webnovel

KEJUTAN

Setelah perut Dasha kenyang. Ia sedari tadi berdiam diri di sofa. Menepuk perutnya bahagia. Matanya tak lama melirik toples berisi biskuit yang tersisa beberapa butir. Ia kembali menatap perutnya. Tidak lama kemudian, menyambar toples tersebut dan tersenyum bahagia.

Perutnya masih bisa menampung makanannya. Mulutnya saat ini juga ingin makan lagi. Jadi, itu jelas tidak masalah.

Jika Dasha kenyang dan makin kenyang. Itu membuatnya makin bahagia.

Ibu Arni datang dari dapur ketika Dasha menonton tv. Tatapannya menuju ke arah Dasha. Menggelengkan kepala. Bertapa rakusnya putri satu-satunya itu. Ia berjalan mendekat, melihat Dasha yang tengah bersantai menonton tv berserta makanannya.

"Pr-nya udah dikerjain?" tanya Bu Arni melihat Dasha yang masih enak-enakan bersantai.

Dasha di tempat terdiam, menoleh dan menggeleng. "Nanti aku kerjain kok."

"Jangan ditunda-tunda mulu! Buruan kerjain. Kamu nih kebiasaan."

Dasha merenggut, ia mengangguk mengiyakan dan menatap kepergian ibunya. Berdecak pelan, mengapa hari libur harus ada pr. Dasha kesal, harusnya libur itu tanpa ada tugas dan bisa bersantai tanpa memikirkan beban tugas yang menumpuk banyak seiring panjangnya liburan.

Melihat biskuit yang telah tandas. Dasha beranjak pergi. Tidak lupa mematikan tv. Ia bergegas ke kamar. Bukan untuk mengerjakan tugas. Ini hanyalah penyamaran. Dasha aslinya ingin bermain game sebentar. Lalu berpura-pura mengerjakan tugas.

Langkah kaki Dasha tampak riang. Menabrakkan diri ke kasur sembari menyambar ponselnya. Siap menekan icon game yang akan ia mainkan. Namun, matanya teralihkan oleh notifikasi pesan yang membuatnya penasaran.

Dasha menaikkan alis. Tidak lama wajahnya berubah was-was ketika pesan tersebut ia baca.

Sirla : Sha, gue liat ada tuh cowok tadi pagi, lagi joging.

Pasti bukan cowok itu kan!

Pasti bukan, Dasha mengigit bibir bawahnya gugup. Mengetikkan balasan dengan tenang.

Dasha : Cowok siapa sih?

Sirla : Rey!!!!

Dasha langsung terbangun dari posisi tidurnya. Matanya melotot tak percaya, ia kembali membaca ulang isi chat barusan. Tunggu! Ini pasti ada yang tidak beres.

Dasha : Terus, terus urusannya sama gue apa. Lagian dia joging di mana sih, jangan bikin gue kesel deh.

Sirla : Ck, dia joging di sekitar jalanan deket rumah lo!!

Keterkejutan Dasha ternyata tak hanya sampai situ. Ia kembali dihantam keterkejutan lainnya. Otaknya kosong, pikirannya melayang. Dengan terburu membalas pesan itu untuk kembali memastikan. Itu pasti prank! Mana mungkin dia ada sekitar rumahnya.

Dasha : Jangan bohong deh.

Sirla : Gue serius.

Dasha : Terus terus, dia ngapain.

Sirla : Orangnya habis selesai joging masuk ke rumah sebelah lo. Tetangga baru lo ya, Sha. Kok lo bisa nggak tau.

Dasha : Gue ... Nggak tau. Serius.

Sirla : Lah.

Bahu Dasha merosot ke bawah. Sial sial sial. Laki-laki itu ternyata tinggal di samping rumahnya dan menjadi tetangganya. Kesalahan apa yang Dasha lakukan di masa lalu sampai mendapat kesialan ini. Dasha menangkup wajahnya gelisah. Ia memejamkan mata menahan rasa kesal.

Rey tetangganya. Dan Rey adalah seniornya dulu yang ia buang-buang jauh dari hidup Dasha. Dia adalah sosok yang berusaha Dasha hindari. Tetapi dia menjadi tetangganya. Dasha masih tidak percaya dengan kenyataan ini. Ia tidak menyadari hal itu. Buruknya kemarin ia datang ke rumah tetangganya itu. Cacat, ia datang ke rumah orang yang paling ia hindari.

Itu gila!

Dasha merasa lega ketika kemarin ia melancarkan rencananya tanpa menunjukkan wajah di depan pemilik rumah. Itu keberuntungan kecil yang berharga. Masih dengan degup jantung yang mengencang. Dasha menatap room chat tersebut dengan tenang.

Tidak apa-apa, selama tetangganya itu tidak tau jika dia memiliki tetangga seorang gadis yang pernah ditemui dulu pasca insiden lama. Itu tidak akan menjadi masalah besar.

Sirla : Woi, gimana?

Dasha : Gimana apanya?

Sirla : Ya elo lah.

Dasha : Gue bingung.

Sirla : Ck, lo tenang yang penting orangnya nggak tau dulu.

Dasha : Oke.

Sirla : Lo nggak ketemu dia duluan kan?

Dasha terdiam, mengetikkan balasan jika ia pernah datang ke rumah laki-laki itu. Tetapi Dasha cepat menghapusnya, harusnya itu tidak penting lagi. Kemarin ia tidak menampakkan wajahnya. Jadi Dasha rasa, ia akan membalas dengan kata-kata lain.

Dasha : Nggak kok.

Sirla : Oke, terus kaya gitu.

Dasha : Yep.

Chat berakhir sampai di situ. Merasakan degup jantungnya yang tidak lagi dipacu gila-gilaan. Dasha merasa lebih tenang sejenak. Menghempaskan diri ke kasur. Tatapannya beralih ke plafon kamar. Termenung, Dasha lelah. Akhir-akhir ini banyak kejutan yang datang padanya.

Kejutan yang tidak pernah ia duga atau ia pikirkan.

***

Pagi hari ini Dasha masih dilanda awan hitam. Semalaman ia sulit tidur, ia terlalu memikirkan laki-laki itu semalaman sampai membuat Dasha sulit memejamkan mata untuk tidur. Ia baru jatuh tidur saat jam menunjukkan pukul 2 dini hari. Matanya kini terdapat kantung tipis dan wajah kusut. Ibu Arni mendapati kondisi Dasha menatap sekilas dengan mengabaikan. Dipandangan ibunya, Dasha seperti itu karena menangisi drama yang ditonton semalam. Itu sering terjadi.

Dasha duduk dengan lesu, ia mengisi gelas dengan air minum dan menenggaknya hingga tandas. Di akhir tetesan, Dasha mendesah lega. Tenggorokannya kini tidak lagi kering. Namun, suasana hatinya masih mendung.

Tatapan Dasha beralih ke lemari dapur dekat kulkas, berjalan dengan loyo. Dasha membuka lemari dan meraih bungkus makanan ringan yang biasa ia stok di sana. Ia kembali berjalan seolah tak bertenaga, langkahnya begitu malas-malasan dan rapuh. Sampai di ruang tangah, Dasha menabrakkan diri ke sofa. Menyalakan tv dan mencari channel yang menarik sembari menikmati makanan pengganjal laparnya.

Yah, ini liburan. Harusnya Dasha tetap santai dan menikmati masa ini tanpa banyak pikiran. Karena setelah liburan habis, Dasha harus menghadapi setumpuk materi dan susah mendapatkan banyak waktu luang. Harusnya memang begitu, otaknya saja yang saat ini tidak sinkron dengan perintahnya.

Acara di tv tidak Dasha perhatikan banyak. Pikirannya malah melayang pada seniornya itu. Tidak! Ia harusnya berhenti memikirkan seniornya itu! Dasha menepuk kepalanya. Berusaha mengusir pemikiran yang tak sejalan dengan perintah hatinya.

Mengapa begitu susah!

Sosok Rey kini menguasai otaknya. Dasha seperti tokoh protagonis yang tengah ditindas oleh kekuasaan sang antagonis Rey! Mau Dasha memohon agar sosoknya menghilang, tetapi otaknya makin memikirkannya lebih lama. Keadaannya makin kejam dan kejam, membuat Dasha tersedu meratapi nasibnya.

Dasha mengigit bibir bawahnya kesal. Ia duduk meringkuk, melipat dua kakinya menempel badan. Dagunya jatuh di lutut, dilihat dari sudut mana pun. Dasha terlihat layaknya gadis yang tengah galau. Awan gelap di atas kepalanya susah menghilang dan makin memperlihatkan Dasha tengah dilanda kegalauan berat.

Walaupun mulutnya bersemangat mengunyah kripik, tetapi Dasha sungguh tidak ingin melakukan apapun kecuali makan. Dia galau! Anggap saja begitu. Dasha harus kuat menerima kenyataan pahit ini. Tapi, mana mungkin bisa.

Jika begini mau tak mau Dasha harus melancarkan rencana lain. Saat ini ia masih tidak tahu. Tapi akan ia pikirkan agar semuanya berjalan sesuai kemauannya.

Bahu Dasha kembali menegak. Seperti api yang berkobar, semangatnya kembali dihidupkan. Kali ini ia akan mencari cara terlebih dahulu. Dua alis Dasha bertaut, jempol kakinya menekuk dan saling menyentuh. Bingung, Dasha melirik acara tv. Kemudian mengingat kembali tentang Rey dan keadaannya saat ini.

Kalau begitu... Haruskan rencana yang pertama Dasha harus menghindari Rey bagaimanapun keadaannya?

Toh itu hanya di lingkup rumahnya saja. Tidak terlalu sulit.

Yang pertama, Dasha harus berkompromi dengan ibunya. Tidak! Ibunya pasti akan curiga. Kalau begitu, Dasha akan lebih lama mendekam di dalam kamar dan pura-pura tidak tahu saat ibunya meminta untuk datang ke rumah tetangganya itu. Dasha mengambil kripik dan memasukan ke dalam mulut. Menguyah pelan, memikirkan kembali rencananya. Itu tidak terlalu sembrono kan?

Ia rasa tidak.

Jika begitu, maka sudah diputuskan. Bahwa Dasha akan menghindar terlebih dahulu dan memikirkan rencana lainya. Selagi Rey tidak tahu tentang dirinya, maka itu bukan masalah besar.

Dasha yakin, rencananya ini akan berjalan 100% berhasil.

Ia menyeringai senang. Seringainya luntur saat suara dering ponsel mengagetkannya. Nama Renji langsung terpampang sebagai penelepon.

Dasha buru-buru mengangkat.

"Tumben banget. Ada apa sih?"

"Lo mau makan di luar nggak. Gue traktir mumpung habis gajian."

Mata Dasha seperti ditebar serbuk kilau. Ia langsung mengangguk senang. "Serius? Gue mau dimsum!"

"Bosen, yang lain lah."

Bibir Dasha mengkerut, berpikir sejenak. "Gue tapi lagi pengen dimsum."

"Ck, yaudah oke."

"Serius, makan dimsum?"

"Iya bego. Buruan siap-siap, gue samperin nanti."

Setelah mengiyakan, telepon terputus. Dasha bergegas masuk ke kamar. Segera mandi dan berganti pakaian. Melupakan masalah Rey yang baru saja ia pikirkan sedari malam. Auranya keluar begitu cerah mendengar akan mendapatkan traktir makan.

Urusan makanan tetap nomor satu!

Selain itu, Dasha harus tetap siaga dengan keberadaan senior gila itu! Jangan sampai kecolongan dan menghancurkan rencana yang baru akan dimulai.