1 Permulaan

Kekayaan, popularitas, kebebasan, begitulah cara manusia menikmati hidupnya. Begitu juga denganku menikmati sebagian hidupku dengan kebebasan yang ku pilih.

Kisahku bermula dari sebuah sepeda rongsok yang membawa berjuta kisah, kenangan, penyesalan, bahkan rasa rindu.

Minggu pagi menjelang siang, aku berbaring di tempat tidurku, lalu aku dikejutkan oleh suara wanita yang sudah mulai menua "Refta cepat kemari" paggil ibuku keras dari halaman rumah.

"Iya bu" sahutku sambil beranjak dari tempat tidur, aku berjalan pelan menyusuri ruang tamuku, lalu membuka pintu depan rumahku menuju ke halaman rumah, mataku melihat sekeliling mencari ibuku, akhirnya ku lihat ibuku dibawah pohon besar sambil memegang sebuah sepeda, kuhampiri ibuku "Ada apa bu" tanyaku sambil memegang bahunya.

"Refta ibu belikan ini, bukan barang baru tapi bisa kamu manfaatkan" jawab ibu sambil melihat ke arah mataku, kutatap kedua matanya penuh ketulusan, sambil mengatakan kepadaku air matanya sedikit menetes, lalu ku seka air mata ibuku.

"Ibu, Refta berterima kasih, suatu hari Refta berjanji akan menjadi seseorang yang bisa ibu banggakan" aku berjanji kepada ibuku sambil ku peluk erat.

Hari itu hari yang sangat istimewa bagiku, pertama kalinya dalam ingatanku aku diberikan sebuah sepeda yang sangat bagus, aku tak akan pernah melupakannya, bahkan aku selalu menjaganya dengan sangat baik.

Hari-hari ku kesekolah selalu ditemani sepeda ku, sekolah ku termasuk sekolah elit untuk ukuran sekolah lanjut tingkat atas, kebanyakan di isi oleh anak-anak bangsawan yang mempunyai pengaruh di kota ku.

Senin pagi, sehari setelah aku diberikan sepeda oleh ibu ku, aku mengendarai nya ke sekolah, sekolah kaum bangsawan yang rata-rata mengendarai mobil-motor mewah dan paling sederhana mengendarai motor, mungkin hanya aku seorang diri yang menggunakan sepeda, sehingga hari itu aku menjadi pusat perhatian banyak orang, tapi aku tak bermasalah akan hal itu.

Setiba di sekolah, aku biasa menaruh sepedaku di bawah pohon besar, pohonnya sangat tebal dan begitu rindang, aku sangat senang ketika berada di bawah pohon tersebut, selesai aku menaruh sepedaku, seseorang menyapaku dengan sangat hangat.

"Refta..." Sapanya dengan senyuman yang sangat manis, seorang anak perempuan dengan gaya berpakaian yang sangat modis dan kekinian, begini rapih dan bersih pakaian yang dia kenakan.

Terpana aku sejenak melihatnya, seorang anak perempuan yang wangi berpakaian bersih dan rapih menyapaku.

"Iya, ada apa?" sapaku agak kaku karena aku belum begini mengenalnya.

"Namaku Olivia, salam kenal Refta" Sambutnya sambil mengulurkan tangannya kepadaku.

Seorang gadis dengan kulit putih bersih, kulihat tidak ada bekas luka atau semacamnya di bagian tubuhnya, tingginya hampir sama denganku, untuk ukuran anak perempuan dia termasuk anak yang tinggi menurutku, rambutnya hitam lurus, dan ada gelombang di ujung rambutnya, matanya penuh kejujuran dan kepolosan, benar-benar seorang anak perempuan yang baik.

"Salam kenal juga Olivia" Ku sambut tangannya dan kami pun berjabat tangan, lembut sekali pikirku dan sambutan yang hangat membuatku sedikit kaku karena baru pertama kalinya aku di sambut berkenalan oleh seorang wanita.

Di bawah pohon yang besar begitu sejuk dan menenangkan, di kelilingi gedung-gedung sekolah yang besar, di tempat itu juga aku pertama kali berkenalan dengan seseorang yang begitu baik dan ramah.

"Kebetulan kita berada di kelas yang sama, mohon kerja samanya ya" Lanjutnya menyambung pembicaraan, sambil menatapku dengan senyuman.

"Dari mana kamu tau kita berada di kelas yang sama?" Tanyaku kepadanya sambil membalas tatapannya, namun aku belum bisa membalas senyumannya, karena aku masih kaku terhadap wanita saat itu.

"Itu ada di papan pengumuman, dan namamu termasuk paling bawah, beruntung sekali ya kamu bisa lolos dengan nilai rata-rata" Jawabnya polos kepadaku, entah itu pujian atau hinaan, tapi bagiku aku tidak terlalu memperdulikannya.

Karena aku hanya tidak ingin menonjol saja, di antara orang-orang yang memang memiliki kemampuan di atas rata-rata, tidak hanya dari segi ekonomi namun orang-orang di sini memiliki nilai akademis yang cukup tinggi.

Mudah saja bagiku waktu tes untuk mendapatkan nilai tertinggi, namun jika aku melakukannya saat itu, aku tak bisa mendapatkan kebebasan untuk melakukan yang ku inginkan, ya aku hanya tidak ingin terlalu terlihat, sehingga aku harus memasang strategiku waktu itu untuk mendapat nilai terendah, agar aku bebas tanpa tekanan saat di sekolah.

"Oh aku tak melihatnya waktu itu" Sambungku mendengar jawaban Olivia.

"Sudah bel masuk, ayo kita bergegas ke ruangan" Sambil berjalan di sampingku, kami bergegas menuju ruangan untuk hari pertama.

Sebelum memasuki ruangan, aku dan Olivia berjalan melewati lapangan, dan kulihat papan pengumuman, sekilas ku lihat nama kelas ku, dan ternyata Olivia, adalah anak dengan posisi pertama di kelasku, terpikir olehku sambil berjalan, mengapa seorang anak bangsawan dan menduduki peringkat pertama di ujian tes masuk mau mendekati seorang anak kalangan bawah dan ada di peringkat terakhir, apa ini budaya di sekolah ini, apa Olivia hanya terpaksa mendekati ku, apa dia memiliki maksud tertentu.

"Refta, ayo cepat jangan sampai kita terlambat di hari pertama" Olivia memanggilku dan memecah lamunanku.

"Oh, iya..." Jawabku sambil melihat ke arahnya, dia benar-benar gadis yang ceria, selalu tersenyum ketika berbicara.

Sambil berjalan menuju ruang kelas, kulihat gedung-gedung di sini begitu besar, bahkan di gedung yang besar dan elit, hanya ada 3 kelas untuk setiap tingkatan kelas, dan setiap kelas hanya terisi oleh 20 siswa, benar-benar seleksi yang sangat ketat untuk sebuah sekolah menengah ke atas.

Akhirnya kami pun tiba di ruangan kelas kami, ternyata kelasku begitu ramai, tidak seperti yang ku bayangkan, tadinya ku pikir ini akan menjadi sebuah kelas yang membosankan, di mana isinya hanya anak-anak penuh ambisi, namun ternyata sangat ramai dan penuh dengan keceriaan, walaupun kelas kami adalah kelas terbawah untuk tingkat kelas 1, namun kulihat sebuah keakraban di hari pertama, saling menyapa sudah sangat terlihat jelas di antara para siswa.

Seperti kelas pada umumnya, kelasku pun terbagi menjadi beberapa murid, murid yang nakal, murid yang tidak mau menaati aturan, murid pintar, murid yang tidak suka pelajaran, murid hobi membuat onar pun ada di kelas ini, bisa di bilang kelas yang sangat berwarna.

"Refta ayo duduk di sana, ada dua bangku kosong" Ajak Olivia

Aku mengikutinya, karena memang hanya dua bangku itu yang tersisa, kulihat sekelilingku dua papan tulis di depan ruangan, dan meja serta kursi guru, sebuah ruangan yang luas, untuk 20 orang siswa menurutku.

Akhirnya tiba juga hari pertamaku belajar di kelasku, ditandai dengan masuknya seorang guru ke ruang kelasku. Serentak semua menuju ketempat duduknya masing-masing, suasana pun sunyi seketika.

avataravatar
Next chapter