webnovel

She's Mine!

Setelah perang besar yang terjadi, vampire berhasil menguasai dunia. Menaklukkan dunia dan memperbudak manusia, sesuka hatinya. Dan kini, keadaan mulai berbalik, dimana awalnya vampire yang hampir tidak pernah ditemui sekarang mudah ditemukan dan manusia yang awalnya menguasai dunia, kini berbalik sebagai makhluk hidup yang hampir sulit untuk ditemui. Akankah sang mangsa yang sekarang, berhasil kembali pada peringkat predator sebelumnya? Ataukah para predator yang akan terus menetap di peringkat teratas?

MinTea · Fantasy
Not enough ratings
5 Chs

02: Teman Baru pt.2

Langit mulai berbaur dengan warna oranye yang terlukiskan abstrak. Membawa para burung pulang menuju sarang untuk bertemu keluarga. Mentari pun mulai memudarkan senyumannya, namun disaat itulah senyuman hangatnya yang menawan menjadi pesona tersendiri.

"Hei, lihat! Sunset!"

"Kita disini bukan untuk melihat sunset! Ayo cepat, sebelum mereka menemukan kita!"

"Kamu tahu? Kamu terlalu memaksa kami untuk mengikutimu terus!"

"Lalu apa masalahnya? Aku khawatir kita semua akan dimangsa mereka! Apa kamu mau berakhir seperti adik mu itu?!"

"Itu pun karena salahmu juga! Siapa yang menyeretku untuk kabur, hah?!"

"Sudah! Cukup! Bisa tidak kalian sehari saja tidak bertengkar?!"

Sebuah rombongan yang berhenti didalam hutan yang mulai menggelap, kehilangan sinar mentari. Berjumlahkan sekitar lima orang dengan dua yang lainnya beradu mulut, melampiaskan kekesalan mereka masing masing. Sedangkan tiga yang lainnya hanya menghela nafas lelah melihat kedua teman mereka yang lain.

"Daripada kalian bertengkar, lebih baik kita istirahat saja di sana"

Seorang gadis berkaca mata bulat mengarahkan jarinya pada sebuah goa ditepi sungai. Menunjukkan pada teman temannya sebuah tempat persembunyian yang lumayan untuk mereka gunakan sebagai tempat bermalam.

"Tempat yang bagus, baiklah kita bermalam disana"

Laki laki yang beradu mulut tadi, melangkahkan kakinya terlebih dulu sebelum teman temannya, layaknya seorang pemimpin. Memancing decihan kecil dari gadis yang beradu mulut dengannya. Dalam hati ia bertanya tanya, kenapa laki laki sepertinya yang harus memutuskan semuanya. Bahkan saat ia ingin menyelamatkan satu satunya orang yang ia sayang pun, ia masih dengan seenak membalik telapak tangan menyuruhnya untuk kabur.

"Sudahlah Clara, Austin memang begitu"

Gadis berkaca mata bulat menepuk punggung sang gadis bernama Clara, memberinya maksud untuk tidak terlalu memikirkan sikap Austin, laki laki yang memimpin jalan mereka. Di gandengnya tangan Clara dan berjalan terbelakang dari yang lain, dengan mengobrol kecil untuk mencairkan suasana.

"Baiklah, aku dan Jimmy akan mencari kayu bakar. Kalian para gadis, coba carilah sesuatu yang bisa kita makan", Austin merangkul laki laki yang berada satu rombongan dengannya, Jimmy. Menyeret laki laki itu pergi dari pandangan para gadis gadis yang mengangguk kecil sebagai jawaban dari Austin.

"Akan sangat berbahaya jika kita berpencar. Ayo kita cari disana", gadis berkaca mata bulat memimpin jalan. Diikuti oleh Clara dan satu orang gadis dibelakangnya.

Sepanjang perjalanan, ketiga gadis itu hanya melihat lihat apakah ada sesuatu yang bisa membuat perut mereka terisi walaupun sedikit.

"Hei Clara, kamu suka dengan Austin, benar kan?", Gadis disamping Clara bertanya. Clara yang merasa namanya terpanggil, menolehkan kepalanya ke samping, menatap gadis itu dengan tatapan sinis.

"Apakah wajahku mengatakan jika aku menyukainya?", Clara memberikan pertanyaan balik kepada gadis itu yang langsung bungkam di buatnya. Bahkan melirik Clara saja sudah membuatnya lupa dengan kata kata yang akan ia ucapkan.

"Haish... Yuna, pertanyaanmu itu membawa suasana hati Clara menjadi buruk lagi..."

"... Dan aku juga melihat semak berry disana", gadis berkaca mata bulat itu mendekati semak yang matanya tangkap. Melihat semak semak berry yang begitu lebat dengan buah nya yang kecil bergerombol. Dipetik nya satu berry, melihatnya dengan teliti sebelum memasukkannya ke dalam mulut.

"Aman, kita ambil secukupnya saja", tangannya memetik selembar daun, kemudian melipat sisinya, membentuknya seperti kerucut.

"Hei, Kylla! Bagaimana dengan yang ini?", Clara menunjuk semak lain yang tidak jauh dari mereka. Kylla, si gadis berkaca mata bulat mendekati Clara dan melihat baik baik semak berry yang ditemukan oleh temannya itu. Kylla dengan sabar, menjelaskan berry yang ditemukan oleh Clara. Yuna juga ikut mendengarkan walau dari jauh.

*****

Malam tiba dengan cepat dan sebuah api unggun kecil telah menyala didalam goa yang rombongan itu tempati. Dengan berry yang sudah didapatkan oleh para gadis, mereka menikmati malam yang dingin didalam goa yang cukup hangat.

Melodi yang dihasilkan oleh para serangga malam begitu merdu untuk didengar. Dan begitu sejuk pada telinga sebagai lagu pengantar tidur. Sebelum suara gesekan daun dengan suatu benda, terdengar begitu dekat menyapa indra pendengaran.

Austin yang pertama kali mengambil respon. Dengan cepat, diguyur nya api unggun dengan air yang ia ambil pada tepi sungai. Dan itu berdampak pada teman temannya yang tidur menghangatkan diri disekitar api unggun. Mereka terbangun saat cipratan air mengenai wajah mereka.

"Apa ap--hmph!", Austin membungkam mulut Clara yang akan memulai perkelahian kembali. Laki laki itu menaruh telunjuknya didepan mulut, menyuruh teman temannya untuk diam dan tidak bersuara.

Mata Austin tidak berhenti untuk melihat sekeliling yang gelap. Menatap tajam pada semak semak yang berada didepan mulut goa. Bergerak sendiri tak tertiup angin. Sebelum keluar sesosok bayangan dari dalam semak. Bukan hanya satu, namun empat sosok bayangan muncul setelah bayangan pertama.

Jimmy meraba tanah yang ia duduki. Merasakan jika ia menyentuh batu, diambilnya batu tersebut dan dilemparkan tepat pada salah satu bayangan itu dan mengenai sasaran. Terdengar suara mengerang sakit dan terdengar juga suara yang mengkhawatirkan bayangan yang terkena lemparan batu.

"Siapa disana?! Jika kau manusia, tunjukan dirimu!"

"Henry, bagaimana jika vampire?"

"Kami manusia!", Clara menjawab dengan lantang setelah tangan Austin lepas dari wajahnya dan menatap laki laki yang membungkam mulutnya itu dengan sinis, walau tidak pasti dia menyadarinya atau tidak.

Sebuah cahaya yang keluar dari senter, menyilaukan mata rombongan itu. Membuat kelima remaja itu menutup mata mereka dengan tangan secara refleks. "Hei bung, jauhkan senter itu", Austin berujar dengan masih menutup matanya menggunakan tangan.

Sosok bayangan yang membawa senter, mematikan benda itu setelah sebuah lentera dinyalakan oleh rekannya. Dengan cahaya yang lumayan terang, sosok sosok itu mendekati goa. "Kalian benar, manusia?", Tanya seorang gadis berambut peach blossom dengan sebelah alis yang terangkat keatas.

"Tentu saja. Ini lihat, kami tidak pucat, tidak punya gigi taring yang panjang. Dan lagi, untuk apa para vampire menggunakan goa sebagai tempat bermalam mereka jika mereka bisa tinggal di pusat kota yang banyak memiliki apartemen dan hotel?", Jelas Kylla panjang lebar, menjelaskan jika rombongannya bukanlah salah satu dari mereka.

"Wow... Baiklah, kalian memang manusia", ujar salah seorang dari mereka berempat dengan rambutnya yang ungu terang.

"Apa yang kalian lakukan disini? Ditengah hutan, menyalakan api unggun juga, apa kalian tidak tahu jika mereka bisa saja datang dan menangkap kalian?", Seorang laki laki bermata biru berujar dengan menunjuk sisa kayu bakar yang habis basah terguyur oleh air.

"Kami tidak ada tempat untuk bersembunyi, jadi kami memutuskan untuk bersembunyi disini saja daripada terlalu jauh berjalan ke dalam hutan yang lebat dimalam hari"

"Dan kemungkinan lain selain tertangkap oleh para vampire, kami juga bisa terbunuh oleh hewan buas lainnya"

"Benar juga... Ah, kita belum berkenalan bukan? Namaku Mecha", gadis berambut peach blossom memperkenalkan diri nya terlebih dulu pada rombongan didepannya. "Ini teman temanku, dia yang berambut ungu terang itu Henry. Lalu bermata biru itu Blue. Dan yang pendiam disampingku ini Karina", lalu memperkenalkan teman temannya.

"Salam kenal", Karina menganggukkan kepalanya kecil sebelum membuat senyuman kecil.

"Ah! Salam kenal, aku Clara, ini Kylla, Yuna lalu itu Austin dan Jimmy", Clara memperkenalkan teman temannya juga dengan bagian Austin dengan ekspresi kesal yang ia tahan.

"Lalu, apa yang kalian lakukan disini?", Kylla bertanya dengan penasaran. Jujur saja, tidak akan ada manusia yang berani keluar saat sudah malam seperti ini. Mereka akan lebih memilih berdiam diri ditempat persembunyian mereka ketimbang berkeliaran dan dikejar oleh para vampire.

"Ah... Akan ada bintang jatuh malam ini, jadi kami menyempatkan diri untuk melihatnya. Itu pun jika mereka tidak mengikuti ataupun melihat kami", Mecha menjawab dengan memberikan plester pada kening Karina yang tergores batu yang dilemparkan oleh Jimmy.

"Bintang jatuh? Wah! Sepertinya seru. Apa kami boleh ikut?"

Blue dan ketiga temannya saling berpandangan. Sangat mustahil membawa banyak orang orang diwaktu gelap seperti ini. Ditambah hewan buas memang sering terlihat disekitar tempat yang akan mereka jadikan sebagai tempat melihat bintang jatuh. Tapi membiarkan kelima remaja ini sendirian ditengah hutan dan pasti tidak tahu betul seluk beluk hutan yang mereka tempati, akan jauh lebih mustahil jika mereka bisa selamat.

"Baiklah... Tapi kalian harus tetap bersama. Tidak boleh ada yang berpencar dan yang lebih penting, tetaplah diam", Blue melempar dua buah senter kepada Austin. Ditangkapnya senter itu oleh Austin dan memberikannya satu kepada Clara. "Kemasi barang kalian terlebih dulu, kami akan menunggu", Blue dan ketiga temannya sedikit menjauh dari mulut goa, membiarkan rombongan itu mengemasi barang barang mereka.

"Hei, kalian yakin? Ikut dengan mereka?", Yuna membuka pembicaraan saat membenahi barang barang miliknya.

"Asalkan bisa selamat, akan ku lakukan"

"Iya, tapi... Apa kalian tidak merasa curiga begitu dengan mereka berempat? Mereka seperti anak buah dari para vampire itu", Yuna mengeluarkan apa yang berada dalam pikirannya, mengutarakannya kepada teman temannya yang entah akan mempercayai nya atau tidak.

"Oh, ayolah... Jika kamu ingin mati disini, maka matilah sendirian! Jangan mengajak kami", Clara menggendong ranselnya dipunggung dan keluar dari dalam goa, menghampiri Blue dan teman temannya yang terlihat mengobrol santai.

"Ku akui, aku sedikit setuju dengan perkataan gadis itu", Austin keluar dari dalam goa yang diikuti oleh Kylla dan Jimmy dibelakangnya. Meninggalkan Yuna yang masih berbenah dengan decihan kesal.

*****

Langkah kaki kesembilan orang itu menyusuri jalan setapak menuju sebuah bukit. Walaupun sudah membawa senter dan sebuah lentera, tetap saja gelapnya hutan tak dapat disibak. Berkali kali salah satu diantara mereka harus rela tersandung akar pohon, tergores oleh ranting dan tergelincir oleh batu kerikil. Membuat perjalanan yang seharusnya singkat, terasa lebih panjang.

"Kita hampir sampai", Blue menyarungkan pedangnya dibalik punggung setelah menebas semak belukar yang menutupi jalan. Tangannya menyingkirkan semak yang beberapa masih menghalangi dan pemandangan yang cantik menyambut mereka dengan hangat.

"Cantik sekali", Karina berdecak kagum melihat pemandangan didepan matanya.

Sebuah pohon yang berdiri kokoh ditengah sebuah bukit. Berlatar belakang langit malam yang cantik menawan dengan jutaan bintang tergantung seperti tersenyum, menyambut kesembilan orang itu. Selimut hijau yang menawan, terselimutkan dengan rapi dan elok.

"Lihat! Satu bintang jatuh!"

"Ada satu lagi dan lagi dan lagi!"

Ditambah dengan jatuhnya para bintang, meninggalkan sedikit jejak mereka dilangit tentu saja adalah pemandangan yang langka dan perlu disaksikan dengan mata telanjang. Ribuan bintang jatuh menghiasi malam itu, dengan kesembilan orang yang duduk beralaskan rumput dibawah para bintang. Tak berhenti untuk berdecak kagum akan pesona alam yang sangat jarang mereka lihat.

"Wah, wah, lihatlah siapa yang kita temukan"

Sebuah suara membuat kesembilang orang itu menjadi siaga, terutama para laki laki. Mereka sigap berdiri dan melindungi para gadis yang juga ikut siaga. Blue menarik pedangnya dari dalam sarung dan memasang kuda kuda, matanya pun ikut berperan dalam melihat kearah dimana adanya musuh.

"Oh ayolah, kalian terlalu waspada. Santai lah sedikit, bagaimana dengan mengobrol santai?"

"Kami akan sangat senang mengobrol denganmu jika kau sudah menjadi debu!"

"Pfft--ahaha... Sombong sekali kalian para manusia. Baiklah, coba saja kalahkan diriku"

Keluar seorang bayangan dari balik semak semak dihadapan mereka. Dengan jubahnya yang khas berwarna hitam polos ditambah dengan tudung yang menutupi separuh wajahnya, menampilkan senyum remehnya yang tergambar jelas pada wajah pucatnya.

"Ha! Hanya satu orang saja!", Austin memasang kuda kudanya untuk bertarung menggunakan tangan kosong. Sangat meremehkan lawan yang akan ia hadapi. Decihan keluar dari mulut Blue dan Henry. Memiliki pikiran yang sama tentang Austin, yaitu hanya ingin terlihat keren didepan para gadis. "Kau terlalu meremehkan lawan"

Tepat setelah Henry mengucapkan rentetan kata kata miliknya, sekelompok orang orang berjubah hitam yang sama seperti milik orang yang berada dihadapan mereka, muncul secara bersamaan dari balik semak. Memperlihatkan cakar tajam mereka juga gigi tajam yang siap mengoyak daging kapan saja. "Bagus, aku suka manusia seperti dirimu. Terlalu meremehkan lawan... Ahaha!!"

Austin meneguk ludah nya sulit. Benar, ia terlalu meremehkan lawan yang ia kira sendirian. Seharusnya ia tahu jika mereka selalu berkelompok dan jarang sekali terlihat bekerja sendiri. Keringat dingin mengucur pada pelipisnya. Rasa takut membuat kakinya bergetar.

"Austin, bawa yang lainnya ke tempat aman! Aku dan Henry yang akan melawan mereka", dingin. Sampai berhasil menusuk tulang tulang milik Austin dan membuat laki laki itu sedikit terlonjak kaget. "Ta--"

"Perintah miliknya mutlak. Kamu tidak bisa melawan atau menghindari perintah itu", Mecha menepuk pundak Austin pelan. Memberitahukannya bahwa punggung yang kini berada didepannya itu tidak ingin perintahnya dibantah.

"Blue, Henry, bawa ini untuk berjaga jaga", Mecha memberikan tas kecil kepada Blue. Laki laki bermata biru itu menganggu sebelum mengambil tas yang diberikan kepadanya dan memakainya. "Sekarang cepat pergi, pergi sejauh mungkin dari sekitar sini"

Mecha menggandeng tangan Karina dan Yuna yang terlihat ketakutan. Membawa keduanya pergi dari sekitar bukit dengan diekori oleh Clara, Kylla dan Jimmy dibelakang ketiganya. Sedangkan Austin, ia masih membeku ditempat, tak ingin beranjak dari sana. Seperti ada yang menahannya untuk pergi.

"Apa yang kamu tunggu? Cepat pergi!"

Austin mengepalkan tangannya. Laki laki itu memasang kuda kudanya kembali dan menatap tajam para vampire yang haus darah. Membuat Blue dan Henry sedikit terkejut dengannya yang berani menentang perintah Blue yang seharusnya mutlak. "Izinkan aku untuk melemaskan otot otot milikku, sebelum aku kabur dengan celana yang basah", senyum miring tercetak pada wajahnya. Blue tersenyum kecil dan memperkuat kuda kuda miliknya. "Ah! Akan ku tunggu hal itu terjadi!"

"Ahahaha!! Aku akui keberanian kalian, tapi sayang sekali ya karena sebentar lagi kalian akan membusuk ditempat ini"

"Coba saja jika kalian bisa!"