihat Aira di wajah om Hendri yang selalu ramah.

"Jadi ini benar karena Jake?" lelaki tua itu mengulangi pertanyaannya.

"Tidak, setidaknya tidak secara langsung." Suara Aira terbata-bata.

Bicara beberapa patah kata saja sudah membuatnya letih. Ya, jiwa yang letih membuat Aira malas untuk melakukan apa saja, termasuk berbicara.

"Kalau bukan karena Jake, lalu siapa yang telah membuat gadis setegarmu jadi begini?" pertanyaan om Hendri terdengar begitu mendesak.

Samar-samar hati kecil om Hendri mengatakan, bahwa ini bukanlah reaksi wanita mandiri yang tak butuh siapa-siapa.

Aira terlihat begitu lelah. Kelelahan yang sama, pernah diperlihatkan wanita lain kepada om Hendri, di tempat tidur ini, di rumah ini, tapi di masa dan waktu yang berbeda.

Hana Aura. Ya. Hana Aura juga pernah mengalami kondisi seperti yang sekarang dialami Aira, putri kandungnya.

Om Hendri seperti melihat sosok Hana dengan segala penderitaannya, di tubuh gadis muda yang kini terbaring tak berdaya.

"Sayang, ini gara-gara siapa? Ayo ceritakan pada Om." Kali ini suara om Hendri terdengar penuh dengan bujukan.

"Bukan karena siapa-siapa Om, semua karena salahku sendiri." Gadis itu masih berupaya menyembunyikan kejadian yang sebenarnya.

Aira sadar, om Hendri pasti akan terus mendesaknya dengan pertanyaan, bila dia tidak segera menjawab.

"Aku jatuh di jalan ...." Aira berbohong, demi menghentikan sorot mata menyelidik yang sedari tadi menghunjam penuh kepadanya.

"Om, aku kedinginan, aku ingin tidur." Aira cepat- cepat menyelesaikan percakapan itu. Ia berkata dengan nada begitu sedih.

"Kamu basah kuyup, tentu saja merasa kedinginan. Sebenarnya kamu jatuh di jalan mana, sih?" Hana tercekat ditanya begitu.

"Bukannya tadi kamu pamitnya mau mengambil undangan di percetakan?" Suara om Hendri masih terdengar penasaran.

Aira terdiam, walaupun matanya terpejam, dia tetap bisa merasakan pikiran om Hendri yang berupaya menembus ke dalam benaknya.

Lelaki tua itu masih menuntut penjelasan. Dengan segan Aira membuka mata, dan menuruti perintah yang tak terucapkan itu.

"Baiklah ..., baiklah. Aku tadi ke kantor Jake untuk memperlihatkan undangan yang selesai dicetak." Bola mata Aira terlihat gelisah.

"Untuk memperlihatkan undangan itu?" tanya Om Hendri sembari menyipitkan mata.

"Iya."

"Sekarang mana undangannya?" tanya om Hendri.

"Ketinggalan di kantor Jake," jawab Aira yang mulai letih untuk berbohong.

"Lalu kau pergi tanpa membawa undangan itu?"

"Dia ..., dia ...." Aira terbata-bata.

"Ada apa dengan Jake?" Om Hendri mengganti pertanyaannya.

"Aku menemukan Jake bersama wanita lain di ruang kerjanya." Aira mengernyit dengan pahit.

Didengarnya om Hendri memaki. Aira tak tahu makian itu ditujukan kepadanya atau kepada Jake.*

Note

Hai reader, kenalkan aku RiezKitt, penulis baru di WebNovel. 'SHE (Hilang di Belantara Hatimu) adalah karya pertamaku di platform ini. Happy reading. Jangan lupa kritik, saran dan bintangnya, ya ...!

~ Love RiezKitt ~

avataravatar
Next chapter