webnovel

Setulus Cinta Khadijah

"Khadijah, menikahlah denganku! Kau akan memiliki segala yang kupunya, termasuk anak yang paling kucintai, yang sudah terlalu dekat dengamu," ucap lelaki yang beberapa bulan ini menjadi majikannya. Deg! Khadijah yang sebelumnya tak tahu kenapa dia bisa dipanggil ke ruang kerja lelaki yang usianya sudah hampir mencapai kepala empat itu, akhirnya terkejut bukan main. Baru beberapa hari yang lalu ibunya menyuruh agar dia mendekati duda beranak satu itu, kini malah lelaki itu sendiri yang meminta untuk menikah dengannya. Apakah ini sebuah kebetulan, atau ... sebelumnya memang sudah direncanakan? Entahlah. "Ma-maaf, Tuan, tapi saya belum siap untuk menikah," tolaknya dengan halus. "Aku tak pernah menyuruhmu menjawab siap atau belum, tapi berilah jawaban iya atau setuju!" datar lelaki itu. Khadijah melebarkan matanya. 'Apa?! Iya atau setuju. Bukankah itu sama saja?' batinnya. Baiklah. Mungkin kali ini Khadijah tak bisa menolak. Karena menolaknya, sama saja dengan melepaskan diri dari lubang buaya, tetapi kemudian memasuki sarang singa. Itu lebih membahayakan keluarganya. Khadijah mengambil napas dalam-dalam, lalu mengeluarkannya perlahan. Mencoba mengatakannya dengan setenang mungkin. "Baik, saya akan menyetujuinya. Tapi dengan dua syarat, Tuan," ucap Khadijah, mencoba menatap lelaki yang tengah duduk dengan gagah di depannya itu. Lelaki itu menautkan kedua alisnya. 'Demi apa aku harus menerima dua syarat dari bocah ini? Padahal, di luar sana banyak sekali wanita yang mengantri untuk kunikahi. Tapi ... baiklah, demi putraku satu-satunya, aku akan mengikuti permainannya,' gumamnya dalam hati. "Katakan, apa syaratnya?" "Bersucilah dan ucaplah dua kalimat syahadat!" Deg! ***EA***

Erisna_Aisyah · Teen
Not enough ratings
4 Chs

BAB 3. Menjadi Babysitter

"Heh! Ada orang mencarimu di depan!" ucapnya dengan tegas.

"Si-siapa?" tanya Khadijah, tetapi ibunya tak menjawab, justru malah kembali ke depan. Khadijah mengekor, lalu berdiri di hadapan lelaki asing itu.

"Perkenalkan, ini Khadijah, putri saya. Dia yang sedang mencari pekerjaan. Bapak bisa membawanya untuk seleksi terlebih dahulu," ujar ibunya, memegang kedua bahu Khadijah dengan penuh penekanan.

Khadijah melebarkan matanya. "A-apa?!"

"Benar 'kan, Sayang, kamu lagi nyari pekerjaan?" tanya ibunya, menatapnya dengan tajam, tetapi dengan senyuman yang dipaksakan. Memberi penekanan dalam setiap katanya.

Khadijah yang tidak mengerti apa-apa pun segera menyangkalnya. "Ibu kenapa mengatakan itu? Ayah baru saja dimakamkan, bahkan kelopak bunga yang di taburkan di atas makamnya pun belum layu. Apa ibu tega, membiarkan aku pergi bahkan sebelum tujuh hari pemakamannya?"

Bu Farida melebarkan mata, saat melihat reaksi lelaki asing di depannya tampak seperti orang yang tengah menyelidik. Merasa anak tirinya tidak mau diajak kerja sama, akhirnya dia segera menarik Khadijah masuk lagi ke dalam rumah, setelah sebelumnya pamit dengan basa-basi yang cukup meyakinkan.

Di dalam ruang tengah, ibunya langsung memarahinya habis-habisan. Tentu dengan intonasi yang cukup rendah dan penuh penekanan.

"Kamu ini apa-apaan, Khadijah, mau gagalin rencana ibu, hah?! Sudah untung ibu merawat kamu dari kecil. Harusnya kamu bisa balas budi, bukan seperti ayah kamu yang tidak pernah menganggap ibu ada!"

"Bukan begitu, Bu, bukan maksud Khadijah mau menolak perintah ibu. Tapi ayah baru saja dimakamkan, rasa sedih karena kehilangan pun masih menyesakkan hati. Apa ibu tega, melakukan itu sama suami sendiri?" lirih Khadijah, sembari menundukkan kepalanya.

"Ya, aku akan tega sama ayah kamu, seperti dia yang tega tak memberikan apa pun padaku! Sekarang kamu pilih, pergi ikut orang itu dan kerja cari uang buat ibu sama adik-adikmu, atau ibu ratakan saja makam ayahmu!" ancam ibunya, tak ingin berlama-lama karena melihat orang itu tampak gelisah, berkali-kali melihat jam di tangannya.

Khadijah melebarkan matanya. "Ja-jangan, Bu! Aku mohon jangan usik makam Ayah. Biarkan beliau tenang di alam sana," ucap Khadijah.

"Gampang saja. Pergi dan cari uang untukku, atau ...." Bu Farida tersenyum miring, membuat Khadijah terlihat semakin panik.

Khadijah memejamkan matanya perlahan, kemudian menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya pelan-pelan. Mencoba menenangkan hati dan pikirannya.

'Aku harus bisa sabar dan tenang. Semua demi Ayah, demi ketenangannya di alam sana. Ayah, semoga kau tetap berbahagia,' ucapnya dalam hati.

"Baik, aku akan menyetujuinya. Tapi dengan satu syarat, lakukan tahlilan di rumah ini selama tujuh malam. Aku akan membayar semua biayanya dengan tabunganku," ujar Khadijah.

"Tidak masalah," jawab ibunya dengan santai, karena sudah memiliki sasaran, yaitu uang tabungan milik Khadijah. Itu artinya uang miliknya akan utuh.

Setelah Khadijah menyetujui, akhirnya lelaki itu segera mengajak Khadijah menaiki mobilnya. Di dalam mobil, ternyata dia tak sendiri. Ada dua gadis lagi yang berada di dalamnya. Salah satu dari dua gadis itu memakai jilbab, sama sepertinya. Sedangkan satunya berambut panjang dan diikat ekor kuda.

***EA***

Setelah hampir tiga jam perjalanan, akhirnya mereka tiba di depan sebuah bangunan yang terbilang cukup mewah bagi Khadijah. Di sana sudah ada belasan gadis yang mungkin seumuran juga dengannya, tengah berdiri dan mendapat pengarahan dari seorang wanita separuh baya yang kira-kira seusia dengan ibunya.

Setelah mata Khadijah berkeliling tempat itu, barulah dia mengetahui kalau dirinya dibawa ke sebuah yayasan yang menampung calon babysitter. Di sana mereka dilatih bagaimana caranya merawat seorang anak, mulai dari usia nol sampai lima tahun.

Awalnya dia merasa tidak nyaman, tetapi karena keramahan para petugas, akhirnya dia bisa lebih nyaman dan bisa belajar merawat anak dengan baik. Hari pertama datang langsung mendapat teori, kemudian hari kedua Khadijah mulai praktik memandikan bayi yang dipandu oleh seorang bidan.

Ternyata, di sana memang yayasan resmi penyedia jasa babysitter, jadi Khadijah bisa lebih tenang setelah mengetahui semuanya. Apalagi, terkadang rasa sedih itu muncul lagi. Bahkan, tak jarang dia mengeluarkan air matanya.

Mungkin apa yang ibunya lakukan dengan memasukannya ke sebuah yayasan memang ada benarnya, jadi dia bisa sibuk dan sejenak melupakan segala kesedihannya. Lalu berganti dengan bertambahnya ilmu cara merawat seorang anak.

Seminggu sudah Khadijah berada di yayasan itu. Segala ilmu tentang bagaimana cara merawat bayi dan balita sudah dikuasainya. Pihak yayasan memang sengaja melakukan pelatihan secara ketat, agar nanti para pengontrak babysitter tidak kecewa dengan hasilnya.

Hari ini datang seorang ibu-ibu berpakaian modis dan kekinian. Dilihat dari caranya berjalan yang menatap para babysitter itu pun tampak aneh, seperti merendahkan atau semacamnya. Khadijah hanya bisa berdoa, jika memang dia adalah seorang pengontrak jasa babysitter, semoga bukan dirinya yang dipilih.

Setelah terlihat berbincang-bincang cukup lama dengan ketua yayasan, akhirnya wanita itu mulai datang memilih salah satu dari belasan babysitter itu. Awalnya dia menatap Khadijah begitu lama, seperti ingin memilihnya. Namun, ternyata dia hanya mencela cara berpakaian Khadijah yang dinilainya terlihat begitu kampungan.

Khadijah bernapas lega. Walau hatinya terasa sakit, tetapi bersyukur karena tidak mendapat majikan sepertinya.

Hari berganti hari, para gadis yang sebelumnya melakukan pelatihan bersamanya sudah memiliki majikannya masing-masing. Kini hanya tinggal dirinya yang belum memiliki majikan.

Hatinya sempat gelisah, takut barangkali nanti dia dipulangkan ke rumah sebelum mendapatkan uang yang diinginkan oleh ibunya. Bagaimanapun juga, ancaman terbesar yang Khadijah terima adalah penghancuran makam ayahnya. Ya, itu yang tak ingin dia dengar untuk kedua kalinya.

Khadijah tengah membantu ketua yayasan, saat tiba-tiba datang seorang laki-laki separuh baya yang sebagian rambutnya sudah mulai memutih.

"Permisi. Saya sedang mencari seorang babysitter yang bisa merangkap pekerjaan menjadi asisten rumahtangga, apa di sini masih tersedia jasa tersebut?" tanyanya dengan ramah pada ketua yayasan yang tengah mencatat entah apa.

"Maaf, Pak. Di sini kami hanya menyediakan jasa babysitter, dan itu pun jumlahnya tinggal satu saja," jawab ketua yayasan.

"Di mana dia?" tanyanya.

"Khadijah!" panggil ketua yayasan.

Khadijah yang sedari tadi tengah memasak di dapur, akhirnya segera mematikan kompor saat mendengar namanya dipanggil. Lalu segera menghampiri si pemilik suara. "Ya, Bu?"

"Perkenalkan, ini Khadijah, babysitter yang tersisa di yayasan ini. Kami memang sedang menunggu beberapa orang lagi, tapi kemungkinan tiba nanti malam," terang katua yayasan, sembari sekilas menatap Khadijah.

Lelaki itu memindai gadis di depannya dengan serius. Khadijah yang merasa tidak nyaman karena ditatap seperti itu pun segera menunduk, menyembunyikan wajahnya yang nampak ketakutan.

"Kamu bisa memasak?" tanya lelaki itu.

Khadijah mendongak. "Bi-bisa, Tuan," ucapnya seraya mengangguk.

"Bisa beres-beres rumah?" lanjutnya.

Khadijah mengiyakan lagi.

"Bisa melakukan dua pekerjaan itu sambil mengasuh balita?" tambahnya lagi.

Khadijah melebarkan matanya. "Sa-saya ...."

***EA***

Next