webnovel

Sex With You [21+] END

MaharaniAlexandra · History
Not enough ratings
17 Chs

Chapter 10

1 bulan kemudian..

Seperti ucap dan janji Bruno pada Monalisa waktu itu yang akan membantu membiayai operasi mata Monalisa yang buta, ia pun telah melaksanakannya.

Dan hari ini, hari ini adalah satu bulan sudah Monalisa bisa melihat kembali terangnya dunia dan indahnya pemandangan di kota itu.

Ia bukan lagi Monalisa si wanita buta. Ia telah menjadi Monalisa wanita cantik yang semakin ceria setelah operasi kebutaannya itu di lakukan di sebuah rumah sakit terbesar dan ternama di negara itu.

Dengan persetujuan dari Morgan, Monalisa pun bahkan tidak tahu bahwa biaya operasi matanya itu bukanlah Bruno yang membayarnya, tetapi Morgan.

Bukan Bruno tak bisa dan tak sanggup untuk membiayai, tetapi Morgan yang bersikeras untuk ia yang membayar dan membiayai biayai operasi dan pengobatan mata Monalisa.

Sampai detik ini, Monalisa masih belum tahu atas itu. Sudah sebulan Monalisa bisa melihat dengan baik, ia semakin ceria dan selalu tersenyum saat menyambut sang mentari di pagi hari. Rasa syukur selalu ia ucapkan pada Tuhan karena mengirim Bruno yang telah membantunya untuk mengoperasikan matanya yang buta lalu.

Walaupun, ada Morgan yang ia lupakan yang sebenarnya telah mengeluarkan biaya besar untuk matanya.

06.30 pagi

Monalisa terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Ia sedikit menggeliatkan tubuhnya dan langsung bangkit untuk duduk. Ia menggenggam kedua tangannya, lalu menutup matanya dan berdoa pada Tuhan.

Tak ada yang tahu tentang isi dalam doanya. Namun satu yang pasti, pagi ini entah mengapa lidahnya terpeleset dan menyebut nama Morgan kedalam doanya.

Seketika Monalisa terdiam, lalu membuka matanya kembali. "Kenapa harus menyebut nama iblis itu? Keparat!" Rutuknya di pagi-pagi hari seperti ini.

Dengan gerakan perlahan ia menuruni ranjang dan menuju pada jendela kaca besar di yang berasa di ujung sana. Ia menarik tirai jendela itu dan langsung terkena paparan matahari yang menghangatkan kulitnya pagi ini.

"Selamat pagi mentari.." Ucapnya dengan senyum cantik di wajahnya. Dan semakin lebar senyumnya saat melihat mobil Bruno yang baru saja muncul dari balik pagar dan terparkir di halaman mansion megah Morgan.

"Bruno?" Sebutnya. Dan Bruno pun melihat sosok Monalisa yang sedang memperhatikannya dari balik jendela kaca kamar.

"Hai?!" Bruno melemparkan senyum manisnya dengan tangan terlambai-lambai. Ia menunjukan sebuket mawar merah di tangannya pada Monalisa.

"Untuk ku?" Tanya Monalisa sambil menunjuki dirinya sendiri, dan mendapatkan anggukan dari Bruno.

Secepat mungkin Monalisa berlari kecil membuka pintu kamarnya, dan melewati ruangan-ruangan megah dan mewah didalam mansion itu untuk menuju pintu utama.

Ia membuka pintu utama dan menyambut Bruno dengan senyuman.

"Selamat pagi, nona manis." Sapa Bruno ramah dan lembut, lalu memberikan mawar merah di tangannya itu pada Monalisa.

"Selamat pagi, batman tampan ku." Balas Monalisa sesuai apa yang Bruno minta jika ia menyapanya. "Ini wangi dan indah, terima kasih" Bruno tersenyum bahagia melihat Monalisa yang semakin hari semakin ceria dan tak ada raut murung juga sedih.

"Umm.. Kemana tuan besar kita?" Tanya Bruno pada Monalisa sambil melihat-lihat ke tiap sisi mansion besar tersebut.

"Mungkin sedang berada di meja makan." Baru saja Monalisa menyelesaikan ucapannya, seorang pelayan wanita tua lengkap dengan seragamnya menghampiri Bruno juga Monalisa dan menyuruh mereka untuk ke meja makan.

"Selamat pagi Mr. Bruno, Miss Monalisa ! Mari, Mr. Morgan telah menunggu di meja makan." Kata pelayan itu dengan sopan dan menunduk.

"Kau saja yang sarapan, aku tidak lapar" Bukan tidak lapar, sebenarnya Monalisa sangat lapar karena terakhir ia makan adalah kemarin siang saat Morgan sedang tak ada di rumah. Namun ia masih tidak ingin bertemu dengan Morgan, si pria kejam yang sudah merusak hidupnya di waktu yang lalu.

"Kenapa? Ayo sarapan bersama, kau harus melihat betapa tampannya iblis RM itu." Goda Bruno sambil mengedipkan matanya.

Benar, selama ini setelah Monalisa sudah meninggalkan kebutaannya, ia masih belum bertemu dan melihat sosok juga rupa dari seorang Richards Morgano yang telah membelinya mahal dari perdagangan manusia dan merenggut kesuciannya.

Monalisa benar-benar tak ingin bertemu dengan Morgan, bahkan ia baru saja kembali ke mansion mewah itu setelah 3 minggu lamanya ia tinggal di rumah Bruno.

Dan Morgan pun tahu, kalau Monalisa tak ingin bertemu atau melihatnya sama sekali. Tak ada yang tahu, hanya Tuhan dan Morgan sendirilah yang tahu betapa dirinya sangat merindukan sosok Monalisa yang sangat pemberani dan melawan itu padanya.

Selama sebulan ini Morgan mati matian tak ingin mengganggu atau menemui Monalisa. Ia tahu ia sangat rindu, tapi ia menahannya. Bahkan ia belum sempat melihat wajah ceria Monalisa yang sekarang.

"Mr. Morgan telah menunggu, aku permisi." Suara pelayan tadi membubarkan pikiran Monalisa. Ia mengangguk dan akhirnya mau untuk sarapan pagi bersama-sama Bruno dan juga Morgan.

"Jangan tegang. Ia juga manusia, walau sedikit mirip dengan dewa kematian. Hahaha" canda Bruno yang membuat Monalisa semakin enggan untuk bertemu dengan Morgan. Tapi tak apa, cukup ada rasa penasaran dihatinya tentang rupa dan sosok Richards Morgano yang kejam dan sangat di takuti itu.

Dari jarak beberapa meter, Monalisa sudah bisa melihat punggung dan bahu lebar kekar milik Morgan yang duduk membelakangi mereka.

Aura pria itu begitu kuat mencekam dan terasa sangat penuh kendali di ruangan besar tersebut. Terasa bagai ada ribuan pasang mata Morgan yang memperhatikannya diseluruh ruangan tersebut. Sungguh kuat dan penuh dengan tekanan, membuat langkah Monalisa terhenti sejenak dan memperhatikannya dari belakang.

Monalisa berhenti, sedangkan Bruno yang tak sadar akan terhentinya Monalisa terus berjalan dan langsung duduk di dekat Morgan.

Wanita cantik tersebut memperhatikan bahu Morgano tanpa satu kedipan pun.

Bahu itu adalah bahu yang dulu ia cakari begitu kuat dimana saat Morgan menyetubuhinya dan membuatnya tak berdaya.

Rahang kokoh dan rambut hitam Morgan begitu mencolok di mata Monalisa. Apa-apaan ini?

Monalisa berniat memutar langkahnya dan pergi dari sana, tetapi Bruno melihatnya dan langsung memanggil.

"Monalisa hei? Kemarilah!"

Mengetahui ada Monalisa di belakangnya, seketika degup jantung Morgan berirama. Mulutnya yang sedang menguyah roti pun terhenti. Ia meminum segelas jus dan mengetuk-ngetuki jarinya di atas meja.

Bruno melihatnya. Bruno melihat tingkah Morgan yang sedikit aneh, dan ia tahu itu karena adanya Monalisa.

Penasaran dengan apa yang terjadi jika mereka bertemu, Bruno pun berdiri dan langsung menghampiri Monalisa.

"Ayolah.. Apa yang kau takutkan?"

Bruno memegang kedua bahu kecil Monalisa dan membawanya ke meja makan. "Bruno aku...aku tidak mau" Tolak Monalisa dengan suara yang memelan.

Bruno memang sengaja. Ia sengaja membawa Monalisa duduk di kursi yang tepat berhadapan dengan Morgan.

Sialan. Tenggorokan Morgan terasa begitu kering, ia meminum kembali jusnya hingga habis. Bukan hanya Monalisa yang tak berani untuk melihat wajah Morgan, Morgan pun terasa aneh dan berat untuk melihat wajah Monalisa. Seketika ingatan Morgan mundur ke beberapa waktu lalu, di saat ia bercinta dengan wanita itu dengan begitu panas dan menggairahkan.

Hening. Tak ada satu suarapun yang terdengar di meja makan besar yang penuh dengan makanan lezat tersebut.

Bruno ikut diam dan meliriki Morgan juga Monalisa yang sama-sama tertunduk dan melihat pada piring makanan mereka.

"Ehem!" Deheman Bruno membubarkan pikiran mereka masing-masing. Morgan yang sudah begitu rapih dengan aksesoris super mahal juga pakaian licinnya dan wangi parfum yang memabukan, berpura-pura untuk melihat pukul berapa pada arlojinya.

"Mau berangkat bersama?" Tanyanya pada Bruno. Suara Morgan terdengar begitu berat pada gendang telinga Monalisa. Suara yang sudah lama ini tidak ia dengar.

"15 menit lagi. Kau habis kan dulu sarapanmu" Ulur-ulur Bruno, agar Morgan dan Monalisa bisa melihat satu sama lain.

Monalisa merasakan keringat pada telapak tangannya. Ia benar-benar tak berani untuk melihat wajah Morgan.

Selang 10 menit...

Morgan yang baru selesai menghabiskan sarapannya dan akan menarik selembar tissue, tangannya terhenti seketika saat jemari putih dan lentik Monalisa sudah lebih dulu menarik tissue dari tempatnya.

Morgan menahan ekspresi matanya yang tadi hampir sedikit melotot. Dan Monalisa? Ia menelan salivanya sendiri dengan mata yang sudah melotot karena hampir bersentuhan dengan Morgan.

Seketika..

Morgan meluruskan pandangannya, ia menegakan kepalanya dan langsung menatap lekat-lekat wajah cantik Monalisa yang ternyata ia pun sedang menatap pada Morgan. Pandangan mereka dan kontak mata mereka bertemu. Morgan melihat wajahnya Monalisa yang begitu segar dari waktu-waktu yang lalu, tak ada lagi lebam dan kantung mata yang hitam, bahkan mata wanita itu semakin indah dari sebelumnya.

Ternyata benar kata Bruno, Monalisa begitu tertekan oleh Morgan. Sudah lama Morgan tak menggangunya, sekarang kondisi wanita itu sudah sangat membaik. Terlebih matanya yang sudah dapat melihat telah membuatnya semakin bahagia.

Berbeda dengan penilaian Morgan yang melihat keadaan Monalisa semakin baik, Monalisa justru di buat terkagum-kagum dan tak tahu harus mengatakan apa.

Jika Bruno adalah pria tertampan yang ia lihat selama sebulan ini, lalu bagaimana dengan sosok Morgan yang ada di hadapannya ini? Begitu membius mata dan tak sanggup untuk memandangi begitu lama. Matanya seakan ingin kembali buta dengan ketampanan dan aura wajah Morgan yang begitu hampir sempurna. Tak sanggup, Monalisa tak sanggup menilai dan memandangi wajah Morgan yang tak manusiawi itu.

"Hei, bagaimana keadaanmu?" Monalisa menunduk dan menggigit bibir dalamnya. Kemana interaksi mereka yang dulu? Mengapa sekarang mereka seperti baru kembali kenal?

"Aku..." Monalisa nampak ragu-ragu untuk menjawab. "Aku permisi!" Dengan cepat, Monalisa segera beranjak dari kursinya dan pergi meninggalkan Morgan yang sudah tersenyum tipis sambil terus memperhatikan langkah Monalisa dari belakang, dan merasakan hatinya yang begitu cerah pagi ini setelah melihat wajah cantik dan ceria Monalisa.

Bruno pun ikut tersenyum. Sedari tadi matanya memandangi mereka berdua dengan diam-diam sambil menahan rasa geli di perutnya.

"Bagaimana dia yang sekarang? Semakin memakau bukan?" Goda Bruno sambil memainkan alis matanya.

"Ya, dan dia milik ku." Putus Morgan mutlak dengan senyum di bibirnya.

*

20.00 malam

Morgan yang terus menerus memikirkan Monalisa dan merasa rindu pada wanita itu, malam ini ia memutuskan untuk pergi ke kamar Monalisa. Bukan untuk berbuat aneh-aneh, ia hanya ingin melihat wajah lelap Monalisa yang sedang tertidur dan segera pergi.

Dengan langkah yang lebar ia berjalan menuju kamar Monalisa di lantai atas, dan memegang knop pintu besar bercat putih itu dengan sedikit ragu-ragu.

"Tak apa, dia pasti sudah tidur. Lagi pula aku hanya ingin melihat wajahnya saja." Ucapnya sendiri, lalu memutar knop pintu dan membukanya.

Dugaan yang salah karena mengira Monalisa sudah tertidur. Nyatanya wanita itu baru saja selesai mandi dan sedang mengeringkan rambutnya di depan cermin besar. Dari cermin besarnya ia melihat sosok tampan tak manusiawi Morgan yang berdiri diambang pintu dan sedang memperhatikannya.

"Maaf! Aku hanya ingin mengecek kau sudah tidur atau belum." Tutur Morgan apa adanya. Ia sedikit malu karena ketahuan telah masuk ke kamar wanita itu dengan diam-diam di malam hari seperti ini.

Monalisa tersenyum tipis. Jujur ia pun sedikit merasa heran mengapa sudah lama ini Morgan tak pernah mengganggunya.

"Aku baik-baik saja. Maaf pagi tadi aku tidak sopan dan langsung beranjak pergi." Morgan yang akan menutup pintu itu pun terhenti, ia kembali menoleh dan melihat Monalisa yang berjalan cantik kearahnya.

Ini aneh. Seperti pagi tadi, jantungnya kembali berirama saat berada di dekat Monalisa. "Terima kasih!" Ucap Monalisa lembut.

Morgan menaikan satu alisnya sebagai tanda tanya. "Atas apa?"

Monalisa memang wanita yang berani. Disaat tak ada orang yang berani untuk menyentuh-menyentuh Morgan dengan sembarang, ia bahkan langsung memegang satu tangan besar Morgan dengan perlahan.

"Aku berterimakasih karena kau sudah memberiku tempat tinggal dan memberiku makan dirumah mu. Besok pagi aku akan segera pergi dari sini dan mulai bekerja juga mencari tempat tinggal di luar sana."

Tidak bisa, Morgan sangat tidak setuju atas keputusan Monalisa yang satu ini.

"Kenapa harus seperti itu? Apa pelayanan dirumahku kurang memuaskan? Apa kau kekurangan?" Tanya Morgan dengan suaranya yang berat dan menggema.

Monalisa tersenyum dan bergeleng-geleng.

"Tidak, semuanya sangat baik dan cukup. Aku hanya ingin mencari jalan hidupku sendiri. Lagi pula kau bukan siapa-siapaku, begitupun denganku yang bukan siapa-siapamu."

"Kalau begitu jadilah istriku, menikahlah denganku."

Aciecie..😚😚

Ronde cinta² mulai terjadi😚💙