webnovel

Senjaksara

"Aku suka kamu nja" Ucap Aksara dengan Wajah serius. "Tapi, kamu tau aku belum siap aksa" Posisi duduknya tak tenang kini, bibir nya kelu, dada nya berdegub kencang. Ia tak menyangka secepat ini Aksara akan menjatuhkan hati nya. "Aku akan berjuang. Sampai kata Iya itu keluar dari mulut kamu" Dan kini, aku benar-benar jatuh hati padamu. Rasa yang selama ini ku fikir hanya sebuah empati sebatas sahabat ternyata empati melebihi ekspetasi di luar nalar ku sendiri. Dengan sabar kau mengajariku arti bahagia lagi. Setelah lama tertatih mati karena di hujam semesta berkali-kali. Kini, aku merasa waktu tidak akan indah nikah tak ku habiskan bersama mu Ini untuk kamu, Aksara terindah di planet Bumi.

QueenAyy · Teen
Not enough ratings
27 Chs

Duapuluh Enam

Suasana haru mengiringi pemakaman Bastian, banyak kerabat dan teman kerja yang turut hadir di tempat peristirahatan terakhirnya, dengan pakaian serba hitam dan payung hitam yang menutupi liang lahat Almarhum yang sudah tertutup tanah.

Bimo duduk jongkok di samping Ibu Bastian, Ibu yang sudah di anggap seperti anak bagi Bima tersebut masih terisak akan kepergian putra semata wayangnya, disamping Bimo terdapat Rendi yang hanya menunduk melihat tanah yang di taburi bunga warna warni.

Ibu Bastian mengelus nisan anaknya perlahan, sambil terus terisak, matanya terlihat bengkak saat ini, hingga ia susah untuk membuka matanya lebar-lebar, hidungnya pun tersumbat dan terlihat merah.

Bimo mengelus pundak Ibu Bastian dengan lembut dan berbisik pelan untuk mengikhlaskan kepergian Bastian untuk Selama-lamanya. Orang-orang yang hadir pun kini sudah berpamit pulang karena pemakaman sudah selesai, satu persatu dari mereka mengucap bela sungkawa kepada Ibu Bastian dan rekan kerjanya 5 sekawan yang kini hanya ada 4 orang tersisa.

"Yang sabar ya bu, kami turut mendoakan bang Bastian" ucap Rini, rekan kerja Bastian dan 4 sekawan lainnya.

Ibu Bastian hanya tersenyum sambil mengucap banyak terimakasih atas kehadiran di pemakaman anaknya. Beberapa saat kemudian, Ibu Bastian juga turut pamit untuk pulang karena ada hal yang perlu di siapkan untuk acara pengajian nanti malam di kediaman Bastian.

Kini tinggalah Rendi, Bimo, Senja dan Laura yang masih tetap ada disana. Mereka sama-sama mengingat sepak terjang bersama kawannya yang kini sudah menghadap Illahi tersebut. Banyak hal yang mereka lalui bersama, dari susah senang mereka lalui bersama.

"Hari ini teman kita, sahabat kita, keluarga kita Bastian sudah tenang di pangkuan illahi rabbi, kita doakan ya semoga Bastian tenang disana dan semoga Bastian maafin semua kesalahan kita selama dia kenal kita" ucap Rendi yang sudah berdiri. Dan yang lain pun meng aamiin kan doa tersebut.

"Bas, gue pamit pulang dulu ya" ucap Rendi lalu berjalan pergi menuju mobil dan menunggu teman lainnya untuk pulang.

"Gue masih gak percaya, lu ninggalin gue gitu aja, malem-malem kita masih main PS bareng, kita masih makan bareng, lu masih bercanda sama gue, gue gak lihat lu sakit bas, lu sehat malem itu" ucap Bimo terisak.

"Makasih ya bas udah jadi temen baik gue, meskipun gue kayak gini, lu masih mau temenan sama gue dan lu gak pandang bulu kalo temenan" tambahnya, Bimo pun mencium Nisan Bastian dan beranjak pergi menyusul Rendi di mobil.

Kini giliran Senja, Senja pun duduk seperti posisi Bimo ia memegang batu nisan Bimo dan mengelus nama nya perlahan.

"Bastian orang baik, Allah sayang Bastian, yang tenang ya bas, maafin gue sekiranya gue ada salah sama lu, makasih banget atas semua hal yang pernah lu lakuin untuk gue, yang tenang ya bas" ucap Senja dengan deraian air mata. Senja pun mengusap matanya yang mulai sayu akibat menangis. Lalu ia berdiri sejajar dengan Laura yang hanya diam.

"Lu mau pulang? ayok" tanya Senja, namun Laura hanya menggelengkan kepala nya, ia masih ingin disini menemani Bastian untuk terakhir kalinya.

"Yaudah gue duluan, lu jangan lama-lama ya, gue tunggu di mobil sama anak-anak" ucap Senja dan ia pun pergi meninggalkan Laura seorang diri.

Memori Laura tiba-tiba mengingat akan kejadian dimana Bastian mengucapkan bahwa ia mencintai Laura, namun pada saat itu Laura masih gengsi dan tak mau menerima cinta Bastian padahal dalam hatinya yang terdalam, rasa sayang itu memang ada untuk Bastian.

"Gue gak bisa bas" ucap Laura pada saat itu, saat dimana ia makan malam bersama Bastian di rumah makan di daerah Kemang Jakarta.

Bastian yang sudah siap dengan cincin yang ia bawa pun terlihat sedih, lalu memasukan kembali cincin tersebut.

"Kenapa ra?" tanya Bastian yang duduk di hadapan Laura.

"Gue gak bisa aja, gue cuma anggep lu temen selama ini dan gak pernah lebih" ucap Laura.

Kini Laura terisak, ia merasa bodoh telah membohongi perasaannya sendiri, ia berpura-pura bahwa selama ini ia tak memiliki perasaan apapun terhadap Bastian, namun nyatanya ia begitu mengagumi sosok Bastian yang hadir didalam hidupnya selama bertahun-tahun.

Laura pun duduk tersungkur di tanah sambil meremas tanah makam yang masih basah, ia menunduk dan menangis sejadi-jadinya.

"Sakit banget bas, sakit lu ninggalin gue sama perasaan-perasaan kayak gini, lu tega banget, lu tega!!! lu gak mau bertahan demi gue, gue sayang sama lu, sayang banget bas, maafin gue" teriak Laura dengan tangis yang tak terbendung di pemakaman yang sepi.

"Biarin gue nebus kesalahan gue dengan gak mencintai laki-laki manapun demi lu" ucapnya lirih. Lalu tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya, Laura sontak melihat ke arah tepukan tangan di bahu kanannya, ternyata itu Rendi.

"Udah ra, lu gak boleh kayak gini, Bastian udah tenang, dia pasti maklum sama lu kok" ucap Rendi. Rendi pun mengambil sesuatu di kantong kanannya lalu menyerahkan ke Laura, Laura pun menerima kotak cincin putih yang indah, Laura mengingat cincin itu adalah cincin yang pernah Bastian dan ditolak olehnya.

"Bastian ngasih ini ke gue, pas malem dia pulang dinner sama lu, dia ketemu gue di jalan, terus dia ngasih ini ke gue, katanya suruh gue nyimpen dan kapan-kapan kasih lu, cuma gue lupa terus waktu itu" ucap Rendi.

Laura meremas cincin itu dan semakin terisak, Rendi pun memeluk badan Laura yang melemas, kepala Laura meyandar bebas di dada Rendi yang sudah basah karena air matanya.

"Gue salah ren, gue munafik, gue bilang gue gak sayang sama dia kemarin, tapi gue ngerasa kehilangan dia banget sekarang" ucap Laura dengan suara parau.

"Gak ada yang salah udah, cukup ra, kasian Bastian pasti sedih lihat orang yang dia sayang kayak gini" tutur Rendi sambil mengelus kepala Laura pelan.

Senja dari kejauhan pun hanya melihat Rendi dan Laura yang masih berada di makam Bastian, ia berdiri mencoba tegar sambil tersenyum kecut. Ia menyadari banyak hal yang bisa di ambil dari kejadian Laura dan Bastian saat ini.

Perlahan Senja melihat Laura dan Rendi berjalan menuju mobil dan ia pun segera membantu Laura yang lemas untuk berjalan, membopong pelan menuju mobil Rendi yang sudah terparkir, Bimo yang melihat hal itu pun turut membantu Laura.

Setelah masuk mobil, Senja mengulurkan minuman untuk Laura agar ia sedikit merasa tenang, Laura pun menerima minuman tersebut lalu meminumnya, setelah situasi agak tenang, perlahan Rendi melajukan mobil dan meninggalkan area pemakaman untuk ikut mengaji dirumah Almarhum Bastian.