32 Permen Kapas

"Mau kemana?"

"Ke pasar malam mau?"

Tanya Seno, Seno belum mengantarkan Nesya pulang. Dia tiba-tiba teringat malam lalu melewati suatu tempat dan terdapat pasar malam yang diselenggarakan. Mereka masih diperjalanan, tentunya di mobil Seno.

"Kita belum ganti seragam," ucap Nesya yang melihat seragamnya yang sudah lusuh seharian dipakai.

"Di belakang ada baju gue, Lo pake aja, sekalian sama hoodienya biar gak dingin."

"Kamu?"

"Masih ada, gue selalu bawa baju cadangan Nes, gak cuman satu."

Nesya kemudian mengangguk-angguk mengiyakan.

"Gimana mau?"

"Boleh deh, aku hubungin Bunda dulu deh," ucap Nesya.

Seno melajukan mobilnya kearah Pasar Malam, tak ada tempat parkir khusus, hanya parkiran dipinggir yang dikawal orang yang mendadak jadi tukang parkir. Mobil Seno menghadap permainan bianglala. Berputar dengan cahaya kerlap kerlip lampu yang terpasang.

Nesya sumringah melihat indahnya pasar malam. Dia bahkan hanya beberapa kali ke Pasar Malam saat kecil.

Mengunjungi pasar malam, makanan yang wajib dibeli itu permen kapas yang warna warni. Mata Nesya bahkan sudah tertuju ke stan penjualan pemen kapas.

Nesya berjalan mendahului Seno, namun tangan Seno segera mencegahnya.

"Kenapa?" tanya Nesya.

"Nanti pulangnya beli, naik bianglala?"

Nesya kemudian menatap bianglala yang sedang berputar.

"Boleh, beli dulu permen kapas satu aja," rajuk Nesya.

"Gue beliin," ucap Seno kemudian langsung menuju stan penjualan permen kapas.

***

"Mau?" tanya Nesya yang kini mulutnya sudah diisi permen kapas.

Mereka kini sedang dalam bianglala. Seno memperhatikan Nesya yang begitu apa adanya berada dihadapannya. Cewek yang menyukainya itu, polos, dan benar-benar tidak menjadi diri sendiri. Sama sekali tidak pencitraan dihadapan Seno.

Seno memakan permen kapas yang disodorkan Nesya, keduanya saling menatap ketika Seno tak sengaja memegang tangan Nesya untuk mengarahkan permen kapas kemulutnya.

Ada rasa canggung tiba-tiba menghinggapi Nesya. Dia kemudian melanjutkan memakan permen kapasnya untuk menghilangkan rasa canggung itu. Sangat berbeda dengan Seno yang sama sekali tidak terlihat canggung. Dibenak Nesya ada sebuah pertanyaan, apakah seseorang yang tak menyukainya tidak akan merasakan canggung, sebagaimana dirinya yang benar-benar canggung bahkan salah tingkah.

"Erisca kapan pulang?" tanya Nesya tiba-tiba. Entah kenapa pikirannya tiba-tiba mengarah ke Erisca, dia merasakan moment ini akan berlalu begitu saja ketika Erisca benar-benar pindah ke sini."

"Semester nanti sepertinya, tanggung katanya," jawab Seno.

Nesya mengangguk-angguk. Satu putaran lagi bianglala akan berhenti, bertepatan dengan permen kapas yang sudah raib.

***

Satu boneka yang cukup berukuran besar kini sudah digendong Nesya. Hadiah dari permainan menembak yang dimainkan Seno. Meski berulang kali mencoba, akhirnya Seno mendapatkannya. Nesya kegirangan ketika boneka itu diberikan untuknya.

"Erisca gak bakalan mau dikasih boneka dari pasar malam," ucap Seno. Nesya mengerucutkan bibirnya mendengar penuturan Seno.

"Iya, dia harus dibeliin dari mall langsung," ucap Nesya sewot.

"Kenapa Lo mau?" tanya Seno.

"Kamu kan gak bakalan mau ngasih boneka seniat itu, tadi cuman gara-gara gengsi kamu yang gede aja, malu kalo gak dapet-dapet," ujar Nesya.

Seno tersenyum kecil, sangka Nesya tidak seratus persen benar. Tadi saat mencoba permainan itu, memang niatnya untuk Nesya. Seno sendiri tidak tahu, kenapa dia seantusias itu ingin mendapatkan boneka besar untuk Nesya.

Ungkapan senang Nesya ketika diberi memberikan rasa tersendiri. Seno merasa dia sudah melakukan hal yang besar, bak seorang pahlawan yang menyelamatkan dunia dan orang-orang senang.

Nesya selalu tersenyum senang, dan serasa diberi sesuatu yang sangat berharga. Padahal Nesya bisa membeli sendiri, Nesya termasuk ke kalangan orang mampu. Setara juga dengan Seno, Denis, Fajar maupun yang lainnya termasuk anak pemilik sekolah; Raini. Dan pada umumnya SMU Dirgantara merupakan sekolah elite; anak pengusaha; pejabat.

"Bonekanya taro depan aja," ucap Seno.

"Loh, entar aku duduknya dimana?" tanya Nesya Heran. Boneka itu cukup besar, bahkan Nesya saja kewalahan menggendongnya, seperti menggendong anak manusia. Seno tak mau membantunya menggendong, tadi alasannya malu, "masa anak cowok gendong boneka?" protesnya tadi.

"Belakang," jawab Seno.

"Emang mau di sampingnya ditemenin boneka? Mending aku lah dari pada boneka, tadi aja ngegendong gak mau," ucap Nesya.

"Mending boneka lah, orang-orang gak bakalan tahu disamping gue ada boneka," jawab Seno lagi.

"Bonekanya dibelakang aja bareng aku," putus Nesya kemudian yang membuka pintu mobil belakang Seno.

Seno sama sekali tak menanggapinya lagi, terserah apa mau cewek itu.

Satu lagi permen kapas sudah ada dihadapan Nesya saat berbalik menutup pintu mobil.

"Buat aku?"

"Pulang Nes, tadi gue janji beliin ini," ucap Seno. Nesya mengangguk, tadi Seno memang menjanjikan akan membeli permen kapas lagi untuknya.

"Terima kasih," ucap Nesya yang kemudian mengambil permen kapas juga tersenyum lebar membuat Seno tak tahan untuk membalas senyuman itu. Beberapa detik kemudian Nesya tak menunjukan ekspresi, karena Seno melengos begitu saja saat memberikan permen kapas. Tanpa tahu Nesya bahwa Seno tersenyum juga.

Nesya membuka kembali pintu mobil.

"Depan, emang gue supir lo!" perintah Seno.

"Tadi gak mau," gerutu Nesya.

Nesya segera beralih kepintu depan.

Ia membuka plastik permen kapas dan mulai mencubit permen kapas untuk dimakannya. Seno memperhatikan. Nesya yang merasa diperhatikan, mengalihkan pandangannya ke Seno.

"Mau lagi? Kenapa gak beli dua sih tadi?" tanya Nesya sedikit kesal. Bukannya dia tak mau berbagi, tapi kan harganya tak begitu mahal, Seno bisa membeli berapapun tanpa harus minta.

Nesya mencubit permen kapas itu, "segini aja yah?" tanya Nesya dengan niat bercanda.

Seno memperhatikan permen kapas itu. Ia kemudian memakannya, bahkan membersihkan sisa permen kapas itu yang tertinggal menempel di jari Nesya.

"Ih jijik tahu," ucap Nesya yang kemudian mengambil tisu yang berada di dashboard untuk mengelap jarinya. Kenyataanya Nesya menetralkan detak jantungnya.

Ada apa dengan Seno? Kenapa senang sekali membuat Nesya tambah jatuh cinta. Bagaimana bisa move on jika hari semakin hari Seno bersikap manis, yah memang kadang-kadang sangat menyebalkan ketika sifat dinginnya keluar.

Seno tahu ucapan jijik yang dilontarkan Nesya itu untuk menghilangkan rasa gugupnya juga menyembunyikan pipi Nesya yang sudah memerah.

"Mau lebih dari itu?" tanya Seno yang kini menatap Nesya intens.

Permen kapas yang masih dimulutnya itu membuat pandangan Seno beralih kesana. Nesya melihat arah pandangan Seno itu, bahkan Nesya juga melihat permen kapas yang belum ia masukan kedalam mulut sepenuhnya.

Wajah Seno yang mendekati Nesya membuat Nesya tak bisa berfikir jernih. Bahkan pikirannya sudah kemana-mana. Apalagi hembusan nafas Seno yang terasa diwajahnya. Gesekan hidung mancung Seno yang mengenai hidung mancungnya semakin membuat Nesya tak bisa bergerak. Mata Nesya bahkan melotot melihat jarak Seno sedekat ini.

Permen kapas yang masih diambang mulutnya itu kini sudah berbagi pada Seno. Nesya mendadak kesulitan bernapas. Apa yang akan dilakukan Seno? Perlahan Nesya menutup matanya, apa yang dipikirakan Nesya akankah sama?

Satu...

Dua...

Tiga...

...

***

Kasih ulasan yah temen-temen, komentar, powerstonenya juga jangan lupa. Collection cerita ini. Terima kasih, tunggu update selanjutnya apa yang akan di lakukan Seno yah...

avataravatar
Next chapter