1 TANTANGAN YOGA

"Nest." panggil Yoga sahabat dekat Arnest saat di kantin menghabiskan waktu istirahatnya.

"Hem... apa?" sahut Arnest melihat wajah Yoga sekilas kemudian fokus kembali dengan main game di ponselnya.

"Apa kamu tahu ada guru baru di sekolah kita?" ucap Yoga menatap penuh wajah Arnest.

Arnest menggelengkan kepalanya tanpa melihat ke arah Yoga.

"Cantik dan natural." ucap Yoga dengan kedua matanya menerawang jauh.

Arnest menghentikan mainannya kemudian menatap penuh wajah Yoga.

"Apa yang kamu bilang? cantik dan natural? memang ada wanita yang mengalahkan kecantikan Nada?" tanya Arnest dengan serius.

"Masih cantik Nada, tapi lebih matang Guru cantik." jawab Yoga tersenyum dengan tatapan nakal.

"Apa yang ada di otakmu saat ini? pasti pikiran mesum." ucap Arnest sambil menepuk kepala Yoga dengan bukunya.

"Tidak ada pikiran mesum kali ini! saat ini aku benar-benar sadar sepenuhnya. Kalau guru kita yang baru ini, benar-benar cantik natural." ucap Yoga dengan wajah serius.

"Lalu...kalau cantik dan matang?" tanya Arnest seraya mengaduk minumannya.

"Aku ingin kita taruhan." sahut Yoga dengan senyum terkulum.

"Tidak lagi. Kamu tahu...aku sudah mau di jodohkan Daddy dengan Nada. Kamu tahu sendiri sikap keras kepala Daddy. Daddy tidak akan berhenti sebelum keinginannya tercapai." ucap Arnest dengan wajah serius.

"Kenapa kamu tidak tinggal di sendiri saja Nest? kamu pasti bisa bebas dan tidak terkekang dengan perhatian keluarga besar kamu yang terlalu berlebihan." ucap Yoga memberi saran pada Arnest yang selama ini sangat di batasi pergaulannya.

"Ide kamu cukup bagus, akan aku pikirkan nanti." ucap Arnest menghabiskan minumannya.

"Sekarang kita lanjut pada taruhan. Bagaimana? kamu mau bertaruh denganku?" tanya Yoga dengan kedua tangannya bersendekap di dadanya.

Arnest terdiam sejenak, kemudian menganggukkan kepalanya.

"Taruhan apa dan dapatnya apa?" tanya Arnest dengan tenang, melanjutkan makanannya yang belum di sentuhnya.

"Mendapatkan Bu Lana dan hadiahnya motor kesayanganku." ucap Yoga sangat tahu Arnest suka dengan motor lamanya.

Seketika Arnest mengangkat wajahnya dengan wajah terlihat penuh semangat.

"Yang benar? motor kamu hadiahnya?" tanya Arnest memastikan pendengarannya.

Yoga menganggukkan kepalanya dengan pasti.

"Yang penting kamu mendapatkan Bu Lana." sahut Yoga dengan senyuman penuh arti.

"Siapa takut! siapkan saja motor kamu untukku." ucap Arnest penuh percaya diri, kemudian bangun dari duduknya.

Yoga merasa sedikit sesak, mendengar Arnest mengiyakan taruhannya. Siap-siap saja melepas motor kesayangannya.

"Kamu mau ke mana?" tanya Yoga ikut berdiri dari tempat duduknya.

"Mau mencari Bu Lana." jawab Arnest singkat berjalan santai di ikuti Yoga di sampingnya.

"Memang...kamu sudah tahu wajah Bu Lana? kamu kan baru masuk hari ini?" tanya Yoga dengan heran.

"Mudah saja, wajah cantik yang belum aku lihat sebelumnya pasti itu Bu Lana." sahut Arnest dengan otak cerdasnya.

"Lalu apa yang akan kamu lakukan?" tanya Yoga penasaran.

"Lihat saja, apa yang akan aku lakukan." ucap Arnest dengan senyumannya yang menawan.

"Oh Tuhan, jangan lagi kamu melakukannya hal yang membuat viral di sekolah kita!" ucap Yoga dengan berjalan cepat di samping Arnest.

Arnest tersenyum penuh arti.

"Jangan lagi kamu berkata seperti itu! kali ini aku tidak mau Daddy mengetahui apa yang aku lakukan." ucap Arnest berjalan lurus ke arah ruang guru.

"Permisi Pak Febrian? mau tanya...Apa Bu Lana sudah datang?" tanya Arnest dengan wajah serius dan sopan. Sedangkan Yoga di belakang Arnest sudah komat-kamit berdoa agar Arnest tidak bertingkah yang aneh-aneh.

"Kamu mencari Bu Lana? itu Bu Lana baru datang." jawab Febrian menatap penuh wajah Arnest dengan heran.

"Maaf Pak... jangan menatap saya seperti itu. Saya masih normal dan hanya tertarik pada seorang wanita saja." ucap Arnest dengan tersenyum kemudian melewati Febrian dan mendekati Lana.

Febrian mengusap tengkuk lehernya mendengar ucapan Arnest yang sama sekali tidak sopan.

"Apa yang di katakan Arnest tadi?? memang aku homo apa?" gumam Febrian dalam hati dengan kesal. Kalau tidak mengingat Arnest anak dari Aska Aliando sebagai pemilik sekolah sudah pasti Arnest di hukumnya.

"Maaf... dengan Bu Lana?" panggil Arnest pada wanita berambut panjang yang sedang memunggunginya.

Mendengar namanya di panggil seseorang, seketika itu juga Lana membalikkan badannya.

Kedua mata Arnest tak berkedip menatap wajah cantik Lana terutama kedua mata Lana yang coklat. Lana menelan salivanya mendapat tatapan Arnest yang tak berkedip sama sekali.

"E-hem...kamu siapa? ada apa kamu mencari saya?" tanya Lana seraya menegakkan punggungnya agar terlihat berwibawa.

"Anda Bu Lana?...Ya Tuhan, tenyata benar apa yang di katakan Yoga kalau Bu Lana sangat cantik dan natural." jawab Arnest tanpa sadar menjawab dengan keras, hingga Febrian dan Yoga mendengarnya.

Wajah Lana memerah, mendengar ucapan Arnest yang begitu keras hingga Febrian seorang guru yang baru di kenalnya ikut menatap dirinya.

"Siapa Yoga? apa benar Yoga mengatakan seperti itu?" tanya Lana dengan kening berkerut.

Tubuh Yoga sedikit gemetar mendengar ucapan Arnest yang memakai namanya sebagai umpan. Apalagi melihat wajah Lana yang merah padam.

"Emm...maaf Bu Lana, tolong lupakan saja apa yang barusan saya katakan. Kenalkan nama saya Arnest Aliando. Saya ke sini sebagai Ketua Osis ingin mengundang Bu Lana untuk ikut di acara pertemuan yang akan kami adakan sepulang sekolah nanti." ucap Arnest dengan sebuah senyumnya yang terkenal menawan di kalangan para gadis seusianya.

"Kenapa kamu mengundang saya? apa kehadiran saya ada hubungannya dengan kegiatan kalian?" tanya Lana merasa heran dengan undangan Arnest.

"Jelas ada hubungannya Bu Lana, bukannya Bu Lana guru baru di sini? saya ingin Bu Lana memberi pendapat tentang organisasi siswa di sekolah ini. Sekaligus dari kami semua, ingin berkenalan dengan Bu Lana secara langsung." jawab Arnest berputar-putar mencari jawaban yang tepat untuk Lana. Arnest tidak menyangka ternyata di balik wajah natural Lana menyimpan kepintaran dan sikap yang tegas. Mengingatkan Arnest pada Momy-nya Karin galak tapi hatinya selembut sutra.

"Maaf, saya tidak bisa menjawab sekarang. Karena hari ini saya sibuk sekali." jawab Lana menolak secara halus undangan Arnest.

"Baiklah, kami semua tetap akan menunggu kedatangan Bu Lana jam dua di Aula sekolah. Dan kemungkinan saya juga akan mengundang kepala sekolah. Jadi saya harap Bu Lana bisa datang." ucap Arnest, kali ini menggunakan nama kepala sekolah untuk menakuti Lana.

Lana kembali menelan salivanya. Bagiamana dia bisa menolak kalau anak bandel ini juga mengundang kepala sekolah.

"Baiklah... saya akan datang." ucap Lana akhirnya mengalah karena secara tidak langsung Arnest telah mengancamnya atas nama kepala sekolah.

"Terima kasih Bu Lana cantik, saya menunggu kedatangan Bu Lana." ucap Arnest tersenyum puas.

"Arnest! apa yang akan kamu lakukan nanti?" tanya Yoga penasaran saat sudah berada di luar ruangan guru.

"Aku akan memberi kejutan yang tidak akan bisa di lupakan Bu Lana seumur hidupnya." jawab Arnest dengan sebuah senyuman.

avataravatar