1 #1

Renee Guillot menyeimbangkankan sepatu hak tinggi di kursi dan satu lutut konter ketika meraih ke atas dan mencari di dalam kabinet teratas mencari sebuah kotak folder manila. Ia mencengkeram telepon nirkabel di satu tangan sementara ia berusaha meraih ke atas dengan tangannya yang lain. Otot betisnya menegang dan menegang pada saat sepatunya melayang diatas bangku sehingga ia berdiri dengan ujung kakinya.

Begitu masa percobaan sembilan puluh harinya selesai, ia bersumpah hal pertama yang akan dilakukannya adalah mereorganisasi ulang seluruh kantor. Sistem filenya kuno, proses ordernya jadul, dan system penyimpanan benar-benar konyol. Mrs. Argenot benar-benar baik hati, tetapi ia sudah tambah tua.

"Turun dari kursi sialan itu sebelum kau membunuh dirimu sendiri." Renee mendengar hardikan dan mencengkeram pintu lemari kabinet. Syarafnya langsung menegang ketika ia mengenali suara itu. Ia bahkan tidak tahu kalau pria itu ada di kota, meninggalkan gedung itu. Sial! Pria itu seharusnya ada di New Orleans minggu ini.

Ada kegalakan dalam perintahnya dan Renee memutuskan untuk melawannya lebih jauh. Ia meletakkan box itu dan menurunkan kakinya yang lain dengan hati-hati ke kursi. Hebat. Sekarang ia berdiri miring dengan pantat di udara dan tepat di hadapan pria itu. Ia melanjutkan dan turun dari bangku seanggun yang dapat dilakukannya dengan hak setinggi 4 inchi, tetapi ia hanya menggunakannya karena pria itu tidak seharusnya ada di Baton Rouge minggu ini.

*****

Robert Thibodeaux mengontrol emosi yang mencengkeramnya dengan kejam. Renee Guillot adalah sebuah kesalahan serius dan ia telah menyadarinya ketika pertama kali ia melihatnya lima minggu yang lalu. Pengaruh kesempurnaan penampilan Renee sudah cukup berefek buruk, namun kesederhanaan yang keluar dari tubuhnya memiliki efek provokatif pada Robert yang tidak dibiarkannya terlihat. Renee seksi, tak perlu diragukan lagi. Seksi yang tidak memberi Robert kelonggaran, siang maupun malam.

*****

Ketika Renee pelan-pelan berbalik menghadapnya, ia memperingatkan dirinya sendiri agar tidak membiarkan pria itu menyerangnya. Pria itu sama seperti pria lainnya. Sama seperti bos yang lainnya. Ia benar-benar menolak memikirkan betapa tampak terkejutnya pria itu. Pria itu tidak punya pengaruh apapun padanya. Sama sekali tidak. Ia tidak akan mengizinkannya.

Renee baru saja akan bicara ketika telepon yang dipegangnya berdering. Terima kasih Tuhan. Renee butuh sesuatu untuk mengalihkan perhatiannya selama beberapa saat sembari mencoba mendapatkan kembali penguasaan dirinya. Ia menekan tombol bicara dan mengangkat telepon ke telinganya. "Thibodeaux Construction. Ini Renee."

"Ini Jane Thibodeaux. Aku ingin bicara dengan suamiku, please." Suara di ujung sambungan terdengar terengah dan tidak mengandung aksen Louisiana.

Renee tahu ia bicara dengan logat wilayah East Coast bagian utara yang renyah. Renee memaksakan nada ceria dalam suaranya. "Tolong tunggu sebentar, Mrs. Thibodeaux. Aku akan menyambungkan Anda dengannya."

Renee memandang bosnya yang berdiri diam memperhatikannya dengan wajah tak suka. Ia berdeham dan melihat ke arahnya. "Istri Anda mau bicara dengan Anda." Ia menyodorkan telepon itu kearah Robert. Wajah Robert menjadi gelap karena jengkel. Ia menyilangkan tangannya di depan dada dan tidak bergerak untuk mengangkat telepon. "Mantan istriku. Aku sekarang tidak menikah. Aku sudah 5 tahun tidak menikah." Kata-katanya menuduh sekaligus mengancam.

Renee tiba-tiba mendengar raungan di telinganya dan ia mulai gemetar. Ia dilanda perasaan antara lega dan sedih. Pelan-pelan Renee memandang lelaki itu dan terperangkap dengan cepat dalam pengaruh kuat tatapannya. Renee tersentak. Mata Pria itu menahannya. Satu detik, dua detik, tiga detik, empat…. Renee menurunkan bulu matanya karena ketegangan yang terus mencengkeramnya.

Akan ada akibat karena mengetahui informasi ini.

Pesawat telepon itu diambil dari tangan Renee. Renee merasa histeria lembut mulai mencakar tenggorokannya. Ia bersandar pada lemari perbekalan.

Suara Robert yang dalam menimbulkan pusaran emosi baginya. "Apa yang kau inginkan, Jane?" Suaranya tajam, bernada tidak sabar. Matanya masih menahan Renee, menyusuri tubuhnya dari atas ke bawah. "Kau akan mendapatkan cek sialanmu di awal bulan, dan bukan sehari sebelumnya. Kalau kau punya masalah dengan itu, hubungi pengacaramu." Ia memutus telepon.

*****

Robert mengembalikan perhatian kepada sekretaris barunya. Renee berdiri mematung di depan lemari penyimpanan dan sepertinya ia mungkin merasa terbelah dua. "Kau pikir aku menikah." Itu pernyataan. "Mengapa?"

Renee kaget karena merasa sangat bingung. Kegelisahannya meregang hingga mengancam akan pecah. Ia mencoba menyusun sebuah jawaban. "Ketika Anda merekrut saya, Mrs. Argenot bilang—"

Ia memotong perkataannya. "Mari luruskan permasalahannya. Aku tidak merekrutmu. Mrs. Argenot yang merekrutmu."

Renee memperhatikan Robert dengan ragu bercampur takut. Apa maksudnya? Kenapa ada perbedaan? "O-okay. Ketika d-dia merekutku, ia menjelaskan soal panggilan-panggilan teleponmu. Yang mana yang penting, dan yang mana yang ti-tidak." Ia menjawab terburu-buru. "Dia bilang Anda selalu ingin tahu ketika Mrs. Thibodeaux menelepon."

"Yah. Aku lebih suka berada selangkah di depan si wanita jalang serakah itu." Selagi Robert menjawab, tiba-tiba ada pemahaman yang datang padanya.

Cara Renee memperlakukannya Jumat malam lalu ketika Robert tidak sengaja bertemu dengannya di Ninth Street Wine Grotto. Pertemuan itu menyisakan kegelisahan. Robert telah mengambil terlalu banyak, dan perdebatan sengit yang selalu ditahannya ketika ada wanita itu terlanjur lepas.

Ia ingat dorongan perasaan beruntung sewaktu menemukan wanita itu sendirian di bar di mana Renee menunggu temannya datang. Rambut selembut sutranya ketika ia meraih dan mengibaskannya. Ketegangan di wajah Renee ketika Robert membelikan dia minuman.

Dan tuduhan di matanya hanya sebelum Renee melompat dan lari darinya. Seolah Robert lebih rendah dari kotoran. Manusia yang keberadaannya tercela. Seolah Robert pernah tidur dengan ibunya. Atau membuatnya melihat ia masturbasi di kamar mandi pria. Atau seperti ia telah… menikah.

Brengsek.

Dua hal sudah jelas bagi Robert. Renee tidak bisa terus bekerja untuknya, dan ia harus berhubungan seks dengannya.

Robert harus membuat Renee pergi. Membuatnya keluar dari perusahaannya. Dan ketika hal itu terjadi, Renee akan menjadi bintang di tempat tidurnya.

Robert mempertimbangkan cara-cara agar tujuannya tercapai. Situasi ini bisa meledak menjadi bencana besar jika ia tidak hati-hati. Ia bisa saja dengan mudah memutuskan ikatan kerjannya. Renee setidaknya masih punya lebih dari delapan minggu dari masa percobaan sembilan puluh harinya. Robert bisa saja bilang bahwa hal itu tidak berhasil dan akan jadi seperti itu. Robert punya hak sebagai bosnya. Namun Robert ingin hal itu merupakan keputusan wanita itu. Hal itu akan membuat perjalanan ke tempat tidurnya menjadi lebih mudah. Bayangan bagaimana Renee akan terlihat, telanjang, dengan rambut pirang yang terurai di sekelilingnya ketika Renee datang padanya. Memakai heels yang menyatakan ayo-tiduri-aku (CFM) dan tak ada yang lain. Darah mengalir deras di antara kedua pahanya. Brengsek. Robert sudah berada dalam kondisi siap siaga selama lima minggu.

Apa yang dipikirkan Mrs. Argenot? Robert tak akan pernah merekrut seseorang seperti wanita itu. Sial, takkan pernah dalam sejuta tahun. Robert berpikir dirinya adalah seorang yang adil dan bos yang bertanggung jawab. Tapi Ya Tuhan, dia bukan orang suci. Bertemu Renee di kantor yang sama, harus kerja bersebelahan, dan tidak akan pernah menyentuhnya karena Renee tidak akan pernah kerja dalam jangka waktu lama untuknya. Jangka waktu pendek membunuhnya.

Wanita ini OK, tak ada keraguan untuk itu. Tingginya lima kaki, lebih lima atau enam inchi dan ia selalu memakai heels CFM itu. CFM itu membuat Renee lebih tinggi ke level yang sangat baik. Renee langsing dan kencang, dan bayangan otot betisnya masih terpahat jelas di kepalanya selama beberapa saat. Rambutnya pirang dan panjang sampai dibawah punggung, dan wajahnya bisa menghentikan lalu lintas.

Renee merupakan seorang Femme Fatale. Seorang siren. Seorang wanita penggoda, seorang penyihir. Perutnya mengencang, dan tidak mungkin ia mendekatinya dengan hidupnya sebelum tinta pada perjanjiannya kering. Robert akan mengacaukan Renee, yang jadi pertanyaannya adalah kapan.

*****

Seminggu kemudian, Renee pikir ia akan gila. Lima minggu pertama pekerjaan ini sudah buruk, tetapi minggu terakhir menjadi lebih parah. Bosnya berkelanjutan menyiksanya. Robert bilang padanya bahwa ia terlambat pada waktu ia tidak terlambat. Robert komplain bahwa pekerjaannya tidak rapi, padahal ia tahu pekerjaannya tanpa cela.

Jika Renee tidak benar-benar butuh uang lebih dan keuntungan lainnya, ia pasti sudah keluar dari pekerjaannya dan kembali ke pekerjaan lamanya. Mereka masih membutuhkannya. Bos lamanya memanggil seperti mesin jam tiap Senin pagi untuk memeriksanya dan memastikan bahwa pekerjaan lamanya masih miliknya jika Renee menginginkannya.

Pekerjaan lamanya adalah jaring penyelamat dalam situasi yang serba tidak pasti. Segala sesuatu disini berubah jadi sangat buruk di hari Senin padahal ia sesungguhnya sudah memberi petunjuk pada bos lamanya bahwa hal itu tidak akan berlaku. Mungkin sangat tidak adil untuk tetap membuat mereka berharap, tetapi pertama-tama seorang wanita harus memikirkan dirinya sendiri.

Tuhan tahu Renee tidak punya siapa-siapa yang menjaganya. Putrinya, Brittany, berada pada tahun pertamanya di LSU. Kuliah itu mahal. Terima kasih Tuhan, anaknya cerdas dan memenangkan sebuah penghargaan TOP dari pemerintah negara bagian untuk biaya sekolahnya. Namun biaya hidup dan asrama benar-benar membunuhnya! Brittany menginginkan pengalaman penuh sebagai mahasiswa dan hal itu termasuk tinggal di kampus. Renee ingin anaknya mengalami itu karena anaknya memang patut mendapatkannya sebagai balasan atas kerja kerasnya, dan Renee tidak ingin anaknya ketinggalan sesuatu yang dulu tidak pernah didapatkannya.

Hamil dan memiliki anak perempuan sebelum usia dua puluh tahun sudah sulit, dan tunjangan anak yang tidak seberapa yang ia terima dari mantan suaminya benar-benar tidak rutin. Tunjangan itu telah habis pada saat Brittany lulus SMA. Mereka harus mandiri sekarang.

Renee mendengar suara klik pintu dan melihat wajah Robert Thibodeaux yang mengancam. Akibat yang timbul pada inderanya tidak lebih mengganggu daripada ketika hari pertama ia bertemu dengannya.

Rasakan itu. Setidaknya, ia pikir tidak ada penghalang berupa seorang istri diantara mereka. Sekarang Renee tahu lebih baik. Ia merasa ia berjalan di sekitar satu tong dinamit.

Ia berdiri di ambang pintu ruangannya, memegang cangkir kopi di tangannya. "Bagaimana kau menyebut ini?" Kata-katanya penuh angkara.

"Kopi?" Inilah percakapan yang mereka lakukan selama seminggu terakhir. Pertanyan-pertanyan tajam. Ragu-ragu, jawaban penuh respek. Wanita itu mengendalikan situasi dengan caranya. Empat-puluh-delapan hari lagi. Ia akan mengalahkannya. Tetapi Tuhan, jika ia benar-benar melalui waktu sembilan puluh harinya, inikah pekerjaan untuk hidupnya kelak? Berjalan menyamping dari Robert, mencoba mengabaikan fakta bahwa Robert ingin tidur dengannya? Jika ia sebelumnya tidak terlalu yakin, malam di Ninth Street Wine Grotto telah menegaskan faktanya. Robert menginginkannya. Namun sikap arogannya selalu di atas. Apakah ia selalu bersikap brengsek? Atau apakah itu cuma dirinya? Renee tidak pernah dengar ia menjadi seseorang yang kurang respek pada Mrs. Argenot. Memangnya ia sedang menceburkan dirinya ke dalam apa? Berjuang untuk nafsu? Memusuhinya?

"Sudah berapa lama kau tinggal di Louisiana?" Pertanyaan pedasnya keluar lagi dan memukulnya.

Akan menuju mana ini?

"Seluruh hidupku." Ia tidak bisa menekan getaran kecil ketika tekanannya mencengkeramnya.

"Kau benar benar belum memahami bahwa aku suka kopi yang kuat. Yang ini berasa seperti air." Robert berjalan ke dalam kamar mandi pribadinya dan Renee mengamati lewat pintu yang terbuka sewaktu Robert menuangkan cairan kopi itu ke wastafel. Robert meninggalkan cangkir itu disana dan berbalik dan kembali ke tempat Renee.

Robert meletakkan kedua tangannya di meja dan bersandar di depannya. Ukuran tubuhnya dimaksudkan untuk mengintimidasi. "Aku tahu ini akan sulit untukmu, tetapi bisakah kau belajar bagaimana membuat secangkir kopi yang pantas?"

"Y-ya, sir. Aku a-akan mencobanya lagi." Robert begitu dekat sehingga Renee dapat mencium campuran aroma jantan seorang pria dan agresivitas yang menguar dalam gelombang yang tak terlihat. Apa yang salah dengannya hingga ia tertarik pada Robert. Robert adalah seorang pria brengsek. Pria brengsek yang tampan. Mata Renee menelusurinya. Pria enam kaki empat inchi penuh testosteron yang menggelegak berdiri di hadapannya. Robert jarang memakai setelan bisnis, ia lebih suka memakai jeans dan kemeja lengan pendek yang kasual. Bagian belakang kemejanya menggantung di bawah ikat pinggang dengan gaya yang tak rapi. Robert terlihat dan kelihatan sebagaimana seharusnya lelaki yang dikenalnya. Seorang pekerja kerah-biru dengan intelegensia yang cerdik dan sebuah indera bisnis tajam yang telah mengambil resiko dan kaya. Renee tahu kisah itu. Mrs. Argenot bangga padanya seolah-olah Robert adalah putranya sendiri.

Mata Renee melanjutkan merekam wajah tampan Robert. Rambutnya hitam dan gelap, dan perlu di potong. Seutas rambut tebal yang jatuh menutupi dahinya tidak mengurangi kesan maskulinnya. Mereka hanya menyinari wajah yang menarik dengan intensitas. Sebuah wajah yang menggambarkan kekuasaan dan kekejaman yang melekat. Hidungnya didominasi oleh sosok maskulinnya yang mencolok. Mulutnya penuh, lekuk ganda menghiasi bibirnya. Renee mendorong kursinya ke belakang satu inchi namun tetap duduk dan mengamatinya penuh gejolak.

"Apa yang kau tunggu? Izin?" Robert meneriaki Renee.

Tubuh Renee tersentak sebagai akibat dari suara Robert yang mengoyak inderanya. Empat-puluh-delapan-hari lagi. Renee berdiri dan melangkah miring menjauhinya ke arah meja kopi. Robert berbalik dan mengikuti Renee dan berdiri menonton, tangannya bertolak pinggang. Tangan Renee bergetar ketika membuat kopi secara otomatis. Renee berdiri dengan punggung menghadap Robert ketika mesin kopinya meneteskan kopi.

*****

Robert melihat ketegangan dalam garis ramping punggung Renee dan tangannya tidak sengaja terkepal. Ia harus menghentikan dirinya dari dirinya sendiri agar tak meraih dan menyentuh wanita itu. Sudah seperti ini hampir setiap jam dari demi tuhan empat-puluh-dua hari selama Renee bekerja untuknya.

Hidupnya hingga empat-puluh dua-hari yang lalu sangat mulus, dan dalam sekejap terbalik. Robert bekerja keras membangun perumahan dan gedung perkantoran, dan ia menghasilkaan banyak uang dari hal itu. Robert tinggal sendiri, sebagaimana ia menyukainya, dan selalu ada wanita di belakangnya sesuai kebutuhan.

Sialnya, Robert dengan terpaksa menyingkirkan wanita yang sedang dikencaninya ketika wanita itu mulai meminta kebutuhan-kebutuhan yang mustahil dapat dipenuhinya. Yang makin membuat situasinya makin parah, karena ia tidak memiliki penyaluran untuk semua testosterone sialan yang terbagun di dalam dirinya.

Dan Renee Guilot lebih dari kuat daripada kebanyakan wanita. Robert membayangkan berhubungan seks dengannya dari setiap sisi.

*****

Renee merasakan mata Robert di punggungnya seperti sentuhan fisik. Tangan Renee gemetar sewaktu ia menuangkan kopi dari karafe ke dalam cangkir yang bersih. Getaran di dalam tubuhnya mengkhianati dirinya hingga membuatnya kesal lebih dari apapun. Pelan-pelan Renee berbalik dan memandangnya dan menyerahkan cangkir kopi pada Robert, kegugupannya meningkat dan cairan kopi yang panas tumpah ke tangannya. Renee menjerit kesakitan dan kopi yang dipegangnya mulai bergoyang dalam genggamannya.

"Sial." Robert meraih dan mengambil cangkir kopi dari Renee dan meletakkannya di meja. Membalikkan tubuh Renee, Robert meraih dan menyalakan air dingin dan mengambil tangan Renee dan menahannya dibawah pancuran air dingin.

Renee seperti diserang dari segala pejuru. Tangannya terbakar karena cairan panas, dan Robert menempelnya dari belakang, tangannya melingkar sepenuhnya disekitar tubuh Renee saat tangan Robert memegangi tangannya dibawah aliran air dingin.

Ia mulai gemetar lebih keras lagi.

"Ya Tuhan, tenanglah. Kau baik-baik saja. Tidak mungkin lukanya separah itu." Robert menyelipkan satu tangannya disekitar pinggang Renee dan menarik Renee ke arahnya. Hal itu tidak membantu dan getaran di tubuh Renee tetap berlanjut. Nafsu menghantam Robert seketika itu juga ketika ia menghirup wangi Renee dan merasakan tubuh Renee menghangat dan lembut berlawanan dengannya. Bayangan Renee di tempat tidurnya menyerang inderanya. Pegangannya pada Renee semakin mengencang.

Robert kembali sadar ketika ia merasa Renee mulai menarik diri.

Renee mematikan air dan melangkah mundur darinya. Ia mengambil serbet untuk menenangkan syarafnya dan mengeringkan tangannya yang basah. Ia berbalik menghadap Robert dan menegakkan bahunya.

Renee menyerahkan kopinya. "Cobalah." Ia menghela napas dalam-dalam dan menyilangkan tangannya dengan protektif di depan tubuhnya.

Robert mengambil cangkir kopinya, menyesap dan menggerutu. "Lebih baik. Aku tahu kau bisa belajar." Robert memandangnya dengan tajam dan berjalan kembali ke kantornya.

Renee pelan-pelan menghembuskan nafas yang sudah ditahannya.

Kopi itu adalah kopi yang sama seperti yang pertama kali dibuatnya.

avataravatar
Next chapter