1 Permulaan

"Fumi saatnya makan malam!"

Aku terus terpaku dengan game di depanku, mataku tidak sedikit pun mengalihkan pandangan dari pertempuran antara dua guild paling kuat di Eternal Knight saat ini. Ya, aku adalah salah satu anggota dari Guild tersebut. Guild ku bernama RedBaron dan musuh bebuyutan guild ku -ah, maksudnya guild kami- bernama Shinseiki. Kedua guild adalah musuh bebuyutan di game ini dan paling kuat diantara guild lainnya.

Pertempuran kali ini untuk memperebutkan buah 'Lacus', buah abadi yang hanya muncul dalam event 5 tahun sekali dan kemunculan buah itu tentu menjadi perebutan setiap guild. Event yang disebut 'The Last War' ini akan memerintahkan semua guild yang berpartisipasi untuk bertarung satu sama lain dengan sistem acak sampai akhirnya hanya meninggalkan dua guild terbaik sebagai pemenang untuk bertarung di final. Kedua guild terbaik itu akan saling bertarung dengan waktu yang ditentukan, bagi guild yang memiliki poin tertinggi dan banyak anggota yang tersisa maka akan menjadi pemenangnya. Pemenang pertempuran final lah yang nanti akan mendapatkan Lacus sebagai hadiah, tentunya dengan hadiah tambahan lain seperti Guld, item baru, dan uang tunai.

'Tok, tok, tok'

Suara ketukan pintu membuat fokus ku teralih sementara, aku tahu siapa yang mengetuk pintu, siapa lagi jika bukan ibuku yang menyuruh ku untuk turun dan makan bersamanya.

"Keluarlah Fumi, ini sudah saatnya makan malam. Ayahmu sudah di bawah menunggumu."

"Nanti aku menyusul, kalian makan saja duluan." teriakku dari dalam kamar.

"Kau ini. Mau sampai kapan mengurung diri terus."

Setelah itu aku mendengar suara langkah kaki Ibu menjauh. Aku kembali memainkan game, posisi kami kini lebih unggul dari Shinseiki. Banyak anggota dari guild kami yang terbunuh, namun tidak sebanyak musuh kami. Waktu yang tersisa hanya tinggal sepuluh menit lagi, tidak, sepuluh menit kurang. Dengan sisa anggota yang masih banyak membuatku yakin guild RedBaron lah yang akan menang.

Sebuah pesan masuk muncul di layar komputer, 'Ah, ini dari ketua.' gumamku.

'Jagalah anggota yang tersisa, jangan sampai ada yang terbunuh lagi. Aku akan mengurus sisanya.'

Aku melihat bar HP yang tersisa kurang dari setengah, sepertinya aku masih bisa bertahan lebih lama. Karakter warior milikku sudah mencapai level yang cukup tinggi membuatku cukup percaya diri dengan kemapuan bertarungku. Sebagai seorang wakil ketua aku memerintahkan anggota yang tersisa untuk tidak memisahkan diri dari yang lain dan berkumpul di satu tempat seolah sedang terkepung, memancing musuh untuk mendatangi kami sementara ketua guild pergi dan menyerang ketua guild musuh. Namun musuh tidak terpancing dengan strategi yang kulakukan dan tetap mengejar ketua. Meskipun ketua memiliki level dan skill tertinggi, tetap saja jika terkepung oleh banyak musuh akan membuatnya kerepotan. Kami tidak punya pilihan selain membantu ketua guild. Tidak peduli apa yang akan terjadi nanti, anggota guild tidak bisa meninggalkan teman yang bertarung seorang diri.

***

Aku turun menuju ruang makan. Kulihat ibu, ayah dan kakak laki-laki ku masih berada di meja makan. Yap, nampaknya aku belum terlambat untuk makan malam.

Aku menghampiri meja makan dan duduk di sebelah ibu, yang kemudian memberikanku semangkuk nasi. Menu makan malam kali ini miso soup dan ikan macarel bakar.

"Selamat makan."

Ibu dan ayah sudah selesai makan sementara kakak masih meneruskan makannya sambil membaca buku catatan kecil miliknya.

"Makan ketika makan. Belajar ketika belajar, Shu." perintah ayah yang dibalas kata 'maaf' oleh kakak. Sososknya yang berkarisma dan tegas benar-benar mencerminkannya sebagai seorang kepala keluarga.

Aku hendak bangkit dan kembali ke kamar setelah makan, namun ayah mencegah ku untuk pergi dan mengatakan ada hal yang harus dia dan ibu bicarakan padaku.

"Kau mau kemana. Duduk." seketika aku langsung duduk terdiam, aura ayah sudah membuatku tidak nyaman.

"Ayah dan Ibu sudah memikirkan ini sejak lama. Ini sudah saatnya kamu kembali ke sekolah."

"Itu benar. Kami sudah memberimu waktu cukup lama. Ibu juga sudah mengurus surat kepindahan sekolahmu."

"Tidak. Aku tidak mau." jawabku dengan suara berbisik. Wajahku tertunduk menahan tangis yang bisa keluar kapan saja.

"Tidak peduli dimanapun itu aku tetap tidak akan pergi." aku tidak ingin kembali ke neraka bernama sekolah, tidak peduli di sekolah manapun aku ditempatkan hasilnya akan tetap sama. Aku tetap akan menjadi orang yang terkucilkan.

"Kau ini.." ayah mengusap wajahnya tidak sabaran.

"Apa kau tahu yang kau lakukan selama ini hanya membuang waktu? Tidak bisakah kamu bertingkah seperti kakakmu, setidaknya pergilah ke sekolah dan menjadi anak normal!"

"Sudah kukatakan aku tidak akan kembali ke sekolah!" aku membalas teriakan ayah.

'Brak!' ayah menggebrak meja dengan keras dan berdiri.

"Beraninya kau!"

Ibu segera menghampiri ayah untuk menenangkannya dan menyuruhnya kembali duduk. Aku benci suasana ini.

"Aku tidak peduli. Kau akan tetap pergi ke sekolah dalam kondisi apapun."

Aku tidak ingin merasa dipaksa seperti ini. Mereka tidak mengerti apa yang membuat ku ingin berhenti sekolah, mereka tidak pernah menanyakan apapun padaku.

Aku bangkit dan lari ke kamar lalu mengurung diri di kamar, tidak peduli dengan ayah yang masih marah denganku dan ibu yang terus mencoba menenangkannya.

***

Tangisan yang sejak tadi kubendung sudah tak bisa kutahan lagi. Di balik selimut aku terus menangis tersedu-sedu. 'Aku benci keluarga ini.'

'Tok, tok'

"Fumi buka pintunya."

Aku menyembulkan kepala dari balik selimut. Itu suara kakak. Aku menghampiri pintu dengan berbalu selimut di tubuhku lalu membuka kunci pintu kamarku.

"Apa?" tanyaku dengan ketus.

Kakak menatapku dengan hangat. Dia mengusap kepalaku dengan lembut.

"Kau seharusnya tidak berteriak seperti tadi. Mereka hanya ingin memberikan yang terbaik untukmu"

Aku mendecak kesal, apa dia datang ke sini hanya untuk ikut menceramahiku. Mudah baginya berkata seperti itu karena dia adalah anak kesayangan ayah dan ibu.

"Aku tahu ada sesuatu yang kau sembunyikan, bukan? Kau tidak pernah berkata dengan jujur kenapa tidak ingin kembali ke sekolah. Jika ingin bercerita datanglah kapan saja padaku."

Aku hanya mengangguk dan kembali ke dalam kamar lalu menguncinya. Mudah sekali bagi kakak ku untuk mendapatkan pujian dari orang-orang disekitarnya, berbanding terbalik dengan diriku yang hanyalah gambaran dari sebuah kegagalan.

'Ping'

Suara pesan masuk Line mengagetkanku. Ternyata itu dari grup guild. Ah, aku lupa memberi tahu tapi grup kami memenangkan event dan mendapatkan Lacus. Satu-satunya hal yang bisa kubanggakan dari diriku mungkin adalah kemampuan diriku dalam bermain game, dan teman-teman satu guild ku mengakui kemampuan yang kumiliki, dan itu membuatku senang.

Kami berpesta dengan saling mengirim pesan di grup, saling memberikan selamat dan bercanda. Para anggota RedBaron terus 'berpesta' hingga mataku tidak sanggup lagi membaca pesan mereka karena mengantuk.

'Ah, bukankah menyenangkan jika bisa berada di dalam sebuah game.'

Aku terus membayangkan bagaimana jika aku bisa berada di dalam game sungguhan bersama teman-teman guild ku. Bercanda dan bertarung bersama tanpa harus mempedulikan keadaan yang sedang kualami. Seandainya.

***

***

***

Catatan:

Eternal Knight: Game RPG yang hampir sama dengan game lainnya, dimana terdapat pilihan karakter seperti Warior, Archer, Wizard, Assasin, dan Cleric.

Lacus: Bentuknya seperti buah apel. Buah ini memiliki kemampuan untuk mengembalikan HP pemain menjadi kembali penuh dalam waktu 3 detik. Buah ini bisa digunakan hingga 10 kali saja, dan setiap anggota guild yang memenangkan event The Last War akan mendapatkan satu Lacus.

The Last War: Event yang hanya diadakan 5 tahun sekali dengan sistem 1 vs 1. Setiap guild akan diacak untuk mendapatkan lawan main mereka, sistem lawan pun disesuaikan dengan level guild, misal Guild A lv 50 vs Guild B lv 61. Bagi guild yang dapat bertahan di akhir akan dipertemukan di finale untuk memperebutkan Lacus dan hadiah lainnya.

Guld: sebutan lain untuk emas 'Gold'.

avataravatar
Next chapter